d'Traveler Jelajahi Indonesiamu
Menjelajah Eksotisme Rammang-rammang
Rabu, 29 Agu 2018 21:05 WIB

Danawiryya Silaksanti
Jakarta - Rammang-rammang adalah destinasi bagi para petualang di Sulawesi Selatan. Mari jelajahi eksotismenya!Desa Ramman-rammang, terletak di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan sungguh mempesona, dengan keunikan jajaran karstnya benar-benar membuatku terpana. Kawasan karst yang juga merupakan kawasan geo wisata ini memiliki potensi wisata yang sangat indah. Gunung batu karst yang berjajar dengan tanaman hijau menutupi megahnya cadas, terbentang luas diselingi dengan persawahan, empang dan tentunya Sungai Pute melengkapi keindahan Desa Rammang-rammang.Sore menjelang, kumulai perjalanan dengan menaiki perahu menyusuri Sungai Pute menuju Kampung Laku. Di dermaga kecil perahu ditambatkan, lalu aku pun bersama si pemilik perahu, Bang Ismail melangkahkan kaki menuju Taman Batu. Bebatuan besar bertebaran di tengah empang dan sawah dan kami berjalan di pematang sawah menuju kerajaan batu yang sungguh megah.Bebatuan tebing karst membentuk lorong-lorong layaknya labirin, yang membuatku tak henti-hentinya mengucap syukur atas keindahan yang Allah SWT berikan kepada Indonesiaku, khususnya kepada desa ini. Labirin karst ini membuatku ingin terus menjelajah ke dalam, menikmati indahnya karst yang sesekali terbentuk menyerupai gua.Puas berfoto di labirin karst, kami pun kembali ke dermaga. Namun keramahan Pak Jong yang tinggal di tepi dermaga membuat langkah kami terhenti untuk sejenak bercengkrama dan menikmati kepiawaiannya memetik alat musik khas warga lokal.Setelah berbincang sembari menunggu mentari terbenam, kami pun berpamitan untuk kemudian kembali ke perahu dan menyusuri sungai menuju Dermaga Dua. Perahu pun tertambat dengan aman, lalu Bang Ismail mengambil motornya untuk kemudian mengantarku ke sunset spot lainnya di tepi sawah dekat dengan homestay tempatku menginap. Lambat laun, Sang Surya pun berganti dengan langit malam nan gelap dan mendung, lalu Bang Ismail mengantarku kembali ke homestay.Rupanya di dalam homestay ada 2 orang tamu asing yang berasal dari Belanda yang sedang berlibur ke Indonesia. Malam pun kulalui dengan berbincang bersama tuan rumah dan kedua tamu asing tersebut. Jam 11 malam, kuputuskan untuk memejamkan mata supaya keesokan harinya bisa bangun saat Azan Subuh berkumandang.Subuh pun tiba, tak lama setelah azan berkumandang, Bang Ismail pun datang menjemputku. Lalu kami kembali menelusuri jalanan dengan motornya untuk menaiki perahu yang sama. Kali ini kami memulai penjelajahan dengan mengunjungi Kampung Berua, sebuah kampung yang hanya memiliki setidaknya 10 rumah saja. Setibanya di Kampung Berua, seorang bapak menyambut kami. Dia adalah salah seorang penggiat eko wisata yang sedang melakukan pendampingan kepada warga desa untuk mengelola pariwisata yang berkelanjutan.Berbekal kamera lengkap dengan tripodnya, dia menantikan momen matahari terbit dengan sabar. Sementara diriku yang hanya mengantongi smartphone tetap bersemangat menantikan momen indah tersebut. Namun sayang, awan tipis pagi itu membuat langit Kampung Berua kurang menampilkan pesona terindahnya, karena Sang Mentari kurang memberikan semburat warna-warninya. Momen sunrise yang jarang kulihat, tetap membuatku terpesona detik demi detiknya. Tak lupa aku pun mengabadikan indahnya pagi itu dengan smartphoneku. Sampai akhirnya langit pagi sudah merperlihatkan terangnya, aku pun bersama Bang Ismail berjalan lagi menuju Padang Ammarung.Padang Ammarung merupakan area dengan hamparan batu sebagai tanahnya, dimana terdapat beberapa warung yang memiliki gazebo sebagai tempat beristirahat. Di sebuah warung itulah, kami menghentikan sejenak langkah kami untuk sekedar mencicipi pisang goreng dengan sambal khasnya, berikut dengan kopi hangat. Sambil menunggu ibu pemilik warung menggoreng pisang, Bang Ismail berbincang-bincang dengan bahasa lokal.Angin sepoi-sepoi pagi itu membuatku mengantuk dan akhirnya