Serunya Kampung Halamanmu
Panen Lada Tiba, Saatnya Pulang ke Pulau Bangka
Minggu, 03 Agu 2014 15:27 WIB

Darwance Law
Jakarta - Selalu ada hal yang membuat kita kangen dengan kampung halaman. Seperti juga mereka yang asli Bangka, musim panen lada adalah saatnya pulang ke kampung halaman. Ayo bergabung dan memetik buah lada!Saat ini, utamanya masyarakat Pulau Bangka yang berprofesi sebagai petani sedang bergembira menyambut musim panen lada yang kembali tiba. Sama seperti musim-musim panen lada tahun sebelumnya, panen hasil pertanian yang oleh masyarakat setempat disebut sahang ini kembali jatuh bertepatan dengan bulan suci Ramadan dimana umat Muslim menjalankan ibadah puasa.Sekalipun demikian, ibadah wajib ini tidak menyurutkan semangat petani-petani di pulau yang memiliki banyak pantai cantik ini untuk berangkat ke kebun, memetik buah lada tangkai demi tangkai. Alhamdulillah, sama pula seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini saya pun berkesempatan merasakan euforia musim panen lada yang akhir-akhir ini harganya mencapai lebih dari Rp 130.000/kilogram itu.Entah kenapa, musim panen lada di Pulau Bangka memang hampir selalu bertepatan dengan musim liburan anak sekolah, apalagi orang-orang kuliah yang waktu liburannya jauh lebih lama dari anak sekolah biasa. Panen tahun ini misalnya, selain bertepatan dengan bulan puasa dan menjelang hari raya Idhul Fitri, panen lada juga berlangsung manakala musim liburan kuliah pun tiba.Saat itu pula, anak-anak petani yang menimba ilmu di kampus-kampus yang sebagian besar terletak di kota, termasuk yang berada jauh di luar daerah, kembali ke kampung halaman mereka di Pulau Bangka. Sebetulnya alasan mereka kembali memang bukan sengaja untuk menyambut musim panen lada tiba. Hanya saja, mereka pulang bertepatan dengan musim panen itu sendiri.Alhasil, banyak dari mereka yang mengisi waktu liburannya dengan langsung membantu orangtua mereka mengumpulkan buah-buah lada. Hal yang sama juga terjadi pada saya.Panen lada tahun ini mengingatkan saya pada musim panen lada dua tahun silam. Saat itu, musim panen lada tiba saat saya sedang berjuang mengikuti tes untuk kuliah lanjutan di sebuah universitas ternama di Yogyakarta. Seraya menunggu hasil tes itu pun, saya pulang ke Pulau Bangka dan membantu orangtua memetik buah lada bersama beberapa orang pekerja lain yang diminta oleh orangtua saya membantu mereka.Satu tahun setelahnya, yakni satu tahun yang lalu saat liburan semester kedua, saya kembali pulang ke kampung halaman bertepatan dengan musim panen lada tiba, pun bertepatan dengan bulan puasa. Panen lada di bulan puasa memang terasa jauh lebih berat dibandingkan dengan panen pada bulan-bulan biasa.Selain harus bekerja dengan keadaan tak boleh makan dan minum karena puasa, teriknya matahari juga menjadi tantangan utama bagi kami. Tapi tak mengapa, syukuri sajalah apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kami di bulan yang suci ini.Liburan pun kembali datang, tepat dua tahun saya meninggalkan Pulau Bangka untuk menunaikan pendidikan. Bila tahun-tahun sebelumnya saya pulang dengan status sebagai mahasiswa, alhamdulillah liburan kali ini status ini berubah dengan bertambahnya gelar akademis dibelakang nama saya. Seraya menunggu waktu wisuda, saya pun memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke kampung halaman saya di Pulau Bangka. Sama seperti mahasiswa lain barangkali, saya sengaja pulang bukan untuk memetik lada, tapi karena liburan menyambut hari raya Idul Fitri. Seraya mengisi liburan yang kosong itu, apa salahnya berkelana di perkebunan lada seraya memetik buanya bukan? Apalagi kalau itu menyenangkan!Saat matahari mulai meninggi, saya bersama kedua adik saya yang semula terlelap setelah makan sahur, langsung bergegas menuju kebun orangtua kami menggunakan sebuah sepeda motor butut yang memang diperuntukkan untuk pergi ke kebun. Jarak antara rumah dan perkebunan lada milik orangtua kami lumayan jauh, membelah hutan belukar yang terkadang berganti dengan perkebunan karet, kelapa sawit, termasuk perkebunan lada milik warga yang lain. Dari kejauhan, tampak lada-lada itu mulai berwarna merah seolah melambai-lambai hendak dipertik oleh tuannya.Orang-orang, entah itu sang pemilik kebun lada atau pekerja yang sengaja diminta oleh sang pemilik kebun, berada di antara batang-batang lada yang memang berbaris rapi menyerupai pasukan baris berbaris dalam jumlah yang luar biasa banyak. Ada pula di antara mereka yang sedang berada di atas tangga berbentuk segitiga, tangga khas untuk memetik buah lada yang terbuat dari kayu. Orang itu sedang memetik buah lada pada bagian atas batang yang tidak bisa dicapai bila tidak menggunakan tangga.Akhir-akhir ini, seiring dengan harga biji lada yang mulai melambung tinggi di pasar dunia, jumlah area perkebunan lada di Pulau Bangka disebut-sebut bertambah luasnya. Bagi saya, ini memang fenomena biasa. Orang-orang di kampung kami memang cenderung mau membuka usaha manakala dilihatnya usaha itu begitu tampak oleh mata nyata hasilnya. Seperti berkebun lada misalnya, manakala harga lada jatuh di pasar dunia sehingga berimbas pada petani sebagai pemain utama, dengan begitu cepat mereka meninggalkan perkebunan lada dan membuka usaha lain, seperti membuka usaha tambang timah misalnya.Namun, manakala harga lada terdengar kembali naik, seperti akhir-akhir tahun ini misalnya, berduyun-duyun warga di kampung halaman kami kembali membuka lahan untuk ditanamai lada. Padahal, untuk memanen lada dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun lamanya. Bayangkan bila dikaitkan dengan harga lada yang selalu berubah setiap saat?Apapun yang melatarbelakangi masyarakat Pulau Bangka kembali membuka perkebunan lada saat sekarang, yang jelas bertambahnya luas area perkebunan lada di sini memang tak lepas dari harga lada yang sekarang memang lagi tingi-tingginya. Ah, lupakan sejenak perihal itu semua. Hijaunya area perkebunan lada yuang bisa kita temui di kiri kanan jalan yang ada di Pulau Bangka rasanya sayang bila dilewatkan begitu saja. Sayang pula rasanya bila tak bergabung dengan para petani di sana sekadar untuk menjamah lalu memetik buah lada sekalipun hanya satu tangkai.Bagi saya, bisa berada di tengah-tengah area perkebunan lada merupakan sebuah kenikmatan tersendiri. Hijaunya perkebunan lada dengan buah-buahnya yang mennjuntai adalah pemandangan langka yang hanya bisa kita nikmati satu kali saja dalam satu tahun. Ya, memang tidak semua batang lada berwarna hijau. Ada pula beberapa pohon lada yang tampak menguning entah karena apa.Sekarang, kembali ke cerita saya dan adik-adik saya mengisi liