Pabrik kopi ini berlokasi di Dusun Karanganyar Timur Desa Modangan Kecamatan Nglegok. Dengan ketinggian sekitar 800 MDPL, hawa sejuk selalu menyelimuti pengunjung yang datang.
Ketika memasuki areal pabrik, bangunan kuno zaman Belanda masih berdiri kokoh.
Arsitektur Indische Empire style (abad 18-19), mendominasi seluruh bagian bangunan dari pabrik yang didirikan Belanda pada tahun 1874 ini.
Ciri khas arsitektural dari rumah Belanda yang paling nampak adalah penggunaan roof. Selain itu, tampilan muka rumah Belanda eksterior atau fasad yang cenderung simetris, meski ada juga beberapa rumah Belanda yang mengaplikasikan fasad asimetris tersendiri.
Pengelola pabrik kopi saat ini, Herry Noegroho bertutur, seorang Belanda bernama HJ Velsink pada tahun 1874 membuka perkebunan di lereng Gunung Kelud ini. Velsink juga mendirikan perusahaan bernama "Kultur Mij Karanganjar". Sebagai komoditi utama, dipilih kopi jenis Robusta dan cengkeh.
Mesin-mesin pabrik yang diproduksi dengan cap tahun 1843 masih ada, walaupun tidak difungsikan.
Foto: Erliana Riady
Keluarga Herry sengaja tidak merombak bangunan lama agar kesan heritagenya kental terlihat. Ornamen asli bangunan masih terpajang di setiap sudut bangunan.
Sebuah tembok cerobong asap kokoh menjulang, meninggalkan jejak kejayaan pabrik itu pada masanya.
Hingga saat ini, kebun kopi Karanganyar dikelola oleh tiga generasi keluarga Roeshadi. Herry Noegroho sendiri yang mantan Bupati Blitar, kemudian menyerahkan pengelolaan perkebunan ini kepada putranya, Wima Brahmantya. Pada tahun 2016, kebun kopi Karanganyar dibuka sebagai destinasi wisata dengan brand wisata baru "De Karanganjar Koffieplantage".
Selama beberapa puluh tahun, perkebunan dan pabrik kopi ini sering berganti kepemilikan di tangan orang Belanda. Hingga saat perang dunia, Belanda dan sekutunya kalah perang. Sampai saat Indonesia merdeka, terjadilah nasionalisasi perusahaan asing.