Foto: Wajah Perkampungan Muslim Suku Hui di China

Inilah Wuzhong Muslim New Village, perkampungan muslim Suku Hui yang diresmikan Pemerintah China di tahun 2007. Pemukiman ini jadi destinasi wisata halal untuk dikunjungi di Wuzhong, Provinsi Ningxia. (Wahyu/detikTravel)
Di balik tembok putih dan gapura ini, rumah orang-orang Suku Hui berada. Perkampungannya sendiri cukup rapi dengan jalanan lebar yang membelah di tengahnya. (Wahyu/detikTravel)
Setiap rumah dilengkapi dengan halaman. Ada yang menjadikannya sebagai garasi mobil, ada yang membiarkannya begitu saja. (Wahyu/detikTravel)
Kami disambut dengan ramah oleh sang pemilik rumah. Meski terkendala bahasa, tetapi kami seperti sudah lama akrab. (Wahyu/detikTravel)
Isi rumah Suku Hui cukup sederhana, tidak banyak perabotan. Yang unik, ada ruangan untuk lesehan seperti ini. Biasanya untuk menyambut para tamu.
Di rumah warga ini, kami disambut dan dijamu makan malam. Menu saat itu ada ayam goreng tepung, tumis sayur mayur, hingga nasi goreng. (Wahyu/detikTravel)
Mereka memasak sendiri hidangan yang akan disajikan untuk para tamu. Dengan trampil, mereka mengolah hasil kebun  yang diambil dari ladang mereka sendiri.
Sang pemilik rumah, Ma Su Ying (80) bercerita jika dirinya menganut Islam sejak dia kecil. Dia mengamalkan Islam seperti layaknya Islam di Indonesia, puasa, salat dan zakat. (Wahyu/detikTravel)
Aura keibuan Su Ying membuat kami cepat akrab. Kami sudah merasa seperti satu keluarga. Meski tak ada pertalian darah, tetapi kami adalah saudara sesama Muslim dengan Suku Hui. (Wahyu/detikTravel)
Sampai akhirnya, pertemuan kami harus diakhiri dengan perpisahan. Kami pun berpamitan dengan Su Ying dan keluarganya. Sampai jumpa lagi adik kecil, Su Ying, dan keluarganya yang baik hati menjamu kami. (Wahyu/detikTravel)
Inilah Wuzhong Muslim New Village, perkampungan muslim Suku Hui yang diresmikan Pemerintah China di tahun 2007. Pemukiman ini jadi destinasi wisata halal untuk dikunjungi di Wuzhong, Provinsi Ningxia. (Wahyu/detikTravel)
Di balik tembok putih dan gapura ini, rumah orang-orang Suku Hui berada. Perkampungannya sendiri cukup rapi dengan jalanan lebar yang membelah di tengahnya. (Wahyu/detikTravel)
Setiap rumah dilengkapi dengan halaman. Ada yang menjadikannya sebagai garasi mobil, ada yang membiarkannya begitu saja. (Wahyu/detikTravel)
Kami disambut dengan ramah oleh sang pemilik rumah. Meski terkendala bahasa, tetapi kami seperti sudah lama akrab. (Wahyu/detikTravel)
Isi rumah Suku Hui cukup sederhana, tidak banyak perabotan. Yang unik, ada ruangan untuk lesehan seperti ini. Biasanya untuk menyambut para tamu.
Di rumah warga ini, kami disambut dan dijamu makan malam. Menu saat itu ada ayam goreng tepung, tumis sayur mayur, hingga nasi goreng. (Wahyu/detikTravel)
Mereka memasak sendiri hidangan yang akan disajikan untuk para tamu. Dengan trampil, mereka mengolah hasil kebun  yang diambil dari ladang mereka sendiri.
Sang pemilik rumah, Ma Su Ying (80) bercerita jika dirinya menganut Islam sejak dia kecil. Dia mengamalkan Islam seperti layaknya Islam di Indonesia, puasa, salat dan zakat. (Wahyu/detikTravel)
Aura keibuan Su Ying membuat kami cepat akrab. Kami sudah merasa seperti satu keluarga. Meski tak ada pertalian darah, tetapi kami adalah saudara sesama Muslim dengan Suku Hui. (Wahyu/detikTravel)
Sampai akhirnya, pertemuan kami harus diakhiri dengan perpisahan. Kami pun berpamitan dengan Su Ying dan keluarganya. Sampai jumpa lagi adik kecil, Su Ying, dan keluarganya yang baik hati menjamu kami. (Wahyu/detikTravel)