Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok

Wawan_akuba - detikTravel
Jumat, 27 Nov 2015 18:10 WIB
loading...
Wawan_akuba
Plawangan Sembalun
Danau Segara anak
Rinjani di atas awan
Puncak Rinjani
Padang savana di jalur pendakian Sembalun
Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok
Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok
Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok
Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok
Terpikat Kecantikan Gunung Rinjani di Lombok
Jakarta - Gunung Rinjani di Lombok merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Kecantikannya pun tidak jarang memikat para traveler pecinta gunung.Ekspedisi merah putih, begitulah kami menyebutnya. Ini kegiatan rutin tahunan organisasi MPA.Alaska, kegiatan ini sendiri menargetkan seven summit Indonesia sebagai tujuannya, di antaranya Cartenz (Puncak Jaya,Papua), Puncak Indrapura(Gn.Kerinci, Sumatra), RInjani(NTB), Puncak Mahameru (Gn.Semeru,Jawa), Puncak Rantemario (Gn.Latimojong, Sulawesi), Puncak Binaiya (Gn.Binaiya, Maluku), dan Puncak Bukit Raya(Kalimantan).Kemarin adalah kali kedua kegiatan ini dilaksanakan, dengan gunung Rinjani,Lombok NTB sebagai tujuannya. Gunung RInjani berketinggian 3726m DPL (Meter Diatas Permukaan Laut), dengan ketinggian seperti itu, wajar di sebut gunung tertinggi ke-3 Di Indonesia. Bayangkan saja, untuk bisa ke RInjani, saya harus rela terombang-ambing di lautan, melewati 10 Pelabuhan dalam di lima provinsi. Belum lagi dengan latihan fisik dan penyesuaian suhu dengan Rinjani. Latihan fisik misalnya, saya harus bersepeda berkilo kilo jauhnya. Untuk simulasi, saya dan tim mendaki kelompok Pegunungan Gorontalo (KPG 405mdpl) hanya dengan waktu 2 jam dan kemudian mendaki G.Tilongkabila dalam waktu 3 jam. Jadi memang dilatih untuk bisa mengalahkan standar waktu pendakian. Dan itu hal yang paling sulit.Namun tak hanya mempersiapkan fisik dan mental, saya juga dituntut untuk mempersiapkan finansial, sehingga bisa sampai ke tujuan dan pulang di waktu yang ditentukan. Saya Bersama dengan empat orang temanku, mengambil penyebrangan ke Pulau Lombok dengan kapal penumpang Tilongkabila. KM.Tilongkabila adalah salah satu kapal penumpang PT.Pelni yang namanya diadopsi dari nama Gunung di Gorontalo. Filosofinya penamaan kapal ini disamakan dengan nama gunung karena gunung adalah bangunan kokoh yang sulit ditenggelamkan.Setelah berkelana selama lima hari di lautan, dengan keadaan yang super duper melelahkan, akhirnya sampai juga di tempat tujuan, Lombok NTB. Tempat berdirinya kerajaan gaib Rinjani dengan ketinggian 3.726 Mdpl. Masih dengan berdesakan, saya menuruni tangga kapal tilong. Dengan menenteng carrier yang beratnya 80 Kg plus daypack, saya terlihat kesulitan saat itu. Sepatu trackingku belum menyentuh tanah, saya sudah diperebutkan oleh para supir travel. Dari penampilan, mereka sudah bisa menebak bahwa saya adalah pendaki. Mereka menawarkan diri untuk mengantarkan aku dan teman-teman menuju Desa Sembalun, desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani, desa terakhir pendakian. Kami menolak semua tawaran yang ada dan memutuskan menaiki taksi ke Unram (Universitas Mataram), di sana sudah ada organisasi mapala yang menunggu. Perjalanan dari pelabuhan Lembar menuju Unram kira-kira menyita waktu sekitar 1 jam. Kami sampai di Unram sekitar pukul 14.00 siang, turun di depan fakultas pertanian. Unram terlihat luas, dengan bangunan bangunan yang megah serta rimbun. Pohon pohon besar terlihat memadati