Petualangan 9! 9 Destinasi, 9 Orang, 9 Hari
Sabtu, 05 Jul 2014 15:30 WIB

Tri Yulni
Jakarta - Traveling memang selalu memberikan cerita yang berkesan. Mulai dari destinasi wisata yang dikunjungi, teman traveling, sampai cerita yang muncul. Bisa juga serba kebetulan, seperti cerita ini yang serba 9.Niatnya Semeru, ternyata ke Bromo, terdampar di Bali, singgah di Yogyakarta, dan kembali selamat di Bogor. Petualangan sembilan, sembilan hati, sembilan hari, mulai di tanggal sembilan.Perjalanan ini berawal dari film 5 cm. Ya, kami adalah korban dari film tersebut. Apa pun yang kalian katakan tentang alasan kami mendaki Semeru, bagaimanapun kontroversinya film itu di mata sebagian orang, yang kami tahu, kami mendapat suntikan semangat untuk menyaksikan sendiri keindahan Semeru.Saya dan keempat teman sepakat untuk ke Semeru pada 9 Januari 2013. Pada H-1 bertambah empat orang lagi, jadilah saya menamai perjalanan ini dengan petualangan sembilan.Kereta Matarmaja mengantarkan kami dari Pasar Senen menuju Malang. Sampai di Pasar Tumpang, tempat yang menjadi titik awal pendaki menuju Ranu Pani kami kecewa, rumor pendakian Semeru ditutup karena badai benar adanya.Sore hari kami habiskan di rumah Pak Ruseno, warga di sekitar Pasar Tumpang. Keluarganya hangat. Ada begitu banyak alternatif pilihan di samping Semeru, seperti Gunung Arjuna, Gunung Bromo, Gunung Lawu, Pulau Sempu, Gunung Merapi, dan Gunung Argapura. Kami memutuskan memilih Bromo agar kami tetap berformasi sembilan.Wow! perjalanan Pasar Tumpang - Bromo ini mengerikan dan hujan. Menjelang malam, membuat jarak pandang terbatas. Licin, kiri jurang, kanan bukit, kami hanya bisa berdoa sepanjang jalan.Malam hari di Cemoro Lawang. Adem rek! Kami langsung mendirikan tenda setelah sampai. Saya dan kedua temanku kebagian membeli air untuk masak, dan kami mencuri kesempatan membeli kari dan soto untuk menghangatkan perut di tengah dingin ini.Dapat telepon disuruh kembali, tenda tidak bisa didirikan karena badai, jadilah kami menginap di mushala malam itu. Tepatnya, di samping mushala. Ini dinginnya kebangetan.Pukul 01.30 saya bangun karena kami janjian untuk ke Pananjakan mengejar sunrise, moment yang saya cintai di setiap hari selain senja tentunya. Pria-pria ini tidak ada yang mau bangun. Akhirnya saya memutuskan tidur lagi karena tidak kuat dengan dinginnya.Selepas subuh kami mulai melanjutkan perjalanan. Pananjakan batal karena kabut, dan kami berpindah haluan menuju Bromo. Agak aneh memang, orang lain pakai Jeep sampai kaki Gunung Bromo, kami jalan kaki dengan carrier di punggung.Itu lumayan lho, turun dari Cemoro Lawang ke kaki Gunung Bromo. Dari lumayan jadi lumanyun. Tapi inget, tidak boleh mengeluh! Semakin tinggi, semakin indah panoramanya. Sampai puncak, langsung batuk-batuk, belerang di mana-mana.Nah, di puncak Bromo pada ketinggian 2.932 mdpl ini, kami dapat melihat kawah Bromo yang masih aktif dan juga hamparan kaldera (lautan pasir) seluas 10 km persegi. Turun dari Bromo kami tergoda menyaksikan keindahan Bromo dari sisi lain, Gunung Batok dengan ketinggian 2.440 Mdpl yang berada di sebelah Gunung Bromo.Pendakiannya sih tidak jauh, tapi terjal. Tidak ada pohon untuk pegangan, cuma mengandalkan rumput. Saya sampai tertatih untuk sampai puncak. Capek berhenti, capek minta minum, tapi untung mereka setia bergantian mengikuti saya untuk sampai puncak.Capek mendaki terbayar dengan indahnya tempat ini. Puncak Gunung Batok ini datar dan berpasir. Di tengah gunung terdapat tempat menaruh sajen Suku Tengger.Kita sempatkan bikin minum dan tidak masak makanan, karena