Destinasi Sederhana Namun Pemasukan ke Warungnya Luar Biasa

Perjalanan ke Waduk Greneng dari pusat Kota Blora berkisar 30 menit.

Jadi, Waduk Greneng tak hanya menjadi destinasi wisata alam yang gratis, atau tanpa tiket masuk, tapi di sana juga memiliki beberapa desa unggulan agrowisata Blora.

Kembali ke Waduk Greneng, destinasi ini memang tak sepopuler Waduk Tempuran yang memiliki restoran khusus ikan bakar. Namun, di lokasi ini juga memiliki fasilitas yang sama, namun lebih tradisional.

Warga memancing di tengah Waduk Greneng.

Saat detikTravel datang, sudah ada dua keluarga besar yang sedang menikmati ikan bakar dan membuka bekal di bawah pohon seri atau kersen yang rindang. Mereka menikmati suasana akhir pekan yang sederhana di tengah cuaca terik.

Ikan nila segar yang dibudidayakan di Waduk Greneng.

Sekilas pandang, Waduk Greneng sudah kehilangan setengah debit airnya. Kemarau panjang membuat para traveler datang memancing hingga ke tengah waduk.

Membahas soal kang sampan berpendapatan satu juta per hari, bernama Sujedi. Ia pula pencetus nama Puncak Asmoro, bukit yang berada di belakang warungnya.

Ini spot Cemoro 7 yang terbengkalai. Salah satu penjaja jasa sampan dapat meraup keuntungan sampai Rp 1 juta per hari dengan rute dari warungnya sampai ke lokasi.

Namun, umur spot Cemoro 7 tidaklah lama. Pengelolaan dan transparansi pemasukan yang buruk membuat anggota pengurusnya menghilang satu per satu hingga terbengkalai.

Sementara itu, Puncak Asmoro berada di belakang warung Sujedi, dikatakannya adalah perwujudan dari gunung wurung. Kata dia, itu adalah perwujudan gunung yang belum jadi seutuhnya.

Traveler bermain sampan di Waduk Greneng di depan Warung Sujedi.

Kini, Sujedi menuai berkah. Ia yang menamai Puncak Asmoro agar traveler berdatangan (podo moro) menjadi kenyataan. Ia membuat gazebo kecil di atas warung dan menanam pohon seri agar warungnya terasa teduh.

Perjalanan ke Waduk Greneng dari pusat Kota Blora berkisar 30 menit.
Jadi, Waduk Greneng tak hanya menjadi destinasi wisata alam yang gratis, atau tanpa tiket masuk, tapi di sana juga memiliki beberapa desa unggulan agrowisata Blora.
Kembali ke Waduk Greneng, destinasi ini memang tak sepopuler Waduk Tempuran yang memiliki restoran khusus ikan bakar. Namun, di lokasi ini juga memiliki fasilitas yang sama, namun lebih tradisional.
Warga memancing di tengah Waduk Greneng.
Saat detikTravel datang, sudah ada dua keluarga besar yang sedang menikmati ikan bakar dan membuka bekal di bawah pohon seri atau kersen yang rindang. Mereka menikmati suasana akhir pekan yang sederhana di tengah cuaca terik.
Ikan nila segar yang dibudidayakan di Waduk Greneng.
Sekilas pandang, Waduk Greneng sudah kehilangan setengah debit airnya. Kemarau panjang membuat para traveler datang memancing hingga ke tengah waduk.
Membahas soal kang sampan berpendapatan satu juta per hari, bernama Sujedi. Ia pula pencetus nama Puncak Asmoro, bukit yang berada di belakang warungnya.
Ini spot Cemoro 7 yang terbengkalai. Salah satu penjaja jasa sampan dapat meraup keuntungan sampai Rp 1 juta per hari dengan rute dari warungnya sampai ke lokasi.
Namun, umur spot Cemoro 7 tidaklah lama. Pengelolaan dan transparansi pemasukan yang buruk membuat anggota pengurusnya menghilang satu per satu hingga terbengkalai.
Sementara itu, Puncak Asmoro berada di belakang warung Sujedi, dikatakannya adalah perwujudan dari gunung wurung. Kata dia, itu adalah perwujudan gunung yang belum jadi seutuhnya.
Traveler bermain sampan di Waduk Greneng di depan Warung Sujedi.
Kini, Sujedi menuai berkah. Ia yang menamai Puncak Asmoro agar traveler berdatangan (podo moro) menjadi kenyataan. Ia membuat gazebo kecil di atas warung dan menanam pohon seri agar warungnya terasa teduh.