Wanita Solo traveling ke Bromo, Bisa!
Minggu, 02 Mar 2014 10:39 WIB

sehatdinatisimamora
Jakarta - Solo traveling bisa jadi ide bagus untuk Anda yang ingin mengisi liburan akhir pekan, termasuk para wanita. Tak perlu bingung mencari destinasi tujuan, Bromo bisa jadi pilihan.Little dream comes true sangat tepat mewakili perjalananku kali ini, solo traveling. Ya, solo travelling, traveling yang dilakukan seorang diri, layaknya menyanyi solo. Solo traveling pertamaku ini sebenarnya bagian dari survei untuk skripsiku.Beberapa teman sudah berjanji akan menemani, namun karena jadwalnya bertabrakan dengan long weekend, para teman malah pada mudik. Dan tanpa disangka, tanpa direncanakan, saya pun solo traveling.Kamis, 15 November 2012, Tepat pukul 08.30 WIB, saya sampai di Terminal Bungurasih, Surabaya. Saya berjalan mulai mencari bus A.K.A.S dengan tujuan Probolinggo. Sedihnya bus A.K.A.S-nya habis tak bersisa, sudah pada berangkat semua. Yah, hari pertama longweekend, banyak yang pulang kampung, banyak yang travelling ke sana-ke mari.Saya mulai celingak-celinguk mengamati kondisi sekeliling, ternyata banyak yang menanti bus jurusan Jember-Banyuwangi. FYI, kalau mau ke Probolinggo, kita harus naik bus dengan trayek Surabaya-Jember atau Situbondo-Banyuwangi.Saya bertanya kepada petugas terminal, apakah masih ada bus yang menuju Banyuwangi. Beliau menunjuk sebuah bus yang terkenal ugal-ugalan, dan selama perjalananan bisa dipastikan penumpangnya pada bertobat. Saya langsung menggeleng dan mengucapkan terima kasih.Saya memutuskan untuk menunggu saja, siapa tahu ada bus lain yang datang. Tak sampai 10 menit, muncullah bus Ladju memasuki areal keberangkatan. Tahukah Anda, begitu banyaknya orang menanti, bus yang datang hanya satu, itupun kursinya sudah berisi sebagian. Alhasil rebutan, saya dengan tubuh mungilku, backpack gede berlomba dengan para pesaingku untuk mendapatkan kursi. Belum pernah sekali pun saya mengalami kejadian begini. Sambil lari mengejar bis, saya senyum-senyum sendiri.Saya duduk di kursi belakang dan di sebelahku seorang Bapak asli Manado, yang hendak berkunjung ke rumah temannya di Jember. Meskipun seorang Bapak, tapi begitu sopan. Berkenalan, berbincang, saling bertukar wawasan tentang budaya, alam, lingkungan, bahkan sosialita. Tak sedikit pun saya merasa bosan.Pukul 01.10 WIB, si Bus Ladju sampai di Terminal Bayu Angga, Probolinggo.Β Begitu turun, ada seorang Bapak tua yang langsung teriak-teriak bertanya, "Bromo? Bromo?" Saya mengiyakan dan mengikuti si bapak menuju pangkalan ELF atau bison menuju Desa Cemorolawang.Sudah tahu sebelumnya bahwa ELF atau bison ini tidak akan berangkat jika bisonnya belum penuh, tapi sewaktu itu hanya menunggu sebentar, ELF berangkat menuju Cemorolawang.Β Hal menarik di ELF ini adalah, yang namanya traveling pada umumnya pasti beramai-ramai, dan saya sendirian.Penumpang di kiri-kanan-ku semua adalah rombongan, ketawa-ketiwi, ngocah-ngoceh, dan saya menikmati alam. Tapi tidak seburuk itu realitanya, mbak di sebelah mengajakku kenalan. Dia bersama dengan suaminya.Kami bercerita bagaimana bisa sampai ke sini, dengan siapa, nginap di mana. Sejam kemudian, sampailah di Desa Cemorolawang.Β Saya sudah pesan penginapan sebelumnya. Ternyata, orang-orang di satu ELF-ku belum pada booking penginapan.Saya memesan satu kamar dengan harga Rp 75.000 tapi teman-teman baru ini ditawarkan harga Rp 150.000 nett, mahal sekali! Akhirnya saya mengajak 2 cewek, yang ternyata orang Surabaya juga, untuk join satu kamar denganku. Secara mendadak saya punya banyak teman.Berhubung saya datang dalam rangka survey, tanpa membuang waktu saya meminta sang guide alias mas tukang ojek untuk membawa mengelilingi kawasan Tengger. Aku diajak ke Pananjakan II, keliling Tengger, melihat agrowisata-nya, melihat rumah adat masyarakat Tengger, dan sepintas mengamati kehidupan masyarakat di sana.Awalnya saya tidak terlalu berani. Mas-mas ojeknya kelihatan seperti badboy dan di perjalanan aku baru mengetahui kalau dia juga anak racing.Jujur saya menyimpan sedikit ketakutan. Orangnya tidak kenal, kenal juga hanya via telepon dan sms. Beruntung pernah belajar beladiri, jadi kalau dia macam-macam, tinggal ditendang.Malamnya, kami ber-6 dinner bareng di warung. Di Bromo tidak ada kuliner khas. Makanannya se-menu dengan makanan ala anak kost. Nasi pecel, rawon, soto, mie, nasi goreng, indomie goreng, mie kuah, hanya itu pilihannya.Saya baru tahu kalau ternyata ketiga