Menyaksikan Tari Sufi, Tarian Religius Penuh Makna

Amr el-Toney, di tengah atas, pendiri kelompok tari darwis Mawlawiyah, mengarahkan para darwis dari Kelompok Tari Warisan Mesir Al-Tannoura, selama pertunjukan keagamaan untuk menandai bulan suci Ramadhan di istana kuno Pangeran Taz di Kairo, Mesir, Rabu(29/9/2023). Pria berpeci merah tinggi dengan kostum putih-putih lebar seperti sedang mengenakan rok dan terus berputar-putar tanpa henti, maka itulah yang dinamakan Tarian Sufi.
Tarian Sufi atau dalam bahasa Inggris disebut Dervishes Whirling lahir di Turki, tepatnya dari kota Konya, bekas ibu kota Kesultanan Seljuk. Penciptanya adalah Jalaluddin Rumi, seorang penyair sekaligus filsuf tersohor yang hidup di abad ke-13.
 
Jalaluddin Rumi menciptakan tarian ini untuk mengekspresikan kesedihannya saat ditinggal mati oleh sang guru yang bernama Syamsuddin Tabriz. Selama 3 hari 3 malam, Rumi menari berputar-putar untuk meluapkan kesedihannya, sekaligus mendekatkan diri kepada sang pencipta.
 
Tarian Sufi memang bisa dilakukan sebagai bentuk lain meditasi. Meditasi yang dilakukan melalui tarian Sufi ini memiliki kaitan yang erat dengan ajaran Tasawuf.
 
Dalam tarian ini, para penari diharapkan dapat mengalami pengalaman spiritual dan melebur bersama sang Ilahi. Untuk itu, mereka juga diharapkan bisa mencapai kesempurnaan iman dengan cara menanggalkan ego dan hasrat pribadi.
 
Setiap gerakan yang dilakukan selama penari melakukan Tarian Sufi memiliki filosofi tersendiri. Ada gerakan dimana tangan dibuka, sementara tangan satunya menutup. Itu bermakna ketika kita bersedekah dengan tangan kanan, tangan kiri tidak boleh mengetahuinya.
 
Tangan menengadah juga sebagai bentuk meminta dan mendapat hidayah dari Tuhan. Gerakan berputar yang dilakukan oleh para penari ini juga menyimbolkan rangkulan kemanusiaan dengan cinta yang juga melambangkan putaran alam semesta dan putaran tawaf di Ka'bah.
 
Amr el-Toney, di tengah atas, pendiri kelompok tari darwis Mawlawiyah, mengarahkan para darwis dari Kelompok Tari Warisan Mesir Al-Tannoura, selama pertunjukan keagamaan untuk menandai bulan suci Ramadhan di istana kuno Pangeran Taz di Kairo, Mesir, Rabu(29/9/2023). Pria berpeci merah tinggi dengan kostum putih-putih lebar seperti sedang mengenakan rok dan terus berputar-putar tanpa henti, maka itulah yang dinamakan Tarian Sufi.
Tarian Sufi atau dalam bahasa Inggris disebut Dervishes Whirling lahir di Turki, tepatnya dari kota Konya, bekas ibu kota Kesultanan Seljuk. Penciptanya adalah Jalaluddin Rumi, seorang penyair sekaligus filsuf tersohor yang hidup di abad ke-13. 
Jalaluddin Rumi menciptakan tarian ini untuk mengekspresikan kesedihannya saat ditinggal mati oleh sang guru yang bernama Syamsuddin Tabriz. Selama 3 hari 3 malam, Rumi menari berputar-putar untuk meluapkan kesedihannya, sekaligus mendekatkan diri kepada sang pencipta. 
Tarian Sufi memang bisa dilakukan sebagai bentuk lain meditasi. Meditasi yang dilakukan melalui tarian Sufi ini memiliki kaitan yang erat dengan ajaran Tasawuf. 
Dalam tarian ini, para penari diharapkan dapat mengalami pengalaman spiritual dan melebur bersama sang Ilahi. Untuk itu, mereka juga diharapkan bisa mencapai kesempurnaan iman dengan cara menanggalkan ego dan hasrat pribadi. 
Setiap gerakan yang dilakukan selama penari melakukan Tarian Sufi memiliki filosofi tersendiri. Ada gerakan dimana tangan dibuka, sementara tangan satunya menutup. Itu bermakna ketika kita bersedekah dengan tangan kanan, tangan kiri tidak boleh mengetahuinya. 
Tangan menengadah juga sebagai bentuk meminta dan mendapat hidayah dari Tuhan. Gerakan berputar yang dilakukan oleh para penari ini juga menyimbolkan rangkulan kemanusiaan dengan cinta yang juga melambangkan putaran alam semesta dan putaran tawaf di Kabah.