Napoli atau dikenal juga dengan nama Naples adalah kota terbesar ketiga di Italia dan metropolitan kedua setelah Milan. Kota Napoli ini didirikan antara abad ketujuh atau keenam SM oleh orang-orang Yunani. Napoli sendiri berasal dari kata Neapolis yang berarti kota baru.
Kesan pertama yang ditangkap ketika pertama kali melihat Napoli sama seperti yang tertangkap kamera di film Eat, Pray, Love yang diperankan Julia Robert. Di film itu kota Napoli adalah deretan apartemen-apartemen lawas di gang-gang sempit dengan jemuran baju yang berkibar di antara jendela-jendela apartemen.
Sore itu kami baru dalam hitungan jam menginjak tanah Italia. Cuaca di Napoli terasa hangat di musim semi. Kami masih mencari-cari lokasi penginapan Six Small Room yang lokasinya memang susah ditemukan. Bertanya ke beberapa orang dan petugas kepolisian, kami malah makin tersesat.
Di tengah jalan kami melihat dua orang anak perempuan sedang bermain sepeda. Rupanya dua gadis kecil itu mengerti bahasa Inggris namun tidak begitu tahu lokasi penginapan. Mereka antusias ingin membantu dan berteriak menanyakan lokasi alamat kepada neneknya yang berada di lantai dua apartemen. Ternyata sang nenek juga tidak tahu.
Berburu Pizza
Kami menemukan lokasi penginapan di deretan apartemen kuno setelah menemukan sebuah piazza dengan deretan warung. Ternyata penginapan yang direkomendasikan banyak situs wisata di internet itu letaknya cukup tersembunyi di dalam gang.
Tidak salah kalau penginapan itu banyak direkomendasikan para pelancong backpacker di internet. Penginapan yang dimiliki pasangan Italia dan Australia ini memang sangat nyaman dan bersih. Dinding ruang makan dan TV tamu dihiasi mural berwarna-warni khas Italia. Ruangan untuk tidur bersih. Tersedia pula wifi gratis.
Buat pelancong yang senang berinteraksi dengan orang lain, tinggal di penginapan seperti ini dijamin bikin betah. Beberapa pelancong sangat betah dan tinggal di penginapan itu sampai tiga bulan lamanyaβ¦.
Tempat untuk berinteraksi dengan sesama pelancong ada di ruang TV dan dapur. Dapur tersedia di dekat ruang makan. Setiap pagi disediakan sarapan gratis ala Eropa yang lengkap. Mereka bahkan menyediakan kelas memasak buat pelancong yang berminat.
Bicara soal masakan dan kuliner, Napoli termasuk surga kuliner Italia. Dalam kisah Eat, Pray, Love, Elizabeth Gilbert sempat bepergian ke Napoli untuk menjajal kenikmatan kuliner Napoli.
Di hari pertama itu setelah mandi di penginapan kami langsung berburu pizza. Di hari Minggu itu kami menemukan sebuah kedai pizza di dalam sebuah gang yang cukup sempit. Pizza di daerah Napoli memang beda dengan pizza dari Florence atau Roma. Pizza Napoli lebih tebal dari Roma. Tetapi tentu tidak setebal pizza ala Amerika yang terkenal itu. Rasanya, hmmm⦠memang lezat pizza dengan keju mozarela dan tomat yang kami pesan.
Ketika menunggu pizza matang, terdengar suara musik arak-arakan karnaval. Hari Minggu itu adalah hari Minggu Palem, satu minggu sebelum perayaan Paskah. Tampaknya arak-arakan itu untuk merayakan Minggu Palem.
Dalam agama Kristen Minggu Palem itu masuk dalam rangkaian perayaan Paskah untuk memperingati Yesus yang masuk ke kota Yerusalem seminggu sebelum disalibkan. Ketika itu masyarakat Yerusalem menyambut Yesus dengan lambaian daun palem.
Di gereja dalam perayaan Minggu Palem itu biasaya umat membawa pulang daun palem untuk dipasang di salib di rumah. Namun di Italia bukan daun palem yang dibawa pulang melainkan seranting kecil pohon zaitun.
Main Bola di Mal
Kelezatan pasta kami nikmati keesokan harinya saat makan siang di sebuah restoran bernama Verginielo. Restoran ini ada di tengah pemukiman penduduk di Capri. Sebagian besar pengunjung restoran ini adalah penduduk lokal. Pasta seafood dan risotto restoran ini ternyata begitu lezat dan tak ada yang menyamai di daerah lain di Italia.
Mumpung sedang di Napoli, kami juga mengunjungi stadion sepak bola. Tak disangka, sebulan setelah kunjungan kami ini, Napoli ternyata menjuarai Coppa Italia tahun 2012. Stadion Napoli tampak terbuka dari luar. Penjaganya dengan baik hati mempersilakan kami untuk masuk. Tak ada tiket masuk seperti ketika kami masuk ke stadion San Siro di Milan.
Stadion Napoli memang tak semewah San Siro. Bahkan mungkin bangku-bangku dan bangunannya agak mirip dengan Gelora Bung Karno. Tetapi ketika melihat hijaunya rumput stadion Napoli, kelihatanlah bedanya. Rumput stadion Napoli tampak lebih hijau dan terawat.
Dari hasil bincang-bincang dengan penjaga penginapan, kami disarankan untuk mengunjungi sebuah mal di tengah kota Napoli. Bangunan ini bukan mal biasa karena disain bangunannya yang kuno, indah mengagumkan. Kemewahan disain mal-mal di Jakarta rasanya belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mal di Napoli ini.
Di dekat atrium tampak sedang ada syuting fesyen. Di tengah atrium tampak lukisan di lantai. Ternyata setelah dicermati lukisan itu adalah lukisan 12 zodiak.
Menikmati sore di mal, anak-anak lelaki Napoli tampak bermain sepak bola. Mal ini memang luas dan bermain bola tampaknya tak dilarang.
Kami asyik menikmati sore itu dengan duduk-duduk memandang lalu lalang masyarakat di kafe tak jauh dari atrium. Sore kami jadi lebih sempurna berkat tegukan coffee latte atau cappuccino asli Italia yang rasanya tiada duanya. Ini benar-benar liburan yang menyenangkan!
(gst/gst)
Komentar Terbanyak
Mengenal Kereta Lambat yang Dinaiki Kim Jong Un ke China
10 Negara yang Mengeluarkan Travel Warning ke Indonesia karena Demo
Profil Menteri Haji Era Presiden Prabowo, Gus Irfan yang Hobi Sepedaan