Pesona Rinjani yang Dirindukan Para Pendaki
Jumat, 21 Des 2018 05:00 WIB

Neny Setiyowati

Jakarta - Pendakian Gunung Rinjani ditutup sementara waktu pasca gempa. Keindahan gunung ini akan dirindukan pendaki sampai nanti bisa didaki kembali.Lereng Gunung Rinjani adalah lokasi pusat gempa yang melanda Lombok beberapa waktu lalu. Akibatnya jalur pendakian menjadi rusak dan ditutup untuk sementara waktu. Kami termasuk orang-orang yang sangat beruntung telah berhasil mendaki ke puncaknya 2 minggu sebelum gempa terjadi.Dengan tinggi 3.786 mdpl menjadikan Rinjani sebagai gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia setelah Kerinci. Letaknya yang strategis di Pulau Lombok dengan panorama yang paling menakjubkan di antara gunung-gunung lainnya membuat Rinjani selalu laris memikat para pendaki asing dan lokal. Pada April 2018 Rinjani telah ditetapkan sebagai geopark dunia oleh UNESCO. Rinjani merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani yang luasnya 41.330 hektar.Sudah menjadi impian lama saya untuk bisa berada di puncak Rinjani. Kata orang mimpi selalu menjadi nyata. Impian terwujud kurang dari setahun kemudian. Rinjani memiliki dua jalur pendakian, bisa melalui Desa Sembalun atau Senaru. Kami pilih Sembalun karena agak landai meskipun lebih panjang. Setelah registrasi di kantor TNGR Sembalun dengan membayar tiket sebesar Rp 310 ribu untuk 2 orang selama 2 hari dengan rincian harga tiket 5.000 per hari per orang di hari biasa untuk turis lokal dan Rp 150 ribu per hari per orang di hari biasa untuk turis asing, kami pun segera bergegas untuk menaklukan Rinjani.Kami mulai pukul 08.00 WITA pagi bersama seorang porter yang kami dapatkan dari hasil googling. Untuk tarif porter Rp 225 ribu per hari dan 3 bungkus rokok per harinya. Dengan maksimal 20 kg beban bawaan. Porter juga menyediakan tenda dan perlengkapan masak, tidak perlu ribet mencari. Tarif sewa 1 set tenda Rp 200 ribu untuk seluruh trip. Yang terdiri dari 1 tenda yang bisa muat 3 orang, 2 sleeping bed, 2 matras yoga. Rp 150 ribu untuk perlengkapan masak. Dari jalan raya Sembalun kami berjalan memasuki area perladangan,perkebunan, tak lupa kami petik beberapa tomat dan cabe. Mengikuti porter yang tampak nyaman memanggul bawaannya. Bergerak sangat cepat hanya beralaskan sandal jepit. Sebelumnya kami mampir dulu ke warung buat beli nasi bungkus untuk bekal makan siang.Setelah melewati area perkebunan dengan medan naik turun, sesekali kami memanjat jembatan darurat yang benar-benar masih alami dan asri. Kami dihadapkan pada jalur trekking sesungguhnya. Tampak para pendaki lain datang dari arah berbeda. Porter pun menjelaskan, jalan yang barusan kami ambil adalah jalan pintas. Karena mereka datang dari pintu masuk samping kantor TNGR, yang jalanannya sangat mendaki, beberapa pendaki tampak datang dengan ojek.Kami beristirahat sejenak di sini sebelum lanjut menuju pos 1. Beberapa ojek menawarkan jasanya untuk mengantar kami sampai pos 2. Tapi kami tolak karena kami datang untuk mendaki penuh dari kaki sampai puncak. Kami lanjut jalan lagi bersama para pendaki, porter dan guide lainnya. Melewati savanna nan hijau dan hangatnya mentari yang semakin menambah semangat 45 kami. Tiba di Pos 1 rehat sejenak karena telapak kaki mulai kram. Maklum kami langsung tancap gas tanpa pemanasan. Setelah stretching lanjut lagi menuju Pos 2 yang jaraknya sekitar 1,4 KM dengan medan yang masih santai dan landai.Di Pos 2 keramaian sudah mulai tampak. Kebanyakan adalah turis asing. Beberapa tenda tampak didirikan di sini. Setelah istirahat sejenak kami lanjut lagi menuju pos 3 yang jaraknya 1,7 KM dengan medan sudah mulai naik sedikit. Di Pos 3 kami istirahat untuk makan siang dan ngopi yang telah disiapkan oleh porter kami. Di sini kami bertemu sepasang pendaki Australia dan Prancis dengan beban di punggung masing-masing. Mereka mendaki sendiri tanpa porter ataupun guide. Keren sekali. Kami lanjut lagi menuju Pelawangan Sembalun yang jaraknya 2,2 KM lagi. Porter yang menyuruh kami jalan duluan tampak sudah menunggu dengan santai di Pos 4. Kami pun heran dari arah mana dia naik, kenapa sudah duluan sampai. Di sini kami bertemu dengan beberapa pendaki Palembang yang butuh 5 hari untuk sampai di puncak. Rupanya ada masalah fisik dari salah satunya dan mereka mendaki sendiri tanpa bantuan porter.Dari Pos 4 kami lanjut lagi menuju Pelawangan Sembalun melewati 7 Bukit Penyesalan. Sesuai namanya trekking yang harus dilalui benar-benar membuat kami menyesal. Bagaimana tidak? Bukit-bukit terjal datang bertubi-tubi. Dengan 7 tanjakan ekstrim sekitar 70 derajat dengan tanah berdebu bercampur kerikil. Di sini mental dan fisik kami diuji masih mau maju atau mundur. Padahal ini baru jalan menuju area kemping belum puncak. Porter kami tak henti-hentinya memberi semangat dan tetap menghibur. Dengan beban di pundak dia asik bergoyang dangdut sambil merokok. Kami dibuat takjub,apa resepnya.Penderitaan pun seketika berakhir ketika sampai di Plawangan. Lautan awan dan gunung di seberangnya tampak cantik nan aduhai. Puncak Rinjani yang dikenal sebagai Puncak Dewi Anjani sudah terlihat disini seolah memanggil kami untuk segera mendatanginya. Tenda-tenda sudah banyak berdiri. Porter kami mengajak kami untuk ngecamp yang lebih dekat ke sumber air. Kami pun mengikutinya ternyata perjalanan masih belum berakhir, tapi kali ini trekkingnya datar. Tepat pukul 16.45 WITA kami tiba di area kemping kami. Total kami sudah berjalan dan mendaki selama 8 jam dari kaki gunung sampai area basecamp Plawangan. Porter kami sibuk mendirikan tenda, kami pun sibuk ambil foto. Lautan awan dengan danau segara anak di bawahnya tampil eksotis. Semua siksaan yang berhasil kami lewati seperti terbayar sudah.Bukit Plawangan Sembalun berada pada ketinggian 2.641 mdpl merupakan basecamp terakhir sebelum summit attack ke puncak Dewi Anjani. Angin berhembus sangat kencang membuat udara menjadi dingin kami segera masuk ke tenda yang sudah siap. Sambil menunggu sunset, porter menawari kopi dan coklat panas. Saya sendiri agak ragu untuk muncak dini hari nanti bila udaranya seperti ini. Karena perlengkapan kami kurang, terlalu meremehkan cuaca. Hanya membawa sweater tanpa kupluk. Belum lagi medan yang harus kami lewati nanti. Kata Porter trekkingnya berpasir. Bila tidak kuat diam saja di Bukit Plawangan karena view yang ditawarkan sudah luar biasa indah. Tapi kalau tidak sampai puncak belum puas rasanya. Kami pun berdoa supaya nanti malam tidak berangin dan bisa sampai puncak dengan mudah dan selamat.Sunset di Plawangan tampil mempesona, ciptaan Tuhan memang tiada duanya,tak lupa kami panjatkan syukur terlebih telah mengantarkan kami sampai di Plawangan. Porter memasakkan kami makan malam. Setelahnya kami mencoba untuk tidur sebelum bangun tengah malam untuk muncak pukul 02.00 dini hari. Ini adalah pengalaman pertama kami kemping, tidur beralaskan matras yoga terasa kurang nyaman. Badan memang capek tapi tidak bisa tidur,kami hanya merem sambil menunggu alarm berbunyi. Alhamdulillah cuaca bagus,tidak berangin, gemerlapnya bintang-bintang memacu semangat kami untuk mengunjungi puncak Dewi Anjani. Kami segera bersiap, senter adalah perlengkapan wajib selain baju hangat. Untung ada kain pantai yang sengaja dibawa untuk ke Gili nanti. Kain pantai pun berfungsi sebagai kupluk dan syal meski tidak tebal tapi lumayan membantu.Tepat jam 2 pagi kami mulai pendakian ke puncak. Kami berdua tidak tahu arahnya, kami pun mengikuti pendaki lain supaya tidak tersesat. Jalanan pertama ringan bisa dilalui dengan mudah. Selanjutnya medannya berpasir dan menanjak yang sekalinya melangkah membuat sepatu kami bermuatan pasir. Kami tidak memakai sepatu gunung,hanya sepatu casual biasa. Kami juga tidak bawa stick. Ekstra hati-hati terus melangkah agar tidak terpeleset. Kami juga berhasil menyalip rombongan pendaki yang berbaris untuk mengontrol timnya. Meski agak berat kami berhasil melaluinya. Selanjutnya medannya landai yang bisa dilalui dengan mudah. Hingga akhirnya sampailah kami pada medan yang seperti tiada akhir. Dengan tanjakan terjal terus menanjak dengan kemiringan 70-80 derajat berpasir dengan bebatuan lepas. Maju satu langkah mundur setengah langkah di arena sempit, dimana kanan kiri adalah jurang. Seperti sudah mendekati puncak tapi masih jauh juga. Kami terus melaju dengan sisa tenaga yang ada hingga kami berhasil menggapai puncak Anjani.Tapi perjuangan belum berakhir karena disini sangat berangin dengan udara yang super dingin. Tapi indahnya sunrise sedikit mampu menyelimuti kami yang menggigil hebat. Total kami perlu 4 jam dari Plawangan sampai ke puncak. Beribu syukur kami panjatkan kepada Yang Maha Kuasa karena telah membawa kami dengan selamat di ketinggian 3.786 mdpl di puncak kayangan Dewi Anjani untuk menikmati masterpiece-Nya yang tidak cukup kata untuk menggambarkan keindahannya. Mudah-mudahan bumi di Lombok sudah menemukan titik keseimbangannya,sehingga tidak ada gempa lagi. Karena pesona Rinjani sudah dinanti oleh sejuta pendaki. Kita semua sudah tidak sabar untuk ke Lombok lagi.
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol