Eat, Pray, Love dan Ketut Liyer

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Eat, Pray, Love dan Ketut Liyer

- detikTravel
Selasa, 10 Jan 2012 16:03 WIB
Indonesia, Bali, ubud - "Apa pun yang kamu lakukan dalam hidupmu, lakukan satu per satu. Dari situ, kamu akan menemukan harmoni dalam hidup." Itulah kata-kata yang meluncur dari mulut Ketut Liyer pagi itu.

Siapa yang tidak kenal Ketut Liyer? Seorang tokoh penting di buku Eat, Pray, Love. Guru spiritual yang mampu mengubah cara pandang dan hidup seorang Elizabeth Gilbert. Seorang sederhana yang gemar tertawa jenaka.

Buku Eat, Pray, Love dibuat pada tahun 2006 dan disusul dengan filmnya yang terkenal dibintangi Julia Robert pada tahun 2010. Seorang guru spiritual yang ditemui Liz di Bali telah mengubah haluan hidupnya. Ketut Liyer adalah penyeimbang jiwa Liz yang kini dikenal seantero dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah hidup seorang jurnalis wanita di Amerika yang berakhir bahagia sepertinya menarik minat banyak wanita di hampir seluruh dunia. Banyak yang datang ke sana dan berharap mendapat kisah yang berakhir indah seperti Liz. Tidak heran jika kebanyakan dari pengunjung Ketut Liyer adalah wanita. Rata-rata mereka berumur sekitar 20-40 tahun.

Seperti saat detikTravel berkunjung ke rumahnya, menjelang Tahun Baru 2012 lalu. Di pagi yang tenang itu, saya melihat para turis sudah memadati bagian dalam komplek rumah beliau. Mereka duduk menunggu sambil berbincang dalam suara rendah. Mereka seakan tidak ingin mengganggu kekhusyukan antara Ketut dan pasiennya.

Ketut Liyer sendiri adalah seorang pria yang tidak lagi muda. Umurnya 98 tahun, sudah senja. Namun tawa renyah dan canda jenakanya mampu membuat sosoknya terlihat jauh lebih muda dari umur aslinya. Meski giginya sudah banyak yang hilang, tapi beliau masih senang bercanda dan menggoda.

Ikat kepala udeng putih, baju biru, kain batik dan kalung batu membalut tubuhnya hari itu. Suara tawanya yang khas mengisi perbincangan kami di teras rumah khas Bali pada pagi yang cerah. Sambutan hangat mengawali pertemuan kami, seperti seorang kakek yang bertemu cucunya. Beliau tersenyum, mempersilakan saya duduk di tikar anyaman tempat beliau duduk, lalu menatap mata dan bertanya mengenai kabar saya.

Kakek yang baru-baru ini sembuh dari penyakit batu ginjal ini langsung semangat ketika ditanya mengenai Eat, Pray, Love. Tidak bisa dipungkiri, buku itu telah berjasa membuat dirinya terkenal di seluruh dunia. Sampai saat ini, beliau masih membawa serta cetakan pertama buku itu yang diberikan langsung oleh Liz.

Hubungan si kakek dan Liz tidak berhenti sampai di situ, Liz masih suka mengirimkan surat kepada kakek Ketut. Beberapa waktu yang lalu, sebuah surat dikirimkan untuk kakek. Liz menanyakan kabar kakek yang sedang sakit dan Liz juga tetap mendoakan guru spiritualnya itu dengan tulus.

Hal lucu terjadi pada saat sang kakek menanyakan lambang 'love' yang digambar oleh Liz di surat itu. Dengan polos kakek bertanya mengenai lambang tersebut. Saya menjawab bahwa itu berarti cinta dan kakek Liyer seperti kaget.

"Love? Cinta? Dengan kakek? Tidak mungkin kan? Hehehe..." ucap beliau dan diakhiri dengan terkekeh.

Saya yang sudah tergagap kebingungan menjawab, perlahan ikut terkekeh. Begitulah sang kakek, gemar bercanda dan tertawa. Surat yang dikirim Liz tidak cuma itu saja, ada beberapa surat sebelumnya. Selain itu, Liz juga mengirimkan lonceng kepada sang kakek. Dari situ juga, saya mengetahui episode terbaru dari kehidupan Liz yang belum ada di novel dan filmnya.

Liz kini sudah menikah dan memiliki seorang putri, kata Ketut Liyer. Apakah sang suami adalah pria yang menjadi kekasihnya saat di Bali? Ketut Liyer tidak ingat karena faktor usia yang juga menggerogoti kemampuan memorinya. Yang jelas, suami Liz mengantar hadiah lonceng itu langsung kepada Ketut Liyer.

Lonceng ini biasa dibunyikan sambil membaca mantra kebaikan. Pada kesempatan itu, saya diperdengarkan bagaimana kakek membacakan mantra sambil membunyikan lonceng. Bunyi yang dihasilkan lonceng ini cukup berbeda dengan lonceng lain. Suaranya merdu di awal dan meninggalkan lengking di akhir dan terus berulang tanpa jeda. Hal ini dikarenakan cara membunyikannya yang berbeda, tidak digoyang melainkan diputar. Selesai mengucap mantra sambil memutar lonceng, kakek pun menjelaskan isi mantra tersebut.

"Tadi isinya, kata-kata suci untuk kamu. Supaya kamu bersih, menjadi baik dan sehat," ujar kakek sambil menepuk-nepuk lembut bahu saya. Saya pun mengucap terima kasih dengan syahdu.

Gerakan dan kata-kata kakek tergolong pelan dan lembut, hal ini membuat saya bertanya-tanya, apakah karena pengaruh umurnya yang sudah senja. Pertanyaan saya seperti terbaca oleh kakek. Dengan senyum, beliau mengelus lengan saya dengan tangannya yang lembut dan berkata,

"Manusia harus fokus dalam hidupnya. Tidak bisa terburu-buru. Harus dipikirkan matang-matang," ucap kakek yang memulai wejangannya. "Dari pikiran matang itu, nanti jadi sesuatu yang baik," tutur sang kakek sambil menatap mata saya dalam-dalam dan saya pun mengangguk paham.
(gst/gst)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads