Potret Sawah Semata Wayang di Tengah Bandara Narita

Tinggal di dekat bandara punya banyak tantangan. Namun, petani ini malah punya sawah di tengah bandara terbesar kedua Jepang (Facebook)

Dahulu, sawah keluarganya merupakan satu dari bagian desa yang dihuni oleh 30 keluarga petani. Kini, sawah milik Takao menjadi satu-satunya yang bertahan di tengah Bandara Narita (Facebook)

Walau tanahnya telah ditawar hingga USD 1 juta atau setara dengan Rp 14,7 miliar, tapi Takao tetap teguh pada pendiriannya. Alhasil, sejumlah tantangan dihadapinya (Facebook)

Untuk mencapai sawah keluarga yang terletak di tengah Bandara Narita, Takao harus mengaksesnya melalui lorong bawah tanah yang berada di bawah landasan pesawat menuju sawahnya. Belum lagi suara bising pesawat yang hilir mudik di kiri kanannya (Facebook)

Semenjak memilih meneruskan perjuangan ayahnya, Takao telah berulangkali menghadapi ancaman pemindahan. Namun, Takao tidak berniat untuk mengendur. Kehadirannya sendiri telah menjadi simbol dari masyarakat sipil, yang mendapat dukungan dari banyak aktivis (Facebook)

Hingga saat ini, Takao masih memilih bertahan dan menggarap sawahnya di tengah Bandara Narita. Ia sendiri hidup dengan menjual produk hasil sawahnya ke sekitar 400 pelanggannya (Facebook)

Tinggal di dekat bandara punya banyak tantangan. Namun, petani ini malah punya sawah di tengah bandara terbesar kedua Jepang (Facebook)
Dahulu, sawah keluarganya merupakan satu dari bagian desa yang dihuni oleh 30 keluarga petani. Kini, sawah milik Takao menjadi satu-satunya yang bertahan di tengah Bandara Narita (Facebook)
Walau tanahnya telah ditawar hingga USD 1 juta atau setara dengan Rp 14,7 miliar, tapi Takao tetap teguh pada pendiriannya. Alhasil, sejumlah tantangan dihadapinya (Facebook)
Untuk mencapai sawah keluarga yang terletak di tengah Bandara Narita, Takao harus mengaksesnya melalui lorong bawah tanah yang berada di bawah landasan pesawat menuju sawahnya. Belum lagi suara bising pesawat yang hilir mudik di kiri kanannya (Facebook)
Semenjak memilih meneruskan perjuangan ayahnya, Takao telah berulangkali menghadapi ancaman pemindahan. Namun, Takao tidak berniat untuk mengendur. Kehadirannya sendiri telah menjadi simbol dari masyarakat sipil, yang mendapat dukungan dari banyak aktivis (Facebook)
Hingga saat ini, Takao masih memilih bertahan dan menggarap sawahnya di tengah Bandara Narita. Ia sendiri hidup dengan menjual produk hasil sawahnya ke sekitar 400 pelanggannya (Facebook)