Pesona Sungai di Kota Seribu Sungai

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pesona Sungai di Kota Seribu Sungai

- detikTravel
Senin, 31 Jan 2011 13:46 WIB
Kalimantan Selatan - Apa yang terpikir kalau mendengar kata Kalimantan? Mungkin hutan Kalimantan dan salah satunya adalah sungai. Iya, Kalimantan yang saya tangkap definisinya sama dengan Kalimantan yang diterjemahkan orang kebanyakan. Oleh karena itu, saat ajakan dari sebuah mailing list untuk bergabung mengarungin Sungai Amandit, di daerah Kalimantan tepatnya di Loksado, saya mengiyakan saja tanpa berpikir panjang.

Kami terbagi dari 2 kloter, ada yang berangkat sore hari jam 6, dan ada yang berangkat malam hari. Di Bandara Syamsudin Noor sudah menunggu, tuan rumah, Anas yang akan mengantarkan kami ke penginapan. Penginapan sederhana di Lambung Mangkurat, Banjarmasin walau sederhana tempat ini tepat untuk dijadikan tempat istirahat semalam, cukup nyaman.

Jam 6 pagi, kami semua sudah bersiap diangkut dengan dua unit minibus, dan akan mampir dahulu di Mesjid Agung Al Karomah, di kota Martapura karena bertepatan hari itu adalah hari Raya Idul Adha. Kota Martapura sendiri adalah kota pengrajin intan dan perhiasan khas Kalimantan lainnya. Toko-toko perhiasan menghiasi sekeliling area masjid, sayang karena bertepatan dengan hari Raya maka hampir semua toko tersebut tutup. Selesai Sholat Ied, kami melanjutkan perjalanan kembali, dan waktu makan siang kami lewatkan di Kandangan, kota kecil yang mempunyai menu khas ketupat kandangan, kupat kandangan sama seperti ketupat diJakarta, kupat berkuah santan hanya lauknya adalah telor asin dan ikan khas Kandangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puas makan siang, kami lanjutkan perjalanan dengan sedikit tegang karena jalanan menuju Loksado adalah jalanan trans kota antara Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, mulai memasuki kota Loksado pemandangan alam mulai kelihatan indahnya, sisi mempesona dari pegunungan Meratus mulai memanggil saya.

Tiba di Loksado, perbehentian minibus tepat didepan sungai yang sangat jernih, sungai Amandit, sungai yang disekelilingnya adalah hutan dan hidup suku Dayak Meratus. Setelah meletakkan barang-barang di base camp, rumah salahsatu guide kami disana, kami dianjurkan untuk segera menuju sungat Amandit. Saya sih membayangkan rafting yang nyaman dengan perahu karet besar, tetapi ternyata? kami hanya menggunakan sekitar 10-20 bambu ukuran sedang yang disatukan dan diikat dengan tali dan hanya boleh dinaiki oleh 3 orang sudah termasuk skippernya. Jangan bayangkan peralatan dan skipper nya menggunakan alat-alat safety yang sesuai prosedur, semua menggunakan bamboo. Setelah semua peserta siap di rakit masing-masing, kami mulai mengambil posisi mengamankan diri. Dengan cekatan skipper mengiringin kami mengarungin aliran sungai Amandit yang cukup deras, bebatuan besar maupun kecil terkadang mengganjal laju rakit kami tetapi skipper yang handal membuat pengarungan sungai tetap aman. Se lama 2.5 jam mengarungin sungai Amandit, pemandangan yang kami temui luar biasa, bagaimana melihat kehidupan social suku dayak dipinggir sungai. Ditemanin dengan arus, dan suara burung, menambah perjalanan mengarungin sungai Amandit sangat setimpal dengan perjalanan 6 jam dari Banjarmasin ke Loksado. Buat yang suka tantangan, pengarungan sungai Amandit menggunakan ban dalam mobil bisa dicoba, sepertinya lebih memacu adrenalin. Saya sempat melihat beberapa orang asing mencobanya dan mereka menikmatinya sedangkan bagi yang hobby fotography saya rasa tidak akan rugi mengexplore daerah ini.

Pengarungan sungai Amandit selesai tepat waktu, dan dengan biaya perakit 200 ribu, saya merasa tidak menyesal karena tantangannya beda dengan yang diberikan rafting ala kota. Kami menginap dirumah-rumah warga Loksado, karena penginapan satu-satunya yang berada tepat disisi sungai Amandit, Wisma Loksado sudah full. Untuk makan sederhana di Loksado, bisa didapat dengan 10 ribu per porsi cukup menyenangkan.

Bangun dipagi hari, kami diarahkan oleh guide kami untuk menyusuri desa suku dayak Meratus, jalan jauh menuju hutan lebat Kalimantan. Rute yang dipilih adalah rute yang cukup memutar dikarenakan tujuan utama trekking ini sebenarnya adalah air terjun Haratai, yang bisa dicapai dari Loksado dengan melalui jalan umum bukan hutan. Perjalanan menyusuri hutan Meratus dengan medannya yang berliku dan naik turun, tidak membuat saya putus asa, apalagi disepanjang hutan disambut senyuman dari suku dayak dan dapat melihat berbagai binatang hutan, termasuk babi yang sudah menjadi piaraan bagi semua suku dayak meratus.

Akhirnya kami sampai di air terjun Haratai, air terjun yang menjadi obyek wisata utama di Loksado dipenuhi banyak warga sekitar. Air terjun setinggi 2.5 meter ini memang menakjubkan, derasnya air tidak berhenti mengalir dari pegunungan Meratus. Airnya jernih dan dingin sekali, saya sendiri tidak berani menyeburkan diri karena arusnya cukup deras. Saya hanya melihat sekitar dan memandangin rekan-rekan lain yang asyik berenang atau bermain air. Pulang dari air terjun, kami sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan, alternative kembali menuju Loksado adalah ojek motor, jangan samakan ojek motor di Jakarta dengan di Loksado, beda medan beda track dan beda pengemudinya. Disini motor bebek digunakan untuk transportasi dijalan yang berliku, terjal, naik turun dan kondisi tanah merah. Harga transportasi ini cukup murah hanya Rp. 25 ribu saja.

Setelah semua berkumpul, kami harus segera kembali ke Banjarmasin untuk tujuan selanjutnya dikeesokan hari yaitu menyusuri sungai Lok Baintan. Yang special dari Lok Baintan adalah pasar terapung tradisional yang masih bertahan diderasnya kehidupan modernisasi di Banjarmasin.

Perjalanan ke Lok Baintan dimulai pagi hari dengan berjalan kaki dari penginapan. Disisi sungai, sudah menunggu perahu yang akan mengantar kami mengarungin sungai Lok Baintan. Awalnya perjalanan ini cukup membosankan karena air sungai nya beda dengan sungai Amandit, air sungai dikota Banjarmasin sudah kotor dan keruh, dan saya tetap tidak bisa membayangkan masih banyak masyarakat Banjarmasin yang menggantungkan hidupnya dari air sungai ini untuk sekedar mandi, mencuci pakaian bahkan air minum. Diujung perjalanan, kami menemukan suatu keramaian yah itulah pasar terapung Lok Baintan yang sudah ramai dengan serbuan pedagangan menggunakan perahu-perahu kecil. Sama seperti dipasar darat, pembeli dan penjual kebanyakan adalah wanita. Yang dijual kebanyakan adalah hasil bumi warga setempat, tetapi ada juga yang menjual sarapan pagi, seperti pagi ini saya mencoba kue pukis yang dijual seorang ibu dari perahu kecilnya. Sekitar jam 9 pagi keramaian pasar Lok Baintan mulai pudar, dan k ami mulai keilangan jejak para pedagang terapung. Kami lalu menuju rumah makan untuk mencicipi soto banjar yang terkenal itu.

Rute Lok Baintan bukanlah rute sungai terakhir yang kami kunjungin, karena ada satu sungai lagi yang cukup terkenal diKalimantan Selatan, yaitu Barito. Sungai Barito adalah sungai terpanjang di Kalimantan Selatan dan mempunyai jembatan Barito yang cukup khas. Di jembatan Barito, banyak orang mengunjungin entah itu untuk berfoto dijembatannya atau hanya sekedar menghabiskan akhir pekan, karena dijembatan ini tersedia banyak tukang makanan dan minuman kaki lima. Keramaian ini membuat suasana jembatan seperti obyek wisata. Hawa panas tidak menyurutkan beberapa fotographer yang bergabung di trip ini untuk mengambil angle foto yang tepat. Yah, akhirnya berlibur bukan hanya suatu pilihan dengan berbelanja atau sight seeing tetapi menyusuri setiap sungai mengingatkan saya bahwa air adalah mata kehidupan sama seperti di Kalimantan, air menjadi denyut nadi dari hidup mereka dan saya bersyukur masih bisa mendapatkan air bersih di Jakarta. Yukk hemat air bersih :)

(vrt/vrt)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads