Asyiknya Gowes di Antara Batu Cadas Lembah Harau
Senin, 23 Nov 2020 09:38 WIB

DEDY NURDA
Jakarta - Bersepeda di antara dinding-dinding tebing cadas di Lembah Harau, Sumatera Barat, sungguh pengalaman yang amat memukau dan tak terlupakanPeluh bercucuran dan detak jantung berdegup kencang. Nafas tersengal, namun kayuhan kaki bagai tak mau berhenti, malah bergerak makin cepat seiring putaran roda. Tanjakan curam didepan terlihat masih panjang, membuat gelombang aliran adrenalin dari otak semakin terasa mengucur deras.Ruas jalan yang bagai gelombang turun naik diseberang, tampak bagai ular raksasa yang membelit dinding tebing cadas yang tampak kokoh bagai benteng raksasa yang menghitam.Beratnya medan pendakian tak mampu menyurutkan semangat yang terus membara, apalagi ditingkahi oleh sorak sorai kawan-kawan sesama komunitas bersepeda "Team Manganyuah" (Tim Mengayuh) yang sudah terlebih dahulu sampai dipuncak tanjakkan, seolah memberi suntikan tenaga untuk terus mengayuh pedal sepeda ini.Tak peduli sepeda merk apa dan harganya berapa. Karena kepuasan dan kebanggaan tertinggi adalah disaat bisa membuktikan bahwa dengan keyakinan dan semangat yang membara, mampu menaklukan tanjakan curam yang terbentang didepan mata.Maka tatkala putaran roda persis menapak dipuncak pendakian, sebuah kebanggaan akan sebuah pencapaian akan berpadu dengan bonus pemandangan alam nan teramat indah luar biasa dari kawasan Geopark Lembah Harau nan memikat, eksotis serta magis ini.Tak ada kegiatan yang lebih mengasyikkan yang dapat dilakukan di hari Minggu pagi, selain dari berolahraga bersama di alam terbuka dengan sepeda seperti sekarang ini. Apalagi jika kegiatan bersepeda yang sedang Γ’β¬Εnaik daunΓ’β¬ semenjak pandemi Covid-19 merebak ini, dilakukan bersama keluarga, pasangan atau komunitas di lokasi yang melegenda seperti Kawasan Lembah Harau yang sejuk dan bebas dari polusi ini.Tebing-tebing batu granit terjal yang berwarna coklat kemerah-merahan dan sebagian laginya tampak menghitam, berketinggian beragam antara 100 meter hingga 200 meter, berderet seolah membentuk satu barisan.Di kiri-kanan jalan yang terjepit diantara dua celah tebing cadas itu, tumbuh pohon-pohon berusia tua yang menjadi bagian dari hutan purba yang menghijau, menjadi santapan yang menyejukan mata dan menambah tenaga buat kayuhan sepanjang perjalanan.Ada begitu banyak spot-spot foto yang sungguh aduhai bagi para pecandu fotografi maupun para Γ’β¬ΕhambaΓ’β¬ media sosial untuk memuaskan hasrat narsisnya untuk dipajang dilaman Γ’β¬ΕstoryΓ’β¬ mereka di jejaring sosial yang dimiliki.ΓΒ Namun bagi kami para Γ’β¬ΕgoweserΓ’β¬, berfoto bersama sepeda tunggangan dengan latar belakang pemandangan alam, tentu saja adalah pilihan yang terbaik.Ada begitu banyak pilihan spot alam, dimulai dari gugusan tebing-tebing batu cadas yang curam dan menghitam, dengan kemiringan nyaris 90 derajat menjulang ke langit dengan kabut tipis dipuncaknya.Belum lagi hamparan sawah dibawah lembah dengan pondok-podok tempat berteduh, dan beberapa rumah-rumah penduduk yang bercorak tradisionil Minang terlihat begitu kontras dan terlalu kecil jika dibandingkan dengan tebing tinggi yang megah dan menggetarkan hati tatkala mata memandangnya.Bukan hanya sampai disitu saja, jika kita susuri tebing batu ini dari hulu ke hilir, maka akan ada spot air terjun alam yang akan kita temui. Sarasah Bunta dan Sarasah Aia Luluih, dua nama air terjun populer diantara beberapa air yang terjun yang terdapat dikawasan ini, dari ketinggian lebih dari 100 meter di puncak tebing batu ini, menjatuhkan airnya ke kolam di bawahnya dengan menyebarkan titik-titik embun bagai hujan gerimis di area sekitarnya karena tertiup angin.Lokasi ini adalah titik peristirahatan yang terbaik untuk melepas lelah, setelah tadi sepanjang perjalanan menguras tenaga dan memeras keringat. Maka rasakanlah, tatkala tetesan embun dari bulir-bulir air yang diterbawa angin yang menerpa wajah, dijamin akan membasuh semua kelelahan dan jerih payah.Tanggung-tanggung basah, tak jarang ada yang kemudian tak tahan untuk segera menceburkan diri kedalam kolam, yang airnya sangat bening dan dingin itu memantulkan bayangan bebatuan didasarnya yang berwarna kuning keemasan.Inilah gambaran dari Lembah Harau, sebuah desa kecil yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota, 18 kilometer dari Kota Payakumbuh, atau sekitar 4 jam perjalanan dari kota Padang, ibukota Sumatera Barat.Maka tak salah, Lembah Harau yang kini jadi tujuan favorit wisatawan lokal dan nusantara, serta menjadi buruan para pecinta fotografi, olahraga bersepeda, lintas alam maupun penggemar olahraga di alam terbuka lainnya ini, memang layak dinobatkan sebagai salah satu lembah yang terindah dan patut dijuluki sebagai Γ’β¬ΕGrand CanyonΓ’β¬nya Indonesia.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum