Mereka yang Melestarikan Kostum Reog di Lereng Merapi

Kesenian tarian tradisional reog berkembang di wilayah lereng Gunung Merapi. Itulah yang membuat Suparno, warga Dukuh Gebyok, Desa Samiran, Boyolali menekuni bisnis kostum tari tradisional dan reog. (Ragil Ajiyanto/detikcom)

Ide itu muncul ketika Suparno menjadi ketua paguyuban seni reog di Selo. Dari situ, muncul ide membuat seragam sendiri, karena jika membeli harganya juga tidak murah. (Ragil Ajiyanto/detikcom)

Lama kelamaan, usahanya berkembang. Pesanan pun terus mengalir dari berbagai kelompok kesenian. Tak hanya dari Boyolali, tapi juga dari Kalimantan Timur dan Lampung. (Ragil Ajiyanto/detikcom)

Menurut Suparno, harga yang paling murah itu pakaian gedruk dewasa sebesar Rp 650.000 sampai yang paling mahal Rp 1,5 juta.  (Ragil Ajiyanto/detikcom)

Usaha kostum tari yang diberi nama Merapi Art ini pun terus bertahan hingga kini. Tak hanya kostum, Suparno juga membuat dan mengajarkan tarian kepada siapapun yang mau belajar. (Ragil Ajiyanto/detikcom)

Kesenian tarian tradisional reog berkembang di wilayah lereng Gunung Merapi. Itulah yang membuat Suparno, warga Dukuh Gebyok, Desa Samiran, Boyolali menekuni bisnis kostum tari tradisional dan reog. (Ragil Ajiyanto/detikcom)
Ide itu muncul ketika Suparno menjadi ketua paguyuban seni reog di Selo. Dari situ, muncul ide membuat seragam sendiri, karena jika membeli harganya juga tidak murah. (Ragil Ajiyanto/detikcom)
Lama kelamaan, usahanya berkembang. Pesanan pun terus mengalir dari berbagai kelompok kesenian. Tak hanya dari Boyolali, tapi juga dari Kalimantan Timur dan Lampung. (Ragil Ajiyanto/detikcom)
Menurut Suparno, harga yang paling murah itu pakaian gedruk dewasa sebesar Rp 650.000 sampai yang paling mahal Rp 1,5 juta.  (Ragil Ajiyanto/detikcom)
Usaha kostum tari yang diberi nama Merapi Art ini pun terus bertahan hingga kini. Tak hanya kostum, Suparno juga membuat dan mengajarkan tarian kepada siapapun yang mau belajar. (Ragil Ajiyanto/detikcom)