teman saya itu akan melanjutkan perjalanan ke Kawah Ijen besok, sedangkan aku ke Taman Nasional Baluran. Dasar rezeki tidak ke mana, aku mengajukan diri bergabung dengan mereka besok dan kami menggabungkan list tujuan kami. Bromo-Tengger, Kawah Ijen, Taman Nasional Baluran.Jumat, 16 November 2012, pagi-pagi buta, Bromo sudah seperti pasar. Bromo macet. Yap, melihat sunrise. Hardtop antre di jalan, orang-orang berkeluaran semua dari penginapan. Ruaaammeeee polll. Sementara saya hunting sunrise di Puncak Petigen, katanya sih lebih bagus viewnya daripada di Pananjakan. Mengelilingi kompleks Bromo, dimulai dari Kawah Bromo.Saya kembali tertawa, Bawaanku memang hanya sedikit, tas kecil dan kamera, tapi melihat trek yang harus dilalui, oh nooo. Akhirnya, saya memutuskan untuk naik kuda. Mumpung ke sini, sekalian dah habis-habisan menikmati. Turun di parkiran kuda, wisatawan harus menaiki sekitar 250 anak tangga. Nyatanya ngos-ngos-an juga. Dari Puncak Bromo ini kita bisa melihat kawah. Pemandangan ke sekeliling Bromo dari Puncak ini yang luar biasa, keren menurutku.Tak lama di atas, saya turun hingga parkiran motor dengan kaki, melewati gunung pasir. Perjalanan dilanjutkan ke Pasir Berbisik. Berusaha mendengarkan bisikan pasir ketika angin berhembus. Berikutnya, Padang Savana atu lebih dikenal dengan Bukit Teletubbies. Keseluruhan alamnya benar-benar terjaga.Saya sampai bingung, bagaimana masyarakat Tengger bisaΒ benar-benar menjaganya. Pembakaran hutan, penggelapan kayu, memang pernah terjadi, tapi itupun sangat jarang. Kalaupun ada, sanksi yang berat sudah menanti para pelaku. Benar-benar alami.Last spot Gua Widodaren. Tempat ini cukup jauh dan jarang dikunjungi. Medannya juga cukup sulit jika datang dengan mengendarai motor. Saya saja lupa sudah berapa kali motor yang kutumpangi hampir jatuh. Gua Widodaren berada di Puncak Gunung Widodaren, jadi bisa dipastikan adinda tidak naik, saudara. Kakiku sudah lumayan pemanasan tadi di Gunung Bromo.Saya hanya naik sedikit untuk bisa melihat pemandangan dari tempat yang agak tinggi. Di sini ada mata air, yang ternyata menjadi sumber air bagi masyarakat Tengger. Mas Ojek sih bilang airnya selalu mengalir, tapi debitnya memang kecil. Airnya suegarr nan dingin, bisa dipastikan wajib untuk cuci muka di sana.Sewaktu di atas, tahu saya dapat bonus apalagi? Di kaki Gunung Widodaren ini terdapat patung, yang biasa digunakan untuk tempat sembahyang masyarakat Hindu. Konon katanya, yang membangun patung itu adalah orang Hindu-Bali bekerjasama dengan masyarakat Hindu-Tengger. Nah, belum lama saya di atas, ada dua hardtop datang. Ternyata keluarga Bali ingin sembahyang di tempat itu. Menghormati mereka, saya dan mas ojek turun, dan menunggu di bawah.Setelah selesai ber-ekspedisi mengelilingi Bromo-Tengger, saya kembali ke penginapan dan menuliskan hasil pengamatanku selama dua hari. Esoknya saya makan pagi dan mengantre mandi. Sembari menunggu rombongan teman baru-ku, saya packing siap-siap check out dan melanjutkan perjalanan ke Bondowoso, menuju Puncak Gunung Ijen.Sesungguhnya, bonus-bonus yang kuperoleh masih ada lagi. Sewaktu mengantre mandi, sempat berkenalan dengan seorang guide. Hanya perbincangan singkat dan beliau menawarkanku trip Air terjun Madakaripura gratis. Karena sekalian beliau akan membawa tamu ke sana. Ditawarin begituan gratis, kalau jiwa backpacker ini mengiyakan, tapi aku mengatakan tidak. Sadar juga harus mawas diri dan berhati-hati.Bonus terakhir di Bromo-Tengger adalah bertemu dua makhluk aneh bin ajaib di ELF kepulangan menuju Terminal Probolinggo. Dua orang Jakarta yang lucu nan asyik, yang menjadi teman selama 1 jam di ELF. Begitulah kisahku di Bromo-Tengger.Nyatanya, 5 teman baru-ku itu orang baik sampai sekarang. Saya berani memutuskan untuk mengajak Mbak Risna dan Mbak Dewi yang baru kukenal, untuk satu kamar denganku. Saya berani memutuskan untuk bergabung dengan Mas Cahyo, Mas Fajar, dan Mas Husni untuk melanjutkan trip selanjutnya.Bukan hal mudah memutuskan bergabung dengan orang yang baru kita kenal, tapi bukan berarti kita tidak bisa belajar peka dan berhikmat memutuskan dengan siapa kita akan bergabung. Seandainya saya tidak peka melihat peluang baik di hadapanku, bukan tidak mungkin saya kehilangan banyak momen berharga. Saya hanya akan pergi sesuai rencana dan menjalani-nya sendiri. Nyatanya, bonus yang Tuhan kasih berkelimpahan.Salam ransel!
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau