Pelajar dari Indonesia, Anita Aulia Putri dan sudah belajar di sana selama 4 bulan memberitahukan kebiasaan warga Jepang di Kota Nagoya (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Ia di Nagoya, Jepang dalam rangka sekolah untuk mendalami bahasa Jepang. Sekolah sambil arubaito (part time) di minimarket sebagai kasir dan juga restoran 28 jam seminggu dengan gaji 150 ribu Yen (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Cerita dia, selama di Nagoya ia amat jarang melihat orang Indonesia di sana. Ada memang tapi tidak begitu banyak. Pelajar Indonesia lebih memilih Tokyo. Inilah toko halal di Nagoya (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Potret Menara TV Nagoya. Bekerja part time dilakukannya dari pukul 04.00 hingga 22.00 dengan penghasilan sebulan 150 ribu Yen. (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Bianglala di samping sebuah gedung di Kota Nagoya. Membahas budaya Kota Nagoya, Neta merasa senang hidup di sana, namun ada orang sana yang memang tidak suka sama orang asing. (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Selain itu, Kota Nagoya adalah terkenal dengan jumlah kecelakaan tertinggi. Ketiga, kedisiplinan soal kebersihan di sana tak seperti dugaan, yakni masih terdapat orang-orang yang belum peduli (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Dari sisi pekerja, yang dianggapnya individualis pun tak sepenuhnya benar. Pengalamannya, bosnya pun ingin tahu dan membuka obrolan ketika sepi pelanggan agar tidak kaku dan seperti robot (Anita Aulia Putri/Istimewa)
Anak muda di Jepang cenderung tertutup sama orang asing, tidak akan membuka obrolan. Kalau orang yang sudah dewasa di sana cenderung membuka obrolan terlebih dulu (Anita Aulia Putri/Istimewa)