Kopi Toratima yang berasal dari Desa Porelea di Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi. Kopi ini hasil fermentasi kelelawar, tikus, atau tupai (Silvia/detikTravel)
Namun Kopi Toratima beda dengan kopi luwak. Hewan-hewan itu memakan biji kopi yang sudah matang, mengunyah dan menelan kulit kopi yang manis, lalu memuntahkan biji kopi dalam keadaan sudah terkupas menjadi beras-kopi dan berwarna putih (Silvia/detikTravel)
Kopi adalah komoditas tua di Porelea. Terbatasnya akses jalan ikut menghambat dikenalnya kopi ini di daerah lain. Butuh waktu 4 jam dari Palu untuk mencapai desa ini (Silvia/detikTravel)
Selain Kopi Tiratima, Desa Porelea juga punya Kopi Pipikoro yang tidak kalah sedap. Kelebihan Kopi Pipikoro adalah kopinya yang organik, ditanam tanpa pestisida dan tanpa pupuk kimia, bubuknya murni 100 persen kopi tanpa tambahan jagung atau beras sangrai (Silvia/detikTravel)
Sebelum tahun 2000, kendaraan di sini adalah kuda, sehingga waktu tempuh Gimpu-Porelea bisa sehari semalam. Kini, sepeda motor telah melenyapkan kuda dari Porelea, dan dari Kecamatan Pipikoro (Silvia/detikTravel)
Kopi ini jenisnya robusta, relatif aman di lambung dan kopi ini diyakini sebagai obat sakit kepala. Pengolahannya dibuat dengan cara ditumbuk (Silvia/detikTravel)
Tak heran, orang yang biasanya alergi kopi, bisa minum kopi hasil bumi Porelea ini pagi, siang, sore, malam seperti penduduk Porelea pada umumnya. Usai minum kopi, tidak timbul keluhan pusing, kembung, atau diare (Silvia/detikTravel)
Kemasannya masih sederhana dan masih perlu dikembangkan hingga mendapat kemasan serta logo yang pas. Kopi Pipikoro dijual dalam tiga varian, yakni kopi original, beraroma jahe, dan beraroma kayumanis. Dua aroma ini didapat dari jahe dan kayumanis yang ikut disangrai bersama kopi (Silvia/detikTravel)