Masjid Agung Bente dibangun tahun 1401 oleh Haji Pada, seorang petualang yang terdampar di Kaledupa, salah satu pulau besar di tenggara Pulau Wangi-wangi. Cerita tutur yang diwariskan leluhur Kaledupa menyebutkan tidak ada yang tahu nama asli Haji Pada. Dalam bahasa lokal, pada berarti alang-alang. Sebelum mendirikan masjid, Haji Pada melaksanakan salat di atas alang-alang kering. Versi lain menyebutkan pada adalah sebutan untuk Padang. Jadi Haji Pada berasal dari Padang.
Pada titik tengah di dalam bangunan masjid terdapat tanda khusus yang sampai sekarang masih dijaga keasliannya. Diriwayatkan, titik tengah tersebut merupalkan lokasi pemakaman hidup-hidup seorang putri dengan baju kebesaran setempat. Pemakaman terjadi jauh sebelum pembangunan masjid dimulai. Ada mitos, masjid sempat tiga kali direnovasi, tapi tiga penggagas renovasi menemui ajal dengan sebab tak diketahui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pintu dan jendela masjid bersejarah berukuran kecil ini berjumlah tujuh belas yang melambangkan jumlah kewajiban rakaat salat yang harus dipenuhi setiap muslim. Sedangkan, anak tangga menuju halaman masjid berjumlah tujuh yang menurut informasi berhubungan dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat, yaitu empat melambangkan tingkatan manusia dan tiga lainnya melambangkan unsur pengawal raja.
Masih berkaitan dengan sejarah, letak masjid di sebuah bukit tidak luas tapi memiliki panorama memikat. Sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam dapat kita menyaksikan keindahan alam sekitar masjid. Lembah di sekitar bukit berselimut beragam pepohonan rimbun yang berjejer hingga ke pantai pun dapat kita nikmati dari atas bukit ini. Keindahan perairan Kaledupa yang biru dan desiran ombaknya bisa kita nikmati dari teras masjid.
Pulau Kaledupa memiliki segalanya. Dasar laut yang indah, dan menjadi destinasi selam internasional, sekujur pulau yang kaya peninggalan sejarah, serta budaya masyarakatnya yang beragam. Masjid Agung Bente telah mengalami renovasi. Semula, masjid beratap alang-alang dengan satu tiang penyangga. Setelah terjadi kebakaran, atap masjid diganti seng dan tiang penyangga ditambah menjadi empat. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur.
Pemugaran pertama dilakukan tahun 1990 silam, tetapi pengubahan pondasi dilakukan sejak 1980-an. Lima tahun setelah pemugaran pertama, dilakukan lagi renovasi kedua. Kini, kondisi fisik Masjid Agung Bante memprihatinkan. Keinginan untuk mempertahankan bentuk asli masjid, menyebabkan struktur dan kayu yang menopang masjid terus dimakan usia.
Sebagai satu dari 10 Top Destinasi Prioritas, Wakatobi yang merupakan kependekan dari nama empat pulau besar; Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongkomemberikan banyak pilihan tema wisata kepada pengunjung. Masjid Agung Bante adalah bagian dari tema wisata sejarah dan reliji di Wakatobi.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan Indonesia harus memiliki theme park berskala internasional di seluruh dari 10 Top Destinasi Prioritas. Pembangunan theme park bisa dimulai dari mana saja, seperti Wakatobi, Borobudur, Tanjung Lesung, Tanjung Kelayang, Labuan Bajo, Morotai, Gunung Bromo, Danau Toba, dan Kepulauan Seribu.
Theme Park tidak harus sejarah dan reliji, tetapi juga budaya dan kekuatan atraksi lainnya. Menpar Arief Yahya mengatakan bahwa khusus Wakatobi bisa melakukannya menyusul terbentuknya Badan Otorita Pariwisata (BOP). Kehadiran theme park dipastikan akan membuat Wakatobi memiliki kekuatan untuk menjadi destinasi internasional. (adv/adv)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum