Foto: Sungai Purba Zaman Kenozoikum di Belitung

Inilah Tebat Rasau, sebuah sungai yang terletak di Simpang Renggiang, Belitung Timur, Pulau Belitung (Shinta Angriyana/detikcom)


Masa kenozoikum merupakan era yang terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu. Di masa-masa ini, mamalia dan tumbuhan berbiji modern berkembang. Begitu pun dengan munculnya manusia (Shinta Angriyana/detikcom)


Jenis sungai atau rawa purba Tebat Rasau, alluvial juga memiliki ciri khusus. Yakni merupakan habitat alamiah dari ikan hias arwana, ikan ampong dan ikan buntal (Shinta Angriyana/detikcom)


Di saat tertentu, memang kadang sungai memiliki air yang cukup tinggi. Namun kadang juga surut seperti ini (Shinta Angriyana/detikcom)


Jembatan dan pondok dari bambu sudah mulai dibuat (Shinta Angriyana/detikcom)


Tidak jarang, karena nilai sejarahnya, Tebat Rasau juga dikunjungi oleh peneliti dari luar negeri (Shinta Angriyana/detikcom)


Ke depannya, Tebat Rasau akan memiliki beberapa zona untuk destinasi wisata (Shinta Angriyana/detikcom)


Masyarakat pun juga dibina untuk mempelajari informasi yang ada, seperti jenis ikan, tumbuhan dan pengelolaan (Shinta Angriyana/detikcom)


Kini, pemerintah dan warga setempat membangun Tebat Rasau sebagai geosite dan kawasan wisata (Shinta Angriyana/detikcom)

Selain itu, masyarakat juga membuat produksi Teh Pelawan (Shinta Angriyana/detikcom)

Teh pun bisa dipesan, namun hanya dibuat sesuai permintaan saja (Shinta Angriyana/detikcom)

Inilah Tebat Rasau, sebuah sungai yang terletak di Simpang Renggiang, Belitung Timur, Pulau Belitung (Shinta Angriyana/detikcom)
Masa kenozoikum merupakan era yang terjadi sekitar 65 juta tahun yang lalu. Di masa-masa ini, mamalia dan tumbuhan berbiji modern berkembang. Begitu pun dengan munculnya manusia (Shinta Angriyana/detikcom)
Jenis sungai atau rawa purba Tebat Rasau, alluvial juga memiliki ciri khusus. Yakni merupakan habitat alamiah dari ikan hias arwana, ikan ampong dan ikan buntal (Shinta Angriyana/detikcom)
Di saat tertentu, memang kadang sungai memiliki air yang cukup tinggi. Namun kadang juga surut seperti ini (Shinta Angriyana/detikcom)
Jembatan dan pondok dari bambu sudah mulai dibuat (Shinta Angriyana/detikcom)
Tidak jarang, karena nilai sejarahnya, Tebat Rasau juga dikunjungi oleh peneliti dari luar negeri (Shinta Angriyana/detikcom)
Ke depannya, Tebat Rasau akan memiliki beberapa zona untuk destinasi wisata (Shinta Angriyana/detikcom)
Masyarakat pun juga dibina untuk mempelajari informasi yang ada, seperti jenis ikan, tumbuhan dan pengelolaan (Shinta Angriyana/detikcom)
Kini, pemerintah dan warga setempat membangun Tebat Rasau sebagai geosite dan kawasan wisata (Shinta Angriyana/detikcom)
Selain itu, masyarakat juga membuat produksi Teh Pelawan (Shinta Angriyana/detikcom)
Teh pun bisa dipesan, namun hanya dibuat sesuai permintaan saja (Shinta Angriyana/detikcom)