Ssst, Ada Nisan Marij Antoinette di Museum Taman Prasasti
Selasa, 22 Des 2015 10:42 WIB

Irpan Rispandi
Jakarta - Jakarta punya banyak museum keren untuk traveler jelajahi. Dari mulai Museum Nasional, Museum BI, hingga Museum Taman Prasasti yang menyimpan nisan Marij Antoinette. Siapakah dia?Pagi yang mendung mengawali perjalanan d'Traveler kali ini. Namun, hujan gerimis itu tidak menyurutkan langkah para d'Traveler untuk jalan-jalan terus. Kali ini jalan-jalannya adalah menyusuri peninggalan-peninggalan sejarah di Jakarta. Dimulai dari Museum Gajah, dilanjut ke museum Taman Prasasti, dan kemudian ke kawasan Kota Tua, Museum BI, Jembatan Merah dan berakhir di Pelabuhan Sunda Kelapa.Terus terang saja, meski saya sudah tinggal di Jakarta selama 13 tahun lebih, namun baru kali ini saya mengunjungi Museum Nasional alias Museum Gajah, begitu juga dengan Museum Taman Prasasti. Tapi kalau ke Kota Tua sih sudah beberapa kali, tapi hanya ke lapangan yang di depan museum Wayang saja. Sedangkan masuk ke Museum BI, Jembatan Merah dan Pelabuhan Sunda Kelapa, ini baru pertama kali juga.Mungkin yang seperti saya ini banyak. Sudah bertahun-tahun tinggal di Jakarta namunΒ belum pernah mengunjungi tempat-tempat di atas. Entah karena terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu, atau malah 'tidak sadar' ada tempat seperti itu di Jakarta.Kunjungan ke Museum Gajah cukup memuaskan hasrat saya akan barang-barang seni bersejarah. Terutama patung-patung batu dari jaman dulu. Di museum Nasional ini terdapat ratusan koleksi patung batu dari jaman Kerajaan Budha dan Hindu, malah yang lebih tua juga ada.Ada juga koleksi peralatan dari Jaman Batu. Di dalam rak-rak kaca dipamerkan berbagai kapak batu, beliung, dan sebagainya. Ada lagi peralatan dari jaman Perunggu, yang paling spektakuler adalah Nekara. Semacam genderang yang sangat besar tapi terbuat dari logam perunggu. Sekujur badan genderang ini dihiasi ukiran yang sangat indah.Selain itu, terdapat juga koleksi barang-barang adat dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Seperti peralatan rumah tangga dari Papua, satu set panggung pertunjukan wayang kulit, miniatur-miniatur rumah adat dari berbagai daerah, dan favorit saya adalah koleksi senjata-senjata seperti Keris, Pedang, Panah, dan masih banyak yang lain.Setelah cukup puas menembus waktu di museum Gajah, perjalanan dilanjutkan ke Museum Taman Prasasti. Aslinya Museum Taman Prasasti ini adalah kompleks kuburan Belanda yang dibangun tahun 28 September 1795. Namun kemudian, kompleks ini dilestarikan menjadi museum sejak tahun 1977. Di dalamnya terdapat makam-makam Belanda dengan berbagai hiasan dan ornamen.Rasa Eropa sangat kental terasa di sini. Nisan-nisan kuburan dibuat berbentuk kotak dengan bahan batu pualam atau batu kali. Ada juga yang ditambahi hiasan patung-patung bidadari atau malaikat. Pada nisan tersebut diukirkan nama dari orang yang dikubur di sana. Rata-rata mereka adalah orang yang hidup antara tahun 1800-an hingga 1900-an.Satu yang menarik perhatian saya adalah sebuah nisan bertuliskan 'Marij Antoinette'. Begitu membaca nama itu, saya jadi ingat istri penguasa Perancis yang terkenal itu. Namun tentu saja Marij Antoinette yang dikubur di sini bukanlah sang Ratu Perancis, karena Maria Antoinette dari Perancis meninggal tahun 1815 sedang Maria yang ini meninggal tahun 1900.Ada lagi sebuah nisan tanpa nama, namun dihiasi oleh gambar-gambar yang cukup menyeramkan. Ada pahatan tengkorak