halaman halaman kampus ini. Tak berapa lama, seorang anggota mapala pertanian Unram menyambut kami, anak ini sudah agak berumur dan senior di mapalanya. Dia mengajak kami ke secretariat mereka agar bisa istrahat sejenak. Semakin lama duduk, semakin banyak anggota mapala Unram yang datang, dan semakin banyak pula pertanyaan yang ditanyakan. Sampai kemudian disodorkan minuman khas Mataram, Brem. Brem ini sejenis arak, tapi tidak dengan warna putih susu. Brem ini berwarna merah muda bening, mungkin sudah di campur dengan sesuatu yang tak sempat saya tanyakan. Seperti biasa, lagi lagi mentari menenggelamkan dirinya di ufuk barat selama 12 jam lamanya. Hari terlihat gelap dan itu malam pertamaku di Mataram. Cukup berkesan dan mungkin akan dikenang. Malam itu, untuk mempersiapkan mendaki Rinjani besoknya, kami mengeluarkan seluruh isi carrier masing-masing, dan merapkan ilmu menejemen packing. Seluruh logistic di satukan, barang pribadi maupun tim di pisahkan. Kemudian masing-masing mengambil bagian dan mulai mengisi satu persatu barang-barang ini ke dalam carriernya. Saya membawa tenda dan logistic cair, seperti minyak goreng dan spritus. Packing ini berlangsung kurang lebih 2 jam, dan setelah itu kami mandi dan makan.Pukul 10:00 pagi, engkel yang ditunggu membunyikan klakson di depan secretariat. Saya bergegas berdiri dan mengangkat carier menuju engkel ini. Di mobil rupanya sudah ada gabungan Mapala Makassar, tapi bukan mereka yang sudah akrab bersama kami di kapal kemarin.Di Rinjani ada dua jalur pendakian yang paling sering dilalui, yakni jalur pendakian Sembalun dan Senaru. Dua duanya adalah jalur pendakian yang melelahkan. Kami menggunakan jalur pendakian Sembalun, sekitar 5 jam dari pusat kota Mataram jika menggunakan engkel dengan ongkos Rp 50 ribu. Itu sudah termasuk waktu belanja logistic di perjalanan. Kami tiba di tempat registrasi pengunjung Taman Nasional Gunung RInjani (TNGR) sekitar pukul 14.00 siang. Untuk masuk kawasan TNGR, masing-masing dari kami dikenakan biaya Rp 25 ribu untuk paket 5 hari. Setelah mendapatkan tiket masuk, kami masih di bawa ke tempat yang kira-kira sejauh 1 KM dari tempat registrasi, itu pintu masuk yang katanya lebih dekat dibanding gerbang resminya. Sebelum mendaki, kami dan tim rombongan Makassar masih memutuskan makan dulu, ini agar kuat dalam perjalanan. Kami tidak melewati gerbang masuk Sembalun, malainkan lewat jalur alternative yang katanya 2 jam lebih cepat dibanding lewat gerbang masuk. Jalur ini melewati pemukiman warga, kebun tomat dan strawberry. Saya yang berasal dari Gorontalo, tentunya seperti orang kampungan di sana, pertama kali melihat kebun strawberry. Walaupun sampai akhirnya saya tak pernah mencicipinya. Dengan mengucapkan bismilah, saya memulai perjalanan. Dua jam berjalan, rasa lelah belum terasa. Lagi saya merasa orang yang paling kuat diantara tim. Kami berjalan perlahan dan kemudian berhenti. Ada ada saja alasannya, ada yang mau BAB, ada yang capek, dan lain lain. Namun perjalanan ini kami nikmati, karena puncak Rinjani terlihat dekat dengan jidat jika dari sini (Jalur Sembalun). Kami berjalan, melewati padang savana yang luas. Saat itu kondisi jalur pendakian sangat ramai. Menurut data TNGR saja, pengunjung di bulan itu sudah mencapai 4.000 orang. Makanya saat registrasi, kami tidak dapat kartu penanda. Kami Beberapa kali bertemu dengan turis turis asing di jalur pendakian, tak jarang turis wanita ini menggunakan pakaian yang terbilang seksi. Makanya beberapa temanku terperangah