Merasakan Suasana Tahun Baru Saka Sunda di Kampung Cireundeu
Kamis, 20 Des 2018 14:50 WIB

Hani Septia Rahmi

Jakarta - Inilah Upacara Syura-an atau Tahun Baru Saka Sunda. Merupakan ritual tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat adat Kampung Cireundeu di Kota Cimahi.Menyaksikan suatu event budaya merupakan sesuatu kegiatan yang menyenangkan bagi saya. Salah satunya ketika saya menyaksikan rangkaian Upacara Syura-an atau Tahun Baru Saka Sunda di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat.Kampung Cireundeu merupakan kampung adat yang letaknya tidak jauh dari Kota Bandung. Kampung ini dihuni oleh mayoritas masyarakat sunda yang menganut ajaran Sunda Wiwitan. Dengan prinsip hidup yang dianut masyarakat Kampung Cireundeu, yaitu Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat (tidak punya sawah asal punya beras, tidak punya beras asal dapat menanak nasi, tidak punya nasi asal makan, tidak makan asal kuat).Mereka diajarkan bahwa manusia diciptakan Tuhan untuk tidak ketergantungan pada satu hal saja. Hal ini dapat dilihat dari makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat Kampung Adat Cireundeu yaitu ketela atau singkong.Dengan mengkonsumsi makanan pokok ketela atau singkong sebagai pengganti beras menyebabkan kampung ini telah mencapai swasembada pangan. Sejak tahun 1918, masyarakat Cireundeu mengkonsumsi nasi singkong sebagai penganti nasi beras. Oleh karena itu, jangan heran ketika mengunjungi Kampung Cireundeu, pengunjung melihat banyak sekali ladang singkong di pinggir kampung Cireundeu.Seperti kampung adat lainnya, kampung ini juga memiliki ritual upacara adat pada acara-acara pernikahan, kelahiran, kematian, dan puncaknya pada ritual tahunan yaitu Syura-an atau Tahun Baru Saka Sunda. Acara Upacara Syura-an ini dirayakan sebagai rasa syukur masyarakat adat atas rahmat dari yang Maha Kuasa dan biasanya dirayakan secara besar-besaran.Upacara Syura-an biasanya diadakan masyarakat Kampung Cireundeu sekitar bulan Oktober. Syura-an dilangsungkan sehari penuh, ritual dimulai seharian penuh. Acara dimulai dari pagi hari dengan melakukan ngajayak (keliling kampung) dari gerbang masuk kampung dan berakhir di balai kampung.Sesampainya di balai desa, rombongan disambut dengan iring-iringan musik angklung buncis, gending. Setelah semua rombongan sampai ke balai, sesepuh kampung memberikan kata sambutan yang dilanjutkan acara ngurah tumpeng yang berasal dari singkong.Pada malam harinya, rombongan kembali melakukan ritual keliling kampung membawa obor. Seusai keliling membawa obor di balai kampung kembali diadakan acara-acara pentas seni seperti kidung bumi segandu, jaipongan, pencak silat, karinding, calung,marawis, dan biasanya ditutup dengan penampilan wayang golek.Upacara Syura-an terbuka untuk umum, sehingga tak jarang banyak wisatawan untuk datang berkunjung. Jalan dari gerbang kampung menuju balai kampung dihias dengan berbagai macam hasil bumi yang dikombinasikan dengan riasan yang terbuat dari dedaunan. Bertandan-tandan pisang menyambut pengunjung yang berjalan menuju balai kampung.Tak hanya pisang yang dijadikan hiasan, namun beberapa hasil bumi lain juga turut ditaruh sebagai hiasan seperti ketela, salak, alpukat, mengkudu dan lainnya. Bukan hanya pajangan, bermacam hasil bumi tersebut dapat diambil dan dibawa pulang.Pengunjung yang ingin menyaksikan Upacara Syura-an tidak perlu khawatir kelaparan karena di sekitar balai kampung juga terdapat beberapa stand makanan khas Kampung Cireundeu yang terbuat dari singkong seperti cireng, keripik bawang, eggroll, dan kembang goyang. Pengunjung juga dapat membeli oleh-oleh yang dapat dibawa pulang seperti rasi (beras singkong), dendeng kulit ketela, ranggening, opak, cimpring, peyeum atau tape, dan aneka kue berbahan dasar ketela.
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara