Potret Masjid Bersejarah di Garut, Pernah Digempur Gerombolan DI/TII!

Garut menyimpan saksi bisu sejarah yang masih terawat hingga kini. Kini lokasi itu menjadi pesantren.

Bekas peluru penggempuran DI/TII pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di masjid Pesantren Cipari Garut.

Dijelaskan Nasyrul Fuad, pengurus Masjid Al Syuro Cipari, waktu awal-awal pergerakan kemerdekaan Indonesia, ketika SI mulai berkembang dari Solo ke Jawa Barat, Garut menjadi salah satu wilayah dengan pengikut Sarekat Islam yang luar biasa.

Bangunan di belakang bernama Masjid Al-Syuro Cipari. Tempat musyawarah itu dulunya masjid kecil dan hanya mampu menampung sekitar 30 orang saja.

Cipari menjadi salah satu basis pergerakan SI. Kata Nasyrul, kawasan Masjid Al Syuro Cipari sering menjadi tempat konferensi tingkat nasional sampai wilayah.

Sebetulnya, kata Nasyrul, kasus DI/TII itu pertama kali terjadi di wilayah Garut. Pergolakan yang ada di Makassar-Aceh itu setelah Garut bergejolak.

“Ada pun para tokoh DI/TII terutama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo karena sama-sama dari SI, dulu itu sudah biasa ke Cipari sini,” kata dia.

Namun ketika Kartosoewirjo ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), KH Yusuf, sesepuh yang menjadi penasihat dia saat masa pergerakan kemerdekaan di Cipari, berpendapat bahwa untuk saat ini belum saatnya mendirikan negara Islam.

Karena perbedaan pendapat antara KH Yusuf dan Kartosoewirjo maka terjadilah konflik. Ia berpendapat bahwa Aceh dan Makassar sudah mengimaminya, maka di Garut jangan ada benih ketidaksepakatan.

“Saat konflik sampai ada 52 serangan ke sini, kecil dan besar. Besar ada tiga kali. Mereka gerombolan DI/TII, karena di Garut timur ini jadi basisnya,” tegas Nasyrul.

DI/TII menyerang kawasan Pesantren Cipari menggunakan senjata api bahkan senjata berat. Masyarakat mampu bertahan dengan bantuan keamanan desa yang dipersenjatai.

Apa alasan DI/TII menyerang komplek Masjid Al Syuro Cipari? Nasyrul menjelaskan tentang alasan DI/TII menyerang Masjid Al Syuro Cipari. Selain ketidaksepahaman, pihak Kartosoewirjo tak lagi didukung materi oleh warga sana.

“Gerombolan itu menyerang sini karena pada awalnya masyarakat mendukung DI/TII lewat iuran-sumbangan, tapi di saat gerakan mereka dianggap menyalahi lalu terjadi perampokan hingga penggeledahan, mengambil harta, maka kata KH Yusuf itu sudah keluar dari nilai Islam,” terang Nasyrul.

“Akhirnya banyak masyarakat mengungsi ke sini dan berhentilah dukungan ke DI/TII hingga membuat marah. Alhamdulillah gedung masjid selamat, tapi rumah-rumah dari 52 dibumihanguskan, tinggal rumah belakang yang utuh,” imbuh dia.

Masjdi Al Syuro Cipari yang pernah digempur DI/TII.

Garut menyimpan saksi bisu sejarah yang masih terawat hingga kini. Kini lokasi itu menjadi pesantren.
Bekas peluru penggempuran DI/TII pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di masjid Pesantren Cipari Garut.
Dijelaskan Nasyrul Fuad, pengurus Masjid Al Syuro Cipari, waktu awal-awal pergerakan kemerdekaan Indonesia, ketika SI mulai berkembang dari Solo ke Jawa Barat, Garut menjadi salah satu wilayah dengan pengikut Sarekat Islam yang luar biasa.
Bangunan di belakang bernama Masjid Al-Syuro Cipari. Tempat musyawarah itu dulunya masjid kecil dan hanya mampu menampung sekitar 30 orang saja.
Cipari menjadi salah satu basis pergerakan SI. Kata Nasyrul, kawasan Masjid Al Syuro Cipari sering menjadi tempat konferensi tingkat nasional sampai wilayah.
Sebetulnya, kata Nasyrul, kasus DI/TII itu pertama kali terjadi di wilayah Garut. Pergolakan yang ada di Makassar-Aceh itu setelah Garut bergejolak.
“Ada pun para tokoh DI/TII terutama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo karena sama-sama dari SI, dulu itu sudah biasa ke Cipari sini,” kata dia.
Namun ketika Kartosoewirjo ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), KH Yusuf, sesepuh yang menjadi penasihat dia saat masa pergerakan kemerdekaan di Cipari, berpendapat bahwa untuk saat ini belum saatnya mendirikan negara Islam.
Karena perbedaan pendapat antara KH Yusuf dan Kartosoewirjo maka terjadilah konflik. Ia berpendapat bahwa Aceh dan Makassar sudah mengimaminya, maka di Garut jangan ada benih ketidaksepakatan.
“Saat konflik sampai ada 52 serangan ke sini, kecil dan besar. Besar ada tiga kali. Mereka gerombolan DI/TII, karena di Garut timur ini jadi basisnya,” tegas Nasyrul.
DI/TII menyerang kawasan Pesantren Cipari menggunakan senjata api bahkan senjata berat. Masyarakat mampu bertahan dengan bantuan keamanan desa yang dipersenjatai.
Apa alasan DI/TII menyerang komplek Masjid Al Syuro Cipari? Nasyrul menjelaskan tentang alasan DI/TII menyerang Masjid Al Syuro Cipari. Selain ketidaksepahaman, pihak Kartosoewirjo tak lagi didukung materi oleh warga sana.
“Gerombolan itu menyerang sini karena pada awalnya masyarakat mendukung DI/TII lewat iuran-sumbangan, tapi di saat gerakan mereka dianggap menyalahi lalu terjadi perampokan hingga penggeledahan, mengambil harta, maka kata KH Yusuf itu sudah keluar dari nilai Islam,” terang Nasyrul.
“Akhirnya banyak masyarakat mengungsi ke sini dan berhentilah dukungan ke DI/TII hingga membuat marah. Alhamdulillah gedung masjid selamat, tapi rumah-rumah dari 52 dibumihanguskan, tinggal rumah belakang yang utuh,” imbuh dia.
Masjdi Al Syuro Cipari yang pernah digempur DI/TII.