Mati-matian Fotografer Tanah Lot di Masa Pandemi

Tiba di spot ikonik bertuliskan TANAH LOT, sekumpulan fotografer dengan baju seragam berwarna putih duduk santai.
Para juru foto untuk wisatawan ini kehilangan pandapatan sejak Corona merebak.
Nyoman, seorang fotografer wisata yang sudah 20 tahun mencari nafkah di Pura Tanah Lot Bali mengatakan Pura Tanah Lot sudah beberapa bulan ditutup. Baru dibuka sebulan lalu.
Nyoman bercerita bahwa selama pandemi mereka kembali menjadi petani.
Karena sebelum jadi fotografer, pekerjaan dia memang petani.
Mereka mengaku sejak pandemi maksimal hanya mencetak 10 lembar foto. Padahal 10 lembar foto sebelum pandemi tidak ada apa-apanya.
Sebelum pandemi, wisatawan yang datang bisa mencapai 3-4 ribu orang per hari. Kalau akhir pekan, jumlah turis bisa tembus di angka 8 ribuan.
Dengan tarif foto Rp 20.000 per lembar, para fotografer ini bisa hidup.
Kendati wisatawan sepi, namun fotografer tetap berusaha untuk menawarkan jasa.
Sambil panas-panas, mereka menunjukkan beberapa hasil cetakan yang sudah jadi sebagai contoh.
Entah tertarik atau iba, wisatawan setuju untuk menggunakan jasa fotografer wisata dan hanya mencetak satu lembar. Selebihnya, mereka meminta sang fotografer memotret lewat smartphone canggih mereka.
Para fotografer ini berharap wisatawan bisa datang dengan memperhatikan protokol kesehatan. Mereka juga berharap teman-teman dari luar kota datang liburan ke Bali, khususnya Tanah Lot.