kurebahkan tubuh ini untuk sejenak memejamkan mata. Kurang lebih hampir 1 jam kami di warung tersebut, karena sambil menunggu Gua Berlian dibuka pukul 8 pagi. Akhirnya, Bang Ismail mengajakku untuk kembali melanjutkan penjelajahan ke Gua Berlian. Gua ini tak terlalu besar, bahkan harus melewati celah kecil untuk melihat sang berlian berbentuk stalaktit yang memancarkan kilaunya. Itulah asal gua ini diberi nama.Keluar dari Gua Berlian, kami berjalan lagi menyusuri hamparan sawah yang saat itu habis dipanen dan menyisakan warna cokelat kering. Tujuan berikutnya adalah Situs Pasaung. Pasaung berarti "menyabung" karena memang di zaman purba, tempat ini dijadikan sebagai tempat menyabung ayam, dimana para jawara kala itu berkumpul, karena menyabung ayam adalah salah satu simbol keperkasaan laki-laki zaman itu. Di situs ini terdapat lukisan purba berupa telapak tangan dan beberapa hewan, serta terdapat pula batu besar di dinding yang menyerupai kingkong.Selepas dari Situs Pasaung, kami memutuskan untuk kembali ke dermaga Kampung Berua, namun kami sempatkan mampir ke bebatuan yang serupa dengan Situs Pasaung dengan bentuknya yang unik. Setelah itu, kami kembali ke perahu mengingat mentari sudah meninggi. Sepanjang menyusuri Sungai Pute, tak henti-hentinya mataku melihat ke kiri-kanan sungai untuk menikmati pesona tebing yang memang beberapa batuan tebing itu menyerupai batuan karang di pantai. Mungkin zaman dulu tempat ini adalah laut....Sekembalinya di Dermaga Dua, penjelajahan belum juga usai karena lagi-lagi Bang Ismail mengajakku untuk melihat situ purbakala lainnya, bernama Situs Batu Tianang. Situs yang satu ini tak jauh berbeda dengan Situs Pasaung, dengan bentuk kontur yang mirip dan juga terdapat lukisan purba. Pasti manusia purba zaman dahulu menjadikan tempat ini sebagai tempat tinggalnya. Setelah dari Situs Batu Tianang, Bang Ismail mengantarku kembali ke homestay dengan motornya. Terima kasih banyak kusampaikan kepadanya yang dengan senang hati telah mengajakku menjelajahi kampung halamannya.Jam 11 lebih aku tiba kembali di homestay, namun rasanya belum lengkap kalau kaki ini belum melangkah ke Taman Batu yang juga terhampar di depan homestay. Akhirnya dengan memberanikan diri, kusambangi juga Taman Batu itu sendirian. Ternyata bentuknya juga mirip Taman Batu yang berada di Kampung Laku, namun tanah di situ lebuh lunak bahkan cenderung becek. Tak lama waktu yang kuhabiskan di situ, lalu tak lupa aku pun berselfie ria dan juga memotret keunikan bebatuan dan view sawah di sekitarnya.Sekembalinya di homestay, kusempatkan diriku untuk bercengkrama dengan keluarga di Geo Homestay ini sambil menikmati sajian makan siang. Usai bebersih diri dan packing, jam 4 sore kuputuskan untuk menyudahi petualanganku di Rammang-rammang dan harus kembali ke realita kehidupan, karena jam 7 malam pesawatku dijadwalkan akan menerbangkanku kembali ke Jakarta. Happy, excited dan juga sedih tentunya bercampur jadi satu ketika harus meninggalkan desa ini. Keramahan warganya membuatku senang walaupun hanya 2 hari kujelajahi desa Rammang-rammang. Suatu saat nanti kuingin kembali lagi untuk menikmati pesona Rammang-rammang.Terima kasih kepada semua teman dan keluarga baru di Rammang-rammang.Indonesia memang JUARA indahnya !! Apalagi dengan menggunakan PegiPegi Apps, tentunya membuat urusan traveling menjadi mudah dan lebih irit karena sering ada promonya. Sudah beberapa kali kupakai PegiPegi Apps untuk membeli tiket pesawat dan booking hotel. Banyak sekali pilihan penginapannya, mulai dari homestay atau guest house, sampai hotel bintang 5 juga ada.Pilihan metode pembayaran yang beragam juga memudahkanku dalam melakukan pembelian. Lebih seringnya sih pakai kartu kredit, yang dengan sistem pengamanan berupa kode otorisasi yang dikirim ke HP, membuatku merasa aman bertransaksi di PegiPegi Apps. Pokoknya user friendly banget deh...#pegipegiyuk #JelajahiIndonesiamu
Komentar Terbanyak
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana