Mengintip Museum Makanan Menjijikkan Jerman, Ada Durian hingga Bayi Tikus

Museum Makanan Menjijikkan di Berlin tidak cocok untuk mereka yang berjiwa lembut. Pendapat itu diungkapkan secara terbuka oleh direkturnya saat menunjukkan penis banteng yang diletakkan di piring makan, bayi tikus yang diawetkan dalam arak beras, dan babi guinea goreng di sebuah pameran pada Jumat (12/4).

Belalang dikelompokan sebagai makanan yang menjijikkan. Musuem tersebut menampilkan 90 koleksi makanan menjijikkan dari seluruh dunia.

Durian yang populer di Indonesia dan Asia Tenggara dikelompokan sebagai makanan menjijikkan karena aromanya yang tajam.

Jengger ayam yang banyak dikonsumsi di Jerman, Republik Ceko, Italia, dan Prancis turut dipajang museum tersebut. Makanan-makanan tersebut tampak eksotis bagi sebagian orang dan menggugah selera bagi sebagian lainnya.

Penis banteng, yang dikonsumsi di China. 

Anggur tikus atau bayi tikus, yang dikonsumsi di China. 

Tujuan museum ini adalah untuk menunjukkan “bahwa rasa jijik itu sangat beragam” dan bahwa hal itu mungkin tidak terlalu “menjijikkan” ketika seseorang benar-benar “berurusan dengan produk atau subjeknya."

Museum Makanan Menjijikkan di Berlin tidak cocok untuk mereka yang berjiwa lembut. Pendapat itu diungkapkan secara terbuka oleh direkturnya saat menunjukkan penis banteng yang diletakkan di piring makan, bayi tikus yang diawetkan dalam arak beras, dan babi guinea goreng di sebuah pameran pada Jumat (12/4).
Belalang dikelompokan sebagai makanan yang menjijikkan. Musuem tersebut menampilkan 90 koleksi makanan menjijikkan dari seluruh dunia.
Durian yang populer di Indonesia dan Asia Tenggara dikelompokan sebagai makanan menjijikkan karena aromanya yang tajam.
Jengger ayam yang banyak dikonsumsi di Jerman, Republik Ceko, Italia, dan Prancis turut dipajang museum tersebut. Makanan-makanan tersebut tampak eksotis bagi sebagian orang dan menggugah selera bagi sebagian lainnya.
Penis banteng, yang dikonsumsi di China. 
Anggur tikus atau bayi tikus, yang dikonsumsi di China. 
Tujuan museum ini adalah untuk menunjukkan “bahwa rasa jijik itu sangat beragam” dan bahwa hal itu mungkin tidak terlalu “menjijikkan” ketika seseorang benar-benar “berurusan dengan produk atau subjeknya.