Wajah Eksotis Yogyakarta yang Selalu Mempesona
Rabu, 27 Mar 2019 15:50 WIB

linardy

Jakarta - Yogyakarta begitu lekat dengan candi dan Malioboro. Jadi wajah dari Yogyakarta, mari lihat lagi keeksotisannya yang tak pernah pudar.Kala itu hari Minggu, posisi matahari sudah tinggi. Kami sedang mencari parkiran kosong untuk kendaran kami. Akhirnya kami pun menemukan spot parkir yang tidak begitu teduh. Pengunjung cukup ramai dan para pedagang souvenir juga tidak mau kalah ramai. Para pedangang membawa penuh dagangannya di kedua tangannya. Mulai dari ibu-ibu sampai bapak bapak berusaha menawarkan dagangannya kepada para pengunjung. Souvenir yang dijual adalah baju kaos dengan tulisan Borobudur, kerajinan tangan bangunan candi, gantungan kunci, kaca mata, topi dan lain lain. Cara penjualannya juga cukup agresive tapi tidak sampai tahap mengganggu, masih wajarlah. Hanya saja kalau tidak bisa menawar harganya bisa bikin gondok. Saranku untuk para traveler bila baru mau masuk ke candi Borobudur sebaiknya tidak perlu membeli souvenir dahulu walaupun ada yang bilang di dalam tidak ada yang jualan makanan dan minuman dan souvenir. Sebaiknya anda hanya perlu membawa minuman saja. Karena untuk sampai di candi perjalanan kaki cukup lumayan jauh. Bila traveler tidak mau jalan kaki juga ada disiapkan kendaraan untuk keliling kawasan candi di waktu tertentu. Butuh sekitar 30 menit berjalan kaki dengan santai sampai di pelantaraan utama candi Borobudur. Setiba di pelantaran utama ada sebuah gerbang utama memasuki candi tersebut dari kejauhan nampak sebuah situasi yang sering aku lihat di media sebelum sebelumnya. Seperti dejavu walaupun aku belum pernah ke tempat ini. Akhirnya aku sampai juga di tempat dimana aku dulunya hanya bisa lihat di photo photo orang lain. Sudah puas dan memang cukup melelahkan juga keliling menikmati candi Borobudur karena bangunan candi cukup luas dan harus naik turun tangga batu. Kembali menuju pintu sebelum pintu keluar sudah bisa ditemui para penjual makanan ringan dan minuman dan puluhan atau bisa dibilang ada seratus kios lebih para penjual souvenir. Jadi saya menyarankan para travelers tidak perlu terburu buru membeli dari awal masuk. Kecuali anda memang suka itu hak anda. Selepas dari candi Borobudur, sekitar 4 km dan dengan lama penjelajahan sekitar 1/4 jam perjalanan. Akhirnya kami sampai di candi Mendut. Sementara rekan kerja masih kelelahan dan makan siang. Aku pergi sendiri memasuki kawasan candi Mendut. Iringan lagu instrument dari alat musik angklung yang melantunkan lagu Keroncong Kemayoran dari salah satu pedagang souvenir mengiringi langkahku memasuki kawasan candi Mendut yang seperti lapangan sepak bola. Pohon besar beringin tua berdiri seakan menjadi saksi hidup dan menjadi teman sejati candi Mendut. Di dalam candi Mendut terdapat patung dewa yang sedang bersemedi. Tertarik dan aku mendekati pohon beringin yang sangat besar di salah satu sudut candi Mendut. Ibu-ibu sedang duduk dibawah kerindangannya. Awalnya aku tidak menggubris dan hanya memotret dari segala sudut yang aku suka dari pohon tersebut. Akhirnya dari situlah aku pamitan dari para ibu untuk melanjutkan ke candi Prambanan.Tiba di lokasi ini memang sudah sore, karena jadwal perjalanan kami memang padat sehingga tidak mau menyia nyiakan kesempatan yang ada. Kawasan ini hampir sama luas dengan kawasan candi Borobudur. Mungkin lebih luas. Kami harus melihat petunjuk arah agar bisa tiba di candi Prambanan. Menyusuri jalan seperti taman, tampak beberapa bangunan candi Prambanan sudah mulai terlihat menjulang tinggi.Kekaguman dan kesedihan terasa, mulai mendekati pelataran utama candi Prambanan banyak reruntuhan. Entah apa penyebabnya. Di sini aku menghabiskan waktu terakhir untuk pengambilan beberapa photo untuk kenang-kenangan. Sampai akhirnya benar-benar gelap aku baru beranjak dari tempat foto. Sempat kesasar saat kembali ke lokasi parkiran.Meninggalkan candi Prambanan kami bergegas menuju Yogyakarta sebelum akhirnya kami harus berhenti di kota Solo. Di kota Yogyakarta, destinasi kami adalah Malioboro untuk menyantap makan malam. Suasana sangat padat. Malam itu terang benderang dari lampu penerangan jalanan, kios pedagang dan lampu kendaraan yang hilir mudik. Pemilik delman bersama kuda kudanya berjejer baris menanti mengantarkan para wisatawan. Pengunjung bercengkrama santai duduk di kursi kursi yang ada di trotoar. Kamipun duduk lesehan di suatu lapak penjaja makanan sop iga. Terngiang lagunya Katon Bagaskara, Pulang ke kotamu. Ada setangkup haru dalam rindu.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!