Dibalik cantiknya panorama dataran tinggi Dieng, tersimpan cerita pilu tentang situs sejarah yang tersisa. Pemerintah Belanda mendata ada 117 candi di deretan pegunungan purba itu. (Erliana Riady/detikcom)
Namun generasi kini, hanya bisa melihat sembilan candi yang masih utuh. Sementara 108 lainnya telah hilang. (Erliana Riady/detikcom)
Beberapa peneliti Belanda menemukan bebatuan andesit candi berada di sepanjang jalan raya Dieng Wetan dan Dieng Kulon. Kemungkinan, masyarakat sekitar mengambil batu-batu itu dari bagian candi untuk dibuat pondasi jalan. (Erliana Riady/detikcom)
Belanda melakukan survey di Dieng pada tahun 1807. Dan semua hasil survey ini didokumentasikan dengan rapih oleh Raffles pada tahun 1814. Pada tahun itu, Belanda melakukan upaya restorasi pada beberapa situs dan candi yang ditemukan di kawasan Dieng. (Erliana Riady/detikcom)
Namun timbul ekses negatif dari adanya restorasi itu. Hasil restorasi, selain menemukan beberapa bagian candi, Belanda juga menemukan ribuan patung. (Erliana Riady/detikcom)
Setelah restorasi besar-besaran dilakukan, barulah Pemerintah Belanda membuka kawasan Dieng sebagai destinasi wisata. Itu terjadi sekitar tahun 1830 dengan nama Dieng Planteu. (Erliana Riady/detikcom)
Kita disajikan jajaran sembilan candi besar yang masih bisa dinikmati hingga saat ini. (Erliana Riady/detikcom)
Yakni Candi Arjuna sebagai candi utama, kemudian satu areal disiitu ada Candi Semar, Srikandi, Sembadra dan Puntadewa. Kemudian dilokasi yang letaknya tidak jauh dari situ, ada Candi Gatotkaca, Bima dan Dwarawati di tiga lokasi berbeda. (Erliana Riady/detikcom)
Sampai saat ini, beberapa peneliti masih sering menemukan situs berupa patirtan atau pondasi candi. Namun Pemerintah Indonesia belum juga melakukan langkah lebih lanjut untuk membuka tabir sejarah temuan baru itu. (Erliana Riady/detikcom)