persediaan air yang sangat sedikit. Lalu mengelilingi puncaknya untuk berfoto dan kembali turun.Kalau tadi mendaki liat ke atas bisa pegangan apa pun, kalau turun lihat ke bawah serasa bakal jatuh, tanpa ada pegangan. Jika tergelincir langsung guling-guling.Akhirnya saya memilih untuk main perosotan selama turun gunung sampai ketemu jalan yang sedikit landai. Setengah perjalanan terlewati, dan engsel kaki ini serasa mau copot.Kalau boleh milih, berharap sisa perjalanan ini tanjakan saja, bukan turunan. Pelan, pelan, sampai juga di bawah. Yeay! Batok Mountain, Completed!Selamat tinggal Bromo. Ah, rasanya tidak mau meninggalkan Bromo. Bukan karena keindahannya, tapi melihat jalan terbentang di atas yang sangat tinggi dan jauh.Ya Allah, apa iya sanggup sampai ke Cemoro Lawang dengan kondisi kaki habis naik-turun dua gunung tadi. Kalau boleh egois, saya mau ngojek saja. Tidak apa-apa bayar Rp 30.000. Tapi sudah bareng sejak awal, jadi tidak boleh sendiri-sendiri. Perlahan dan capek, ternyata sampai juga.Petualangan Sembilan berlanjut ke Probolinggo, bermalam di rumah kakak salah satu dari kami, untuk selanjutnya menuju Pantai Papuma di Jember. Terlalu dini untuk pulang, terlalu jauh untuk sekadar menyentuh Bromo, dan bersembilan sepakat untuk menyusuri indahnya sisi timur Jawa.Kota Probolinggo, malam hari. Perubahan suhu yang sangat signifikan dari dinginnya Bromo ke panasnya Probolinggo. Di tengah persiapan melanjutkan petualangan, lewat obrolan dengan tuan rumah sebagian mulai tertarik pindah haluan dari Pantai Papuma, Jember menuju Bali.Dengan isi dompet pas-pasan saya mengiyakan, asal pengeluaran bisa ditekan seminim-minimnya. Sempat berpikir, ini serius ke Bali? Kami ini sebagian besar fresh graduate yang belum punya penghasilan tetap. Malah sebagian lagi masih berstatus mahasiswa, tapi tetap nekad melakukan perjalanan ini. Uang bisa dicari, tapi perjalanan ini tidak akan pernah terulang bukan?Pukul 10.00 kami menuju Terminal Probolinggo untuk berangkat menuju Ketapang dengan bus ekonomi tujuan Banyuwangi. Kata mereka awalnya perjalanan dekat, sekitar 3-4 jam.Ternyata sampai Pelabuhan Ketapang malam. Sampai Pelabuhan Ketapang, lari-larian mengejar kapal Ferry. Ini salah satu bagian yang seru.Kaki yang engselnya serasa mau copot ini makin berat, karena di bus kaki tidak digunakan, dan carrier di punggung yang setia tidak mau copot dengan badan ini. Setelah pakai kaki, mobil, bus, kereta, dan sekarang kapal sebagai transportasinya.Serasa mimpi, ini Bali, Pulau Bali. Saya tidak pernah membayangkan ke Bali dengan cara seperti ini. Saya ke Bali dengan delapan temanku yang dipersatukan dalam petualangan sembilan ini. Amazing!Welcome Gilimanuk, awalnya berniat ke Bali untuk camp di pantai terdekat dengan pelabuhan, abis itu balik lagi. Kenyataannya kami malah menuju Terminal Ubung, Denpasar, dengan naik colt seharga Rp 30.000. Di Bali personil kami bertambah satu lagi, dan mempermudah perjalanan di sini.Akhirnya kami memilih Pantai Sanur untuk menghabiskan malam ini, menikmati debur ombak menanti sunrise. Semakin pagi semakin banyak masyarakat Bali yang berdatangan melakukan Saraswati, mandi di pantai, dan saya menikmati keramaian ini.Saya selalu suka pantai, ada ketenangan tersendiri saat duduk menikmati hamparan laut terbentang. Nyaman, apalagi kalau beruntung melihat sang jingga.Setelah teman-temanku puas mandi di pantai, kami lanjut makan. Ternyata makan di Pantai Sanur murah dan serba ikan laut. Nasi, pepes ikan, ikan kecil goreng, dan sayur Rp 7.000 saja.Berkat bantuan personil tambahan, kami yang tak tahu arah tapi untungnya tahu jalan pulang, mengubek-ubek isi Bali. Setelah Pantai Sanur, kami menuju Nusa Dua, Tanah Lot, dan berakhir di Kuta.Panasnya? Sukses membuat muka kami gosong. Kami mana punya persiapan untuk bawa sunblock, ke pantai saja kami pakai sandal gunung. Bermalam di Pantai Kuta, kami kembali tidur di alam terbuka bermodal sleeping bag dan untungnya tidak diusir.Selamat pagi Kuta. Beberapa orang mandi, beberapa berselancar, beberapa lari pagi, dan saya memilih menyusuri pantai ini. Menikmatinya dalam diam, berkutat dengan pikiranku. Akhirnya tiba waktu untuk meninggalkan Bali.Sampai di Terminal Ubung, akhirnya merasakan juga jadi artis yang dikerubungi banyak orang. Bedanya ini kita dikerubungi calo, sumpah ini terminal paling menakutkan yang pernah saya datangi. Apalagi kami datang ramai-ramai dan bawa tas besar, dikira mau perjalanan jauh.Untungnya semua barang sudah benar-benar dikemas rapi dan dipegang masing-masing. Jadi tidak berceceran dan tidak bisa seenaknya ditarik-tarik calo.Buat yang mau berpergian via Terminal Ubung, ini harus benar-benar hati-hati ya. Pastikan bus apa yang mau dinaiki, dan tidak usah berbicara apapun. Langsung naik bus yang dituju biar terhindar dari calo ini. Kami saja yang sudah naik bus masih dipaksa untuk membayar tiket Rp 5.000, lebih mahal dari seharusnya.Pelabuhan Gilimanuk, malam hari menuju pulau Jawa. Bali serasa mimpi yang berakhir hari ini, dan selamat datang Jawa. Tidur di stasiun malam ini, Stasiun Banyuwangi Baru.Sebenarnya kami belum tahu akan ke mana besok pagi, karena memang belum beli tiket. Sungguh perjalanan yang tidak terduga. Paginya, kami memutuskan menuju Yogyakarta.Setidaknya nanti walaupun kami tidak dapat tiket dari Yogyakarta menuju Pasar Senen, kami lebih dekat dengan Jakarta. Dibandingkan kalau kami ke Surabaya untuk transit menuju Pasar Senen.Perjalanan kami tempuh sekitar 13,5 jam, cukup jauh tapi kalau ramai tetap saja menyenangkan. Ini manusia pada bilangnya tidak punya uang, tapi apa-apa yang lewat dibeli. Keripik pisang, kerupuk kentang, salak, nangka, nasi pecel, nasi kuning, pisang, kacang, kedawung, untung tidak punya duit buat beli yang jualnya juga.Selamat malam, Yogyakarta berhati nyaman. Dengan sisa-sisa tenaga setelah tujuh hari berkelana, kami tetap menyempatkan menyinggahi beberapa tempat. Mulai dari Tugu Yogyakarta, Kopi Jos, 0 km Yogya, dan Alun-alun Kidul (Selatan).Di Alun-alun mereka menjajal untuk melewati beringin kembar, yang konon katanya kalau bisa melewati doanya bakal terkabul. Saya sih malas, sudah pernah gagal soalnya. Lagi becek pula dan memilih tertawa melihat tingkah pola mereka.Kami bermalam di basecamp satu komunitas di bawah UIN Yogyakarta. Terima kasih atas tumpangannya. Keesokan hari, akhirnya dapat tiket dan jadi juga ke Jakarta. 16 Januari 2013, kami berangkat menuju Pasar Senen untuk kembali ke kota yang penuh cerita, Bogor.Esoknya ternyata kami disambut banjir ketika sampai di Jakarta, dan perjalanan menuju Bogor harus dilalui sekitar 6 jam. Rindu kasur, rindu istirahat, tapi ternyata perjalanan ini yang akan lebih dirindukan.17 Januari 2013. Ini adalah akhir dari petualangan yang tidak disangka. Tapi saya harap bukan perjalanan terakhir kami bersembilan. Apalagi perjalanan terakhir untuk melihat indahnya kehidupan dari sisi lain.Terima kasih atas petualangan sembilan ini. Sembilan hati, sembilan hari, start di tanggal sembilan. Dan tahu berapa uang yang kami habiskan untuk perjalanan ini? Tidak lebih dari Rp 900.000. Kebetulan?
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan