Meriahnya Festival Reba di Taman Mini Indonesia Indah

Sejumlah warga dari Komunitas Masyarakat Ngada mengikuti Festival Reba di Anjungan NTT,  Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Sabtu (18/2/2023). Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta kembali merayakan pesta adat dan ritus agama asli yang disebut Reba.

Pesta Reba seyogyanya merupakan upacara syukur masyarakat Ngada, di Flores, Nusa Tenggara Timur atas penyelenggaraan Dewa zeta Nitu zale, yaitu kepada Wujud Tertinggi yang dipercayai masyarakat Ngada pada ribuan tahun silam.  

Sebagai perayaan syukur, Reba biasanya dirayakan pada Januari-Februari, bertepatan dengan musim hujan dan angin. 

Tanggal pelaksanaan ritus Reba ditentukan berdasarkan kalender adat yang disebut paki sobhi (tahun sisir) atas petunjuk seorang Mori kepo vesu (pemgang adat istiadat) sebagai pihak yang berwenang.

Kendati berbeda-beda dari satu suku atau kelompok masyarakat di Ngada, perayaan Reba umumnya memiliki tiga tahap utama, yakni Kobe Dheke, Kobe dhai, dan Kobe Su’i. Setiap tahap memiliki tiga elemen tetap yaitu doa (kena Ine Ema), kurban (dhi fedhi nee puju pia), dan perjamuan (ka maki reba/toka wena ebu) atau makan bersama.

Simbol utama perayaan Reba adalah Uwi atau Ubi, yang diyakini sebagai roti kehidupan manusia. Ubi yang diserukan namanya dan dipuji-puji pada perayaan Reba lewat tarian tanda O Uwi merupakan personifikasi seorang tokoh mitologis perempuan, seorang utusan dari Wujud Tertinggi bagi manusia dan secara khusus menyimbolkan seorang pribadi yang mengurbankan hidupnya agar sesamanya dapat hidup sejahtera.
Selain dimeriahkan dengan tarian ja’i, yaitu tarian adat masyarakat Ngada yang kini populer di kalangan masyarakat NTT, perayaan Reba juga dipenuhi dengan berbagai macam pata dela (petuah nan bijak Sang Leluhur) atau lese dhe peda pawe (penyampaian pesan kebijaksanaan hidup).
Melalui penyampaian petuah dan kebijaksanaan hidup itu, masyarakat Ngada yang terlibat dalam perayaan Reba melakukan otokritik, penyadaran diri, dan menarasikan nilai-nilai kehidupan yang patut dipertahankan dari konteks riil kehidupan yang terjadi sepanjang tahun yang telah lewat dan harapan akan tahun yang akan datang.
Perayaan Reba sebenarnya merupakan perayaan simbolis dari rancang bangun religiusitas Orang Ngada, rancang bangun dari relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya.
Perayaan ini merupakan perayaan kehidupan Orang Ngada,” ujar Romo Edu Dopo, perwakilan Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta.
Sejumlah warga dari Komunitas Masyarakat Ngada mengikuti Festival Reba di Anjungan NTT,  Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Sabtu (18/2/2023). Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta kembali merayakan pesta adat dan ritus agama asli yang disebut Reba.
Pesta Reba seyogyanya merupakan upacara syukur masyarakat Ngada, di Flores, Nusa Tenggara Timur atas penyelenggaraan Dewa zeta Nitu zale, yaitu kepada Wujud Tertinggi yang dipercayai masyarakat Ngada pada ribuan tahun silam.  
Sebagai perayaan syukur, Reba biasanya dirayakan pada Januari-Februari, bertepatan dengan musim hujan dan angin. 
Tanggal pelaksanaan ritus Reba ditentukan berdasarkan kalender adat yang disebut paki sobhi (tahun sisir) atas petunjuk seorang Mori kepo vesu (pemgang adat istiadat) sebagai pihak yang berwenang.
Kendati berbeda-beda dari satu suku atau kelompok masyarakat di Ngada, perayaan Reba umumnya memiliki tiga tahap utama, yakni Kobe Dheke, Kobe dhai, dan Kobe Su’i. Setiap tahap memiliki tiga elemen tetap yaitu doa (kena Ine Ema), kurban (dhi fedhi nee puju pia), dan perjamuan (ka maki reba/toka wena ebu) atau makan bersama.
Simbol utama perayaan Reba adalah Uwi atau Ubi, yang diyakini sebagai roti kehidupan manusia. Ubi yang diserukan namanya dan dipuji-puji pada perayaan Reba lewat tarian tanda O Uwi merupakan personifikasi seorang tokoh mitologis perempuan, seorang utusan dari Wujud Tertinggi bagi manusia dan secara khusus menyimbolkan seorang pribadi yang mengurbankan hidupnya agar sesamanya dapat hidup sejahtera.
Selain dimeriahkan dengan tarian ja’i, yaitu tarian adat masyarakat Ngada yang kini populer di kalangan masyarakat NTT, perayaan Reba juga dipenuhi dengan berbagai macam pata dela (petuah nan bijak Sang Leluhur) atau lese dhe peda pawe (penyampaian pesan kebijaksanaan hidup).
Melalui penyampaian petuah dan kebijaksanaan hidup itu, masyarakat Ngada yang terlibat dalam perayaan Reba melakukan otokritik, penyadaran diri, dan menarasikan nilai-nilai kehidupan yang patut dipertahankan dari konteks riil kehidupan yang terjadi sepanjang tahun yang telah lewat dan harapan akan tahun yang akan datang.
Perayaan Reba sebenarnya merupakan perayaan simbolis dari rancang bangun religiusitas Orang Ngada, rancang bangun dari relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya.
Perayaan ini merupakan perayaan kehidupan Orang Ngada,” ujar Romo Edu Dopo, perwakilan Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta.