Keramahan Malioboro yang Tak Pernah Luntur

Warga menikmati malam Ramadan di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Malioboro menjadi lokasi wisata legendaris di Yogyakarta. Selain tempat wisata, Malioboro sarat akan sejarah sejak zaman kolonial Belanda, zaman kemerdekaan, hingga era modern.

Ada ungkapan bahwa belum ke Jogja kalau belum ke Malioboro' menjadi bukti bahwa Malioboro begitu melekat di Yogyakarta.

Malioboro menjadi pusat ekonomi, pusat budaya, dan pusat segala aktivitas bagi masyarakat Yogyakarta, dari pedagang kecil, tukang becak, sampai muda-mudi.

Kini, Malioboro sudah ditata di mana tidak ada pedagang kaki lima di sepanjang jalan tersebut.

Dalam bahasa Sansekerta, kata 'malioboro' bermakna karangan bunga. Ada pendapat bahwa nama Malioboro berasal dari kata Marlborough-gelar Jenderal John Churchill (1650-1722) dari Inggris. Namun pendapat ini disanggah dengan adanya bukti sejarah bahwa jalan Malioboro sudah ada sejak berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat.

Malioboro menjadi bagian dari garis lurus imajiner antara Pantai Parangtritis, Keraton Yogyakarta, sampai Gunung Merapi.

Malioboro sebagai jalan yang penuh makna filosofis akan kembali ditata sehingga tidak hanya digunakan sebagai pusat perbelanjaan saja. Malioboro menyimpan banyak kisah dan sejarah yang bisa memantik siapa saja yang melaluinya untuk merenungi kehidupan.

Warga menikmati malam Ramadan di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Malioboro menjadi lokasi wisata legendaris di Yogyakarta. Selain tempat wisata, Malioboro sarat akan sejarah sejak zaman kolonial Belanda, zaman kemerdekaan, hingga era modern.
Ada ungkapan bahwa belum ke Jogja kalau belum ke Malioboro menjadi bukti bahwa Malioboro begitu melekat di Yogyakarta.
Malioboro menjadi pusat ekonomi, pusat budaya, dan pusat segala aktivitas bagi masyarakat Yogyakarta, dari pedagang kecil, tukang becak, sampai muda-mudi.
Kini, Malioboro sudah ditata di mana tidak ada pedagang kaki lima di sepanjang jalan tersebut.
Dalam bahasa Sansekerta, kata malioboro bermakna karangan bunga. Ada pendapat bahwa nama Malioboro berasal dari kata Marlborough-gelar Jenderal John Churchill (1650-1722) dari Inggris. Namun pendapat ini disanggah dengan adanya bukti sejarah bahwa jalan Malioboro sudah ada sejak berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat.
Malioboro menjadi bagian dari garis lurus imajiner antara Pantai Parangtritis, Keraton Yogyakarta, sampai Gunung Merapi.
Malioboro sebagai jalan yang penuh makna filosofis akan kembali ditata sehingga tidak hanya digunakan sebagai pusat perbelanjaan saja. Malioboro menyimpan banyak kisah dan sejarah yang bisa memantik siapa saja yang melaluinya untuk merenungi kehidupan.