Ibu Wania adalah seorang pengrajin nentu di Desa Korihi. Nentu adalah tanaman jalar, mirip dengan rotan, yang dapat dijalin menjadi berbagai bentuk misalnya tudung saji, tas, tempat minum, dll. Beliau belajar keterampilan ini di tahun 1986. Setelah siap produksi, beliau mulai sibuk mencari pasar dengan cara ikut pameran. Di tahun 1992, Ibu Wania menerima Upakarthi di istana dan dihadiri Presiden Suharto. Sekarang beliau turut membina kelompok pengrajin nentu di desa Korihi dan aktif menjualkan produknya. Saat kami temui, Ibu Wania sedang mengerjakan 14 tudung saji seharga 700 ribu rupiah per buahnya. Angka yang mengagumkan bagi seorang wanita sederhana di sebuah desa kecil.
Sedang Ibu Wa Opa, adalah penenun Desa Masalili yang menjadi pelopor kelompok tenun Baru Mekar. Demi menemukan pasar untuk kain tenunnya, beliau merantau sampai di Kendari. Usaha beliau membuahkan hasil dan bertemu dengan Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional). Sekarang Ibu Wa Opa dan kelompoknya menjual hasil tenunan mereka secara regular kepada Dekranas Kendari. Harga kain tenun berkisar 350 ribu rupiah per helai . Angka yang lebih dari cukup untuk hidup di desa Masalili. Sayangnya kemarin, kami hanya bertemu dengan Ibu Mariam dan seorang gadis kecil bernama Ain. Yang meskipun masih muda, tapi sudah berpikir untuk memberdayakan dirinya lewat kerajinan tenun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(gst/gst)
Komentar Terbanyak
Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila
Warga Harap Wapres Gibran Beri Solusi Atasi Banjir Bali
Belum Dibayar, Warga Sekitar Sirkuit Mandalika Demo-Tagih ke ITDC