Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara

Dodi Wijoseno - detikTravel
Sabtu, 26 Jan 2019 13:39 WIB
loading...
Dodi Wijoseno
Bagian depan Vihara Lalitavistara dengan latar belakang menara Pagoda bertingkatnya
Bangunan Klenteng bersejarah di bagian dalam kompleks Vihara Lalitavistara
Pura Segara, satu-satunya Pura di wilayah Jabodetabek yang ada di tepi pantai
Bagian dalam Masjid Al Alam Cilincing. Masjid ini ditetapkan menjadi Cagar Budaya Pemprov DKI karena tingginya nilai sejarahnya
Prosesi Upacara Kuningan di Pura Dalem Purnajati Tanjung Puri-Cilincing Jakarta
Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara
Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara
Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara
Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara
Memupuk Toleransi dengan Wisata Keliling Jakarta Utara
Jakarta - Memupuk rasa toleransi bisa traveler mulai dengan berwisata ke berbagai tempat ibadah di Jakarta Utara. Kita bisa belajar soal sejarah juga di sini.Para traveler, khususnya yang tinggal di seputar Jakarta, jika belum memiliki rencana untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, ada salah satu alternatif untuk menikmati akhir pekan dengan efektif yaitu dengan wisata Kebhinekaan.Dengan kegiatan wisata ini, selain bisa belajar tentang tempat-tempat bersejarah di kota Jakarta, kita juga bisa belajar untuk semakin memperdalam rasa toleransi di antara sesama umat beragama.Saya berkesempatan untuk mengikuti wisata Kebhinekaan di wilayah Cilincing, Jakarta Utara yang diadakan oleh komunitas Wisata Kreatif Jakarta, pada hari Sabtu tanggal 5 Januari 2019 yang lalu, dipandu oleh Ibu Ira dari tim Wisata Kreatif Jakarta sebagai pemandu wisatanya.Dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta, karya A. Heuken Sj, Jakarta, dalam perjalanan panjangnya sebagai sebuah kota, ada banyak hal yang yang mewarnai sejarah maupun kehidupannya sekarang: Ada Tugu Hindu, Gereja Belanda untuk orang-orang Portugis beragama Protestan, Mesjid, Klenteng Tionghoa.ebagai kota Pelabuhan, Jakarta sudah bercorak internasional sejak masih disebut Sunda Kelapa. Sejak berabad-abad yang lalu orang dari berbagai macam latar belakang suku, budaya dan agama sudah berinteraksi di tempat ini dan dalam sejarah kota ini orang-orang dalam berbagai macam latar belakang tersebut berinteraksi dengan damai dan tanpa prasangka (A. Heuken Sj, 1997: 13).Interaksi sejak berabad-abad yang lalu tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Salah satu tempat di Jakarta yang sedikit banyak bercerita tentang interaksi keberagaman itu ada di wilayah Cilincing Jakarta Utara.Cilincing, wilayah di pesisir Jakarta Utara-yang dalam kesehariannya hiruk-pikuk dengan kepadatan kendaraan-kendaraan berat pengangkut petikemas, memiliki beberapa rumah peribadatan dalam lokasi yang relatif berdekatan. Hal ini membuktikan bahwa toleransi itu sudah lama ada dan tetap bertahan hingga hari ini.Beberapa rumah Ibadat ada di wilayah ini, seperti: Gereja Tugu, Gereja Katolik Salib Suci, Vihara Lalitavistara, Pura Segara, Masjid Al Alam Cilincing, Pura Dalem Purna Jati dan lain-lain. Beberapa di antara rumah Ibadah itu bahkan ada yang sudah berusia ratusan tahun dan menjadi Cagar Budaya DKI Jakarta.Dalam tulisan ringan ini akan membahas pengalaman mengikuti walking tour pada tanggal 5 Januari 2019 yang lalu ke lokasi rumah-rumah Peribadatan: Vihara Lalitavistara, Pura Segara, Masjid Al Alam Cilincing, dan Pura Dalem Purna Jati Tanjung Puri Cilincing.1. Vihara LalitavistaraTempat peribadatan pertama yang dikunjungi adalah sebuah Klenteng yang disebut-sebut sebagai salah satu Kelenteng yang tertua di Jakarta. Klenteng ini telah dikembangkan dengan bangunan Vihara yang disebut dengan nama Vihara Lalitavistara. Terletak di Jl. Cilincing Lama I No.5 RT.7/RW.4, Cilincing, Jakarta Utara.Dalam Buku Tempat-Tempat bersejarah di Jakarta dituliskan bahwa pada abad ke-16 secara berkala Banten disinggahi oleh pedagang-pedagang Tionghoa yang menjadi saingan kuat pedagang-pedagang Portugis, Belanda dan Inggris di sana (A. Heuken, Sj, 1997: 173). Pedagang dan pelaut dari Tionghoa tersebut tentu pernah singgah dan berlabuh di wilayah-wilayah pesisir Pulau Jawa, salah satunya adalah wilayah Cilincing.Menurut penuturan pengurus Vihara yang memandu kami, para pedagang dan pelaut itu tentu memiliki kebutuhan untuk menjaga identitas spiritualnya, salah satunya adalah dengan membangun Klenteng di mana mereka bisa berkumpul dan berdoa dalam keyakinan dan tradisi mereka.Di bagian dalam Vihara ini terdapat bangunan Klenteng bersejarah yang menurut pengurus Vihara yang memandu kami dibangun pada sekitar abad ke-16 dan bangunan tersebut saat ini telah masuk ke dalam cagar budaya Pemprov DKI Jakarta.Setiap Klenteng memiliki kisah dan sejarah pendiriannya masing-masing, dan biasanya kisah-kisah tersebut berkaitan dengan kehidupan tradisi dan spiritual masyarakat yang mendirikannya, termasuk