selama beberapa detik untuk menikmati itu, kecuali aku. Aku sedikit gengsian untuk hal-hal semacam itu, walau kadang suka lirik-lirik dikit.Semakin jauh dan lama berjalan, ion tubuh mulai berkurang, keluar sebagai keringat melalui pori-pori tubuh. Tentunya ini berimbas pada stamina dan energi. Dua posisi yang saya suka selama perjalanan adalah duduk dan bersandar. Seakan surga menjadi milikku seutuhnya.Kemudian mentari mulai meredupkan sinarnya. Kegelapan mulai menguasai semesta raya dan kedinginan ikut berpartisipasi melumpuhkan stamina dan tenaga. Sekitar setengah perjalanan menuju Pos 1, udara mulai terasa dingin, saya melemparkan carrierku ke tanah. Lekas kuambil kaus tangan yang tersimpan di topi carrier dan memakainya. Walaupun begitu, kedinginan masih saja ngotot ingin memelukku. Kuangkat lagi carrier dan coba melanjutkan perjalanan dengan teman-teman.Hiingga pada pukul 19:00 WITA, kami sampai di Pos 1 Sembalun, sejenak meluruskan tulang belakang yang serasa akan patah. Saat itu suhu sudah sangat dingin. Apalagi saya yang berasal dari kota yang sangat panas, suhu Rinjani membuatku shock.Karena jarak pos 2 dengan pos 1 sudah agak dekat, kami tim merasa nanggung kalo harus ngecamp di pos 1. Sehingganya kami melanjutkan perjalanan lagi selama kurang lebih 2 jam dan kemudian ngecamp di pos 2. Tak banyak istrahat, di poss 2 yang kami lakukan adalah mendirikan tenda, merapikan barang-barang, masak kemudian tidur. Saya merasa sangat lelah kala itu. Rinjani menikamku dengan suhu dinginnya, sehingga saya merasa mual dan pegal-pegal. Tak kupedulikan mereka yang masih bicara, aku langsung melarutkan diri dalam mimpi dan berharap bisa bangun esok pagi dengan sehat walafiat.β€œSigid, sigid, sigid”, panggilan itu terdengar dari luar tenda dan saya masih dalam keadaan setengah sadar. Hingga saya benar-benar sadar. Saya menengok ke kiri kanan, ternyata teman-temanku sudah bangun lebih dulu. Saya duduk dan membuka resleting sleeping bag yang cukup berjasa untuk jiwa dan raga. Perlahan kubuka tenda 2x3 itu dan saya keluar dengan keadaan nyeker. Ternyata udara super dingin! Saya melompat ke dalam tenda lagi karena tanahnya sangat dingin. Saya lekas memakai sepatu dan kembali duduk bersama rekan-rekan, sembari menatap sunrise yang sedang memamerkan keindahannya. Saya mengambil kamera dan merekam momen itu. Rinjani sungguh cantik dalam keadaan apapun sudara-sudara. Pagi sore siang malam keindahannya seakan tak akan luntur. Rinjani setia melayani para pendaki dengan keelokan wajahnya.Itu adalah pagi pertama saya di kerajaan Rinjani yang mempesona. Seakan mata tak sudi berkedip. Waktu berlalu dan kami pun harus melanjutkan perjalanan panjang lagi. Tapi sebelum melanjutkan perjalanan yang mungkin akan sehari itu, kami harus menyiapkan bekal air yang banyak. Untuk alasan itulah tiga orang temanku masih harus antre lagi untuk mengisi botol botol yang kosong.Pada pukul 10:00 WITA, perjalanan menuju Plawangan Sembalun (tempat camp terakhir sebelum summit) dilanjutkan kembali. Tentunya dengan harus melewati pos 3. Perjalanan kali ini memakan waktu kurang lebih 10 jam, melewati bukit penyesalan yang sampai sekarang menyisakan pegal di memori ingatan. Bukit penyesalan adalah bukit yang mempunyai kemiringan ekstrim. Beberapa kali saya harus menggunakan akar pepohonan sebagai alat untuk membantuku naik. Beberapa kali saya rela berjalan merangkak dan beberapa kali saya harus tergelincir ke bawah dan naik lagi.Dalam perjalanan menuju plawangan saya bertemu dengan beberapa