Diketahui, bangunan Stasiun Jatinegara sekarang adalah bangunan kedua yang dibangun. Dulunya, Stasiun Jatinegara berada 600 meter dari lokasi yang sekarang.
Dahulu, nama Stasiun Jatinegara adalah Meester Cornelis. Daerah Meester Cornelis awalnya merupakan tanah milik seorang pemuka agama Kristen Bernama Cornelis van Senen. Setelah meninggal dunia pada 1661, para pengikutnya mengabadikan nama Meester (majikan) Cornelis sebagai nama wilayah bekas properti tanah milik mendiang.
Stasiun Meester Cornelis sendiri diresmikan bersamaan dengan pembukaan jaringan kereta api Batavia (Jakarta)-Meester Cornelis (Jatinegara)-Bekasi pada tanggal 31 Maret 1887 oleh Perusahaan kereta api swasta Bataviaasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSM). Pada tahun 1909, SS membangun sebuah stasiun baru yang letaknya sekitar 600 meter arah ke timur Stasiun Meester Cornelis eks BOSM. Pembangunan stasiun baru tersebut diberitakan surat kabar Het Niews van den Dag voor Nederlandsch Indie edisi 11 Oktober 1909.
Ketika pendudukan Jepang, penamaan wilayah Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara. Ada beberapa pendapat terkait nama Jatinegara. Pertama, karena di daerah tersebut terdapat banyak hutan jati. Kedua, Jatinegara mengacu kepada 'negara sejati' yang dipopulerkan oleh Pangeran Jayakarta. Perubahan nama tersebut pun berdampak terhadap perubahan nama stasiun, yakni Stasiun Jatinegara.
Kini bangunan Stasiun Jatinegara kian modern usai direvitalisasi. Stasiun Jatinegara dibuat dengan gaya arsitektur futuristic modern minimalis, yaitu gaya arsitektur Eropa yang menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Model ini menggantikan capping stasiun lama peninggalan Staatsspoorwegen. Sejumlah fasilitas pendukung untuk para penumpang kereta pun disediakan, mulai dari elevator dan lift yang ramah ibu hamil, anak-anak, dan juga kelompok difabel. Meski begitu, bangunan lawas stasiun ini masih dipertahankan.
Selain penambahan luas pelayanan stasiun, fasilitas ini juga menghilangkan level crossing yang diubah menjadi overpass. Jika selama ini penumpang harus menyeberangi rel jika berpindah peron, maka dengan overpass pengguna jasa lebih mudah dan aman jika melakukan perpindahan peron. Stasiun Jatinegara kini memiliki 8 jalur dan 4 peron. Adapun jalur 1 dan 2 untuk KRL arah Manggarai, jalur 3 dan 4 untuk KAJJ arah Manggarai, jalur 5 dan 6 untuk KAJJ arah Pasar Senen, dan jalur 7 dan 8 untuk KRL arah Pasar Senen.
Sementara itu, bekas bangunan stasiun Jatinegara yang dulu, sekarang digunakan sebagai UPT Resor 1.9 Listrik Aliran Atas Jatinegara. Tidak ada perubahan dalam bentuk bangunan, cuma bagian dalam lebih dimanfaatkan dan dibersihkan demi kenyamanan dan keamanan resor listrik. Dan tidak bisa dimasuki oleh umum.
Sebagai salah satu bangunan yang sarat akan sejarah, Stasiun Jatinegara pun telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Di tengah perubahan zaman dan meningkatnya mobilisasi masyarakat, Stasiun Jatinegara masih berdiri sebagai stasiun yang menjadi penghubung daerah penyangga Ibu Kota dengan Jakarta.