Klenteng dan Vihara Lalitavistara ini, sebagai salah satu Klenteng dan Vihara bersejarah yang ada di kota Jakarta.Selain Klenteng yang bersejarah, di kompleks Vihara Lalitavistara ini juga terdapat rumah abu, ratusan patung dan tempat-tempat sembahyang. Bagian lain yang menarik di kompleks Vihara ini adalah bangunan menara Pagoda bertingkat yang merupakan menara Pagoda satu-satunya dan tertua di Jakarta.Dahulu Pagoda ini bisa dimasuki tetapi karena struktur bangunan yang mulai miring dan dirasa tidak aman serta untuk menjaga dari kerusakan maka saat ini Pagoda tersebut hanya bisa dilihat dan tidak bisa dimasuki oleh pengunjung.Pengurus Vihara juga memberikan gambaran secara umum dan jelas tentang arti-arti ukiran, aliran-aliran dan patung-patung yang ada di ruang-ruang Vihara.2. Pura SegaraTempat peribadatan kedua yang dikunjungi adalah Pura Segara. Lokasinya tidak begitu jauh dari Vihara Lalitavistara, mengarah ke arah Krematorium Cilincing. Pura Segara berada dalam satu kompleks dengan Krematorium Cilincing. Menurut informasi pemandu wisata, Pura Segara adalah satu-satunya Pura di wilayah Jabodetabek yang berada di tepi pantai.Pada bulan Maret tahun 2018 yang lalu, ribuan umat Hindu mengikuti prosesi Melasti di Pura Segara ini. Melasti merupakan hari khusus menjelang hari raya Nyepi. Upacara Melasti adalah upacara pensucian diri untuk menyambut hari raya Nyepi dan digelar untuk menghanyutkan kotoran alam menggunakan air kehidupan.Menurut beberapa sumber, dalam kepercayaan Hindu, sumber air seperti danau dan laut dianggap sebagai air kehidupan. Sebenarnya tanggal 5 Januari 2019 kemarin umat Hindu Jabodetabek sedang merayakan Hari Raya Kuningan namun semua kegiatan peribadatan dipusatkan di Pura Dalem Purnajati Tanjung Puri, Cilincing3. Masjid Al Alam CilincingTempat peribadatan ketiga adalah sebuah Masjid yang bernama Masjid Al Alam Cilincing. Lokasinya tidak begitu jauh dari Pura Segara, setelah beberapa saat menyusuri perkampungan Nelayan, kami sampai di Masjid Al Alam Cilincing. Sebuah Masjid bersejarah di kota Jakarta.Menurut informasi dari Pemandu wisata, Masjid Al Alam Cilincing merupakan masjid tertua yang ada di kota Jakarta bersama dengan Masjid Al Alam Marunda yang menurut informasi dibangun pada tanggal 22 Juni 1527 yang persis sama dengan HUT kota Jakarta.Bangunan Masjid Al Alam Cilincing sudah diperluas dengan bagian bangunan baru berupa pendopo. Bagian bangunan asli Masjid Al Alam Cilincing berada di tengah-tengahnya. Bangunan asli Masjid ini memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk Kota Jakarta.Menurut beberapa sumber, pembangunan Masjid ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tempat ibadah bagi pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon dibawah pimpinan Fatahillah ketika berada di Sunda Kelapa untuk menghadang kekuatan Penjajah Portugis.Bentuk bangunan asli Masjid yang bersejarah ini, yang terletak di bagian dalam bangunan Pendopo baru, berbentuk bujur sangkar dengan pilar (soko guru) di tengah-tengahnya yang mengingatkan kita pada arsitektur masjid bergaya nusantara. Masjid ini telah menjadi cagar budaya Pemprov DKI karena tingginya nilai sejarahnya.4. Pura Dalem Purnajati Tanjung Puri CilincingTempat peribadatan terakhir yang dikunjungi sekaligus sebagai penutup tour adalah Pura Dalem Purnajati Tanjung Puri Cilincing. Lokasinya agak sedikit terpisah dengan ketiga rumah ibadat tadi, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan angkot atau transportasi online dari depan Vihara Lalitavistara untuk mencapai lokasinya. Kunjungan di Pura ini terasa spesial karena bertepatan dengan perayaan Kuningan yang dipusatkan di Pura ini. Umat Hindu dari area Jabodetabek beribadat di Pura ini. Pengurus Pura yang menemani kami menjelaskan bahwa Kuningan adalah mengadakan janji bahwa dalam kehidupan akan selalu berusaha memenangkan dharma (kebaikan) dan mengalahkan adharma (angkara).Di Pura ini kami diberikan kesempatan untuk menyaksikan prosesi Kuningan dengan dipandu oleh pengurus Pura, suasana doa yang khidmat terasa di semua bagian Pura ini ketika acara sudah dimulai. Selain menyaksikan prosesi Kuningan, pengurus Pura juga memandu kami untuk berkeliling kompleks Pura dan mengenalkan bagian-bagian Pura kepada kami.Tour ke beberapa tempat Ibadat yang dimulai dari pukul 15.30WIB ini berakhir pada pukul 19.00WIB. Saya pribadi terkesan dengan acara tour ini karena selain menambah wawasan juga dapat memperdalam wawasan dan rasa toleransi antara umat beragama.Negara kita Indonesia memiliki banyak sekali keberagaman. Kita dianugerahi rahmat keberagaman suku, agama, ras dan budaya dan kita sungguh bersyukur walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.Sejarah panjang perjalanan negara dan bangsa kita telah membuktikan bahwa persatuan dan kesatuan telah menjadi kekuatan bagi bangsa ini yang tentunya harus kita jaga dan rawat bersama. Mari bersama membangun negeri yang besar ini.
Hide Ads