dan tulang bersilang pada nisan ini. Tapi tanpa nama, hanya ada keterangan huruf 'HKN No. 28'. Jika kita membaca novel sejarah karya Rizki Ridyasmara yang berjudul 'Jacatra Secret', maka makam nomor 28 ini adalah makam orang penting dari sebuah organisasi rahasia di masa lalu. Novel ini juga secara keseluruhan menceritakan berbagai bangunan bersejarah di Jakarta dan hubungannya satu-sama lain.Setelah istirahat, makan dan sholat, rombongan d'Traveler melanjutkan perjalanan ke Kota Tua, dengan menumpang mobil yang disediakan oleh detik.com sebanyak 6 unit. Sampai di Kota Tua, suasana sangat ramai. Kami sempat foto-foto di sana, meski tak lama. Kami langsung melanjutkan perjalanan ke Museum BI.Di Museum BI kita bisa belajar sejarah Indonesia dari sisi ekonomi. Bagaimana dulu Nusantara adalah pusat dari perdagangan rempah-rempah dunia. Di dalam Museum BI iniΒ terdapat berbagai koleksi mata uang dan alat pembayaran yang pernah berlaku di Indonesia dari jaman Kerajaan-kerajaan, jaman penjajahan, jaman revolusi kemerdekaan sampai jaman sekarang. Kita juga jadi tahu bagaimana orang-orang bertransaksi bisnis.Museum BI ini menempati gedung bekas De Javasche Bank. Di dalamnya masih terdapat ruangan-ruangan bekas 'teller' jaman dulu. Ada juga lemari besi yang luar biasa tebal dan kokoh, pintu-pintu besi yang terbuat dari besi padat, dan ornamen-ornamen khas jaman dulu.Waktu shalat Ashar tiba. Kami melaksanakan sholat di Mesjid Baitul Iman, yang terletak di belakang gedung Museum. Kontras sekali dengan bangunan museum yang jadul, Mesjid Baitul Iman ini dibangun dengan arsitektur modern. Namun demikian, kedua bangunan ini, museum BI yang jadul dan Mesjid yang Modern, bisa menyatu dalam harmoni. Si perancang mesjid ini sungguh pintar.Selesai belajar di Museum BI, kami lanjut ke Jembatan Merah alias Jembatan Jungkit alias Jembatan Kota Intan. Jembatan ini aslinya dibangun untuk menghubungkan Kastil Inggris dan Kastil Belanda. Namun saying kastil-kastil tersebut kini sudah tidak ada lagi.Wujud jembatan masih utuh termasuk mekanisme pengungkit untuk mengangkat Jembatan, sehingga perahu bisa lewat. Melihat alat pengungkit ini, yang terletak di dua sisi sungai, bisa kita bayangkan bahwa dulu ketika jembatan ini masih beroperasi, untuk mengangkat jembatannya diperlukan dua orang. Satu orang memutar pengungkit di tiap sisi sungai.Puas foto-foto di Jembatan Merah, rombongan bergerak ke tujuan terakhir yakni Pelabuhan Sunda Kelapa. Sebenarnya letak pelabuhan Sunda Kelapa tidak jauh dari Jembatan Merah. Kalau jalan kaki, kita cukup menyusuri sungai ke arah Utara, tidak sampai 1 Km kita akan sampai ke pelabuhan Sunda Kelapa. Namun kalau kita naik kendaraan, kita tak bisa mengambil jalan lurus seperti ini, mau tidak mau harus memutar.Pelabuhan Sunda Kelapa sudah ada sejak abad ke 16, bahkan mungkin lebih tua lagi. Sekarang yang bersandar di pelabuhan ini hanya kapal-kapal Kayu. Mereka adalah urat nadi distribusi berbagai barang, mulai dari semen sampai air minum kemasan. Mereka mengangkut barang dari Jakarta ke berbagai wilayah di Indonesia.Pelabuhan Sunda Kelapa kini sering dijadikan objek hunting foto. Barisan kapal-kapal kayu dan aktifitas bongkar muat barang jadi momen yang bisa menghasilkan foto yang dramatis. Nah, demikianlah cerita jalan-jalan d'Traveler kali ini, nantikan kisah berikutnya ya!
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Pendemo: Dedi Mulyadi Tidak Punya Nyali Ketemu Peserta Demo Study Tour