Rabu, 25 Nov 2020 12:37 WIB
D'TRAVELERS STORIES
Gowes di Antara Tebing Cadas di Lembah Harau
DEDY NURDA
d'Traveler
detikTravel Community - Di Lembah Harau, traveler akan bersepeda di antara dinding-dinding tebing cadas. Sumatera Barat menyuguhkan pengalaman yang amat memukau dan tak terlupakan.Peluh bercucuran dan detak jantung berdegup kencang. Nafas tersengal, namun kayuhan kaki bagai tak mau berhenti, malah bergerak makin cepat seiring putaran roda. Tanjakan curam didepan terlihat masih panjang, membuat gelombang aliran adrenalin dari otak semakin terasa mengucur deras.Ruas jalan yang bagai gelombang turun naik di seberang, tampak bagai ular raksasa yang membelit dinding tebing cadas yang tampak kokoh bagai benteng raksasa yang menghitam.Beratnya medan pendakian tak mampu menyurutkan semangat yang terus membara, apalagi ada sorak sorai kawan-kawan sesama komunitas bersepeda yang sudah terlebih dahulu sampai dipuncak tanjakan. Itu seolah memberi suntikan tenaga untuk terus mengayuh pedal sepeda ini.Tak peduli sepeda merk apa dan harganya berapa. Karena kepuasan dan kebanggaan tertinggi adalah di saat bisa membuktikan bahwa dengan keyakinan dan semangat yang membara, mampu melewati tanjakan curam yang terbentang di depan mata.Maka tatkala putaran roda persis menapak di puncak pendakian, sebuah kebanggaan akan sebuah pencapaian akan berpadu dengan bonus pemandangan alam nan teramat indah luar biasa dari kawasan Geopark Lembah Harau nan memikat, eksotis serta magis ini.Tak ada kegiatan yang lebih mengasyikkan yang dapat dilakukan di hari Minggu pagi, selain dari berolahraga bersama di alam terbuka dengan sepeda seperti sekarang ini. Apalagi jika kegiatan bersepeda yang sedang naik daun semenjak pandemi COVID-19 merebak ini, dilakukan bersama keluarga, pasangan atau komunitas di lokasi yang melegenda seperti Kawasan Lembah Harau yang sejuk dan bebas dari polusi ini.Tebing-tebing batu granit terjal yang berwarna coklat kemerah-merahan dan sebagian laginya tampak menghitam, berketinggian beragam antara 100 meter hingga 200 meter, berderet seolah membentuk satu barisan.Di kiri-kanan jalan yang terjepit di antara dua celah tebing cadas itu, tumbuh pohon-pohon berusia tua yang menjadi bagian dari hutan purba yang menghijau. Itulah santapan yang menyejukan mata dan menambah tenaga buat kayuhan sepanjang perjalanan.Ada begitu banyak spot-spot foto yang sungguh aduhai bagi para pecandu fotografi maupun para hamba media sosial untuk memuaskan hasrat narsisnya untuk dipajang dilaman story mereka di jejaring sosial yang dimiliki.Namun bagi kami para goweser, berfoto bersama sepeda tunggangan dengan latar belakang pemandangan alam, tentu saja adalah pilihan yang terbaik.Ada begitu banyak pilihan spot alam, dimulai dari gugusan tebing-tebing batu cadas yang curam dan menghitam, dengan kemiringan nyaris 90 derajat menjulang ke langit dengan kabut tipis dipuncaknya.Belum lagi hamparan sawah dibawah lembah dengan pondok-podok tempat berteduh, dan beberapa rumah-rumah penduduk yang bercorak tradisionil Minang terlihat begitu kontras dan terlalu kecil jika dibandingkan dengan tebing tinggi yang megah dan menggetarkan hati tatkala mata memandangnya.Bukan hanya sampai disitu saja, jika kita susuri tebing batu ini dari hulu ke hilir, maka akan ada spot air terjun alam yang akan kita temui. Ada Sarasah Bunta dan Sarasah Aia Luluih, dua nama air terjun populer di antara beberapa air yang terjun yang terdapat dikawasan ini.Ketinggian air terjun ini lebih dari 100 mete. Puncak tebing batu ini menjatuhkan airnya ke kolam di bawahnya dengan menyebarkan titik-titik embun bagai hujan gerimis di area sekitarnya karena tertiup angin.Lokasi ini adalah titik peristirahatan yang terbaik untuk melepas lelah, setelah tadi sepanjang perjalanan menguras tenaga dan memeras keringat. Maka rasakanlah, tatkala tetesan embun dari bulir-bulir air yang diterbawa angin yang menerpa wajah, dijamin akan membasuh semua kelelahan dan jerih payah.Tanggung basah, tak jarang ada yang kemudian tak sabar untuk segera menceburkan diri kedalam kolam. Airnya sangat bening dan dingin itu memantulkan bayangan bebatuan didasarnya yang berwarna kuning keemasan.Inilah gambaran dari Lembah Harau, sebuah desa kecil yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Lima Puluh Kota. Letaknya 18 kilometer dari Kota Payakumbuh atau sekitar 4 jam perjalanan dari Kota Padang, ibu kota Sumatera Barat.Maka tak salah, Lembah Harau yang kini jadi tujuan favorit wisatawan lokal dan nusantara, serta menjadi buruan para pecinta fotografi, olahraga bersepeda, lintas alam maupun penggemar olahraga di alam terbuka lainnya.Lembah Harau memang layak dinobatkan sebagai salah satu lembah yang terindah dan patut dijuluki sebagai Grand Canyon-nya Indonesia.