teman dari Bali dan Cirebon. Mereka berlima mendadak akrab dengan saya dan lainnya. Mereka ini juga yang menjadi penyemangat karena selalu meneriaki saya dari atas jika terlalu lama duduk istrahat.Saya berdiri dan berlari, kemudian duduk lagi dan berdiri lagi sampai pada titik dimana saya benar-benar merasa ini diluar kemampuan kaki untuk mendaki. Namun saat itu memang tak ada pilihan lain selain fighting and keep climbing. Dan pada pukul 19:00 Wita, saya dan salah seorang teman sampai di plawangan, tapi tak langsung mendirikan tenda karena masih ada tiga teman yang masih di bawah. Saya kemudian bersama teman menunggu mereka di puncak plawangan Sembalun dengan mengizinkan udara dingin menjajah kehangatan tubuh, membuatku menggigil dengan memeluk kedua kaki. Saya meringkuk saat itu.Tak berapa lama, teman-teman yang saya tunggu sampai juga dan tim kami lengkap. Tanpa basa basi lagi, saya mendirikan tenda dan membuat kopi untuk diseruput sebagai penghangat tubuh yang terasa membeku. Saya mengkhawatirkan keadaanku dan teman-teman jika harus summit yang direncanakan pukul 02:00 dini hari nanti. Tak makan dan hanya menyeruput sedikit cairan hitam berkalori, saya merebahkan tubuh dan tertidur.Tak seperti yang diharapkan. Saat saya nyenyak tertidur, saya dibangunkan oleh seorang teman. Tak ingat lagi apa yang dia katakana saat itu, jelasnya dia mengajak aku dan yang lainya muncak hari itu juga. Saat itu pukul 03:00. Tak banyak berkomentar, aku langsung melapisi seluruh tubuhku dengan pakaian sampai tak ada lagi kedinginan yang mampu menembusnya. Sekitar 30 menit prepare, kemudian kami mendaki puncak Rinjani yang diidam-idamkan semua pendaki. Dari plawangan, terlihat kelap kelip senter sepanjang jalur pendakian. Saya mendaki dengan hanya menenteng kamera DSLR. Cukup enteng pikirku.Untuk menuju puncak Rinjani, saya harus berjalan dulu selama satu jam lalu menuju mendaki ke semi puncaknya selama tiga jam. Itu baru semi puncaknya saja, puncak sebenarnya masih jauh di atas sana. Sangat jauh dan tinggi hingga terasa seperti akan menyentuh langit.Pagi pukul 07:00 WITA, perjalanan itu dilanjutkan setelah sebelumnya menikmati indahnya sunset pagi Rinjani di semi puncak yang tadi. Saya mendaki di saat hampir semua orang turun dari puncak. Dari kejauhan, terlihat antrien panjang menuju puncak. Maklum, saat itu ribuan pendaki dari berbagai penjuru nusantara yang datang dengan misi yang sama. Satu jam pertama, capeknya belum begitu terasa, kedua dan ketiga saya masih merasa jadi orang yang paling kuat saat itu. Namun setelah empat jam mendaki, saya mulai merasa lelah dan lemah.Perutku sakit karena tak sarapan sebelum muncak, di tambah dengan nafasku yang mulai terasa sesak. Beberapa kali saya menjatuhkan lutut ke tanah. 'Oh maigat, lapar sekali kita,' kataku dalam keadaan bersimpuh.Lapar dan haus membuatku tak bisa melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang ini. Memang tekadku masih sangat kuat. Tapi dengan tenaga yang terkuras, saya hanya bisa mempasrahkan diri dengan terus mangangkat kakiku untuk melangkah dan melangkah. Saya merebahkan tubuhku di atas jalur pendakian yang berbatu, menghadap langit, dan bekata 'di ketinggian seperti ini, harusnya saya sudah bisa menyentuh langit.' Lalu kemudian temanku memegang pundakku dan mengajak untuk menghentikan perjuangan ini.Namun dengan sisa kuota tenaga yang kian menipis, saya bangun dan kutolak tawarannya dengan langsung menatap wajah puncak yang terlihat dekat di mata namun jauh di kaki. Pendakian itu benar-benar saya lakukan sampai titik ketidakmampuanku, melampaui tenaga yang saya siapkan dan dengan batas akhir semangatku. Β Saya pikir tak akan bisa mencapai puncaknya. Saya pikir mentari akan meninggalkanku sebelum mencapai puncaknya. Namun dengan saling menyemangati satu sama lain, akhirnya saya dan empat rekan bisa mencapai puncaknya Rinjani. Mencumbunya tepat dijidatnya dengan ucapan syukur kepada Allah taala. Saya sampai di puncak dua jam sebelum mentari tenggelam. Dan dari puncak Rinjani, saya bisa melihat Gunung Agung Bali. Saya mensyukuri semua yang saya punya dari atas sana. Menikmati dengan gratis seluruh kepunyaannya. Selama 30 menit berada di puncak, kemudian kami turun hingga sampai di plawangan lagi pada pukul 20:00. Dan setelah itu, yang harus saya pikirkan lagi adalah bagaimana pulang. Sebelum pulang, kami masih menghabiskan waktu dua malam di Danau Segara Anak dan kemudian turun mengambil jalur berbeda, yakni melewati jalur Senaru yang merupakan hutan belantara. Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, sebelum kembali ke secretariat Mapala di Universitas Mataram, saya dan tim serta rekan-rekan Makassar masih mampir dan menghabiskan waktu dua malam di GIli Trawangan, suatu pulau kecil yang menjadi tempat strategis buat menghilangkan penat dan capek. Di sana kami diajak oleh teman-teman dari Makassar untuk tinggal di tempat kenalannya mereka, dan ternyata adalah bosnya Rendi yang ketemu kami di kapal laut kemarin. Jadinya di sana kami seperti reunian. Kebetulan yang saling berhubungan.Selesai liburan ala kebarat-baratan di Gili Trawangan, kini kami harus kembali ke secretariat Mapala Pertanian Unram. Di sana kami harus merampungkan data-data yang harus kami masukan dalam laporan perjalanan ekspedisi ini.Mulai dari jenis burung apa saja yang kami temukan di sepanjang jalur pendakian, pohon apa saja yang tumbuh di sana serta kearifan lokalnya, semua kami masukkan dalam laporan perjalanan kami. Bahkan beberapa jumlah pengunjung juga tak lupa kami masukkan dengan mengunjungi kantor TNGR untuk meminta datanya.Kembali ke Gorontalo, saya berencana akan menggunakan kapal laut lagi. Kapal yang sama kami tumpangi ke sini (Mataram NTB), namun suatu malapetaka terjadi, tiket kapal sold out, dan kami kebingungan. Tapi untungnya masing-masing dari kami telah mempersiapkan budget pulang. Jika suatu saat kami membutuhkan tambahan dana, kami kemudian menyeberang ke Bali dengan sebuah kapal laut yang memakan waktu lima jam. Di sana disambut sama anak-anak mapala Buana Giri Universitas Mahasaraswati Bali. Kami tinggal semalam di secretariat mereka dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan menaiki pesawat ke Makassar. Kenapa tidak mengambil penerbangan dari Mataram saja, alasannya karena tiket dari Mataram-Gorontalo jauh lebih mahal dibanding dari Bali-Gorontalo.Sampai di Gorontalo, saya bersama tim ekspedisi di sambut oleh teman-teman seangkatan. Bangganya saya saat itu, di tambah kedua orang tuaku juga tenyata ada di antara orang-orang yang menunggu. Akhirnya, perjalanan panjang itu menjadi sebuah ingatan yang akan selalu kusimpan, bahkan jika harus menyita separuh memori ingatan. Dari perjalanan itu saya belajar bagaimana menciptakan sebuah dunia yang menyenangkan. Keluar dari tempat yang kudiami selama 19 tahun dengan menjelajahi sebagian kecil wilayah Indonesia, saya belajar berbudaya, bersikap tatakrama dan mengargai sesama dengan tidak melihat ras suku dan agama, dan tentu saja menghargai ciptaan-NYA.
Hide Ads