Mbah Yem, Nenek 70 Tahun Penjual Nasi Kucing di Klaten

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Desi Dwistratanti Sumadio|48336|JATENG & DIY|47

Mbah Yem, Nenek 70 Tahun Penjual Nasi Kucing di Klaten

- detikTravel
Senin, 22 Agu 2011 12:48 WIB
Jawa Tengah -

Langit kemerahan menyambut sore di Klaten. Perut pun sudah terasa lapar, dan kami berhenti sejenak di kawasan Matahari Plasa Klaten. Di kawasan ini banyak warung yang menyajikan jajanan dan makanan khas Klaten, Mesjid Raya Klaten yang dulunya adalah penjara berlokasi tepat di belakangnya. Setelah berkeliling warung yang berjejer di area ini, entah kenapa pilihan tertuju kepada seorang nenek yang berjualan di pojokan emperan toko.

Mbah 'Yem, begitu orang-orang menyapanya, siapa sangka dia sudah berumur 70 tahun. Rambutnya memang sudah memutih, tapi senyumnya membuat dia tampak segar melayani kami berempat walaupun hari sudah gelap. Sambil menghidangkan makanan, Mbah 'Yem bercerita tentang kuatnya keinginan untuk berdagang, bahkan sampai sekarang saat usianya memasuki 70 tahun.

Lima puluh tahun dia habiskan hidupnya berjualan nasi, nasi kucing, nasi sambel bawang, nasi sambel tempe, gorengan, dan es teh. Mbah 'Yem berjualan setiap hari di pojokan emperan yang sama dari jam 12 siang sampai semua jualannya habis. Setiap harinya Mbah 'Yem menjual sekitar 100 bungkus nasi yang harganya Rp1.500,00 per bungkus, gorengan Rp500,00 per buah, dan es teh Rp1.000 per gelas. Penghasilan yang didapatnya sekitar Rp50.000,00–Rp70.000,00 per hari. "Ya Mbah semua yang masak, ga ada yang bantu. Mbah ini ruso (kuat)! Sama kayak Mbah Marijan!" spontan kami tertawa mendengar celetuk Mbah ‘Yem. Sebelum memulai berjualan di emperan toko di area Matahari Plasa Klaten, Mbah ‘Yem menjajakan makanan dengan berkeliling menggendong dagangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Daripada ga punya apa-apa, mending Mbah kerja. Dulu waktu masih gadis, jadi buruh tani, macul-macul, terus keliling kemana-mana ikut orang, Surabaya, Bandung, Bali, jualan obralan kain, jualan roti, semua dikerjain. Kalo ga kayak gini, mau kerja apa toh. Mbah ga mau minta sama anak, kalo bisa orangtua itu ngasi anak"

Begitulah luar biasanya semangat seorang Mbah 'Yem. Sekian lama dia berjualan nasi, baru satu kali tidak berjualan itupun pada saat anaknya menikah. "Hujan, bulan puasa, sakit, pokoknya Mbah tetep jualan, ga pernah enggak kok."

Pada saat ingin membayar makanan, Saya menolak kembalian yang diberikan Mbah 'Yem, namun reaksi Mbah 'Yem membuat Saya terkejut. “Ga Mbak, ga mau, ga mau, ini ambil Mbak kembaliannya, gapapa yo Mbak.” Saya pun memeluk dan mencium pipinya, Mbah 'Yem tertawa lebar dan matanya berkaca-kaca. Sebelum pamit pulang, saya sempatkan mengambil gambar bersama Mbah 'Yem.

"Ini difoto dibawa kesana Mbak? Waduuhhh Mbaaak, aku jelek lho.."

Sore itu, pertemuan dengan Mbah ‘Yem mengajarkan kami paparan lain dari perjuangan dan semangat hidup. Semoga Mbah ‘Yem selalu dilimpahi kesehatan, rezeki dan kebahagiaan dalam hidupnya, semoga tawanya selalu ada di sana. Usianya boleh renta, tetapi hatinya sungguh mulia.

 
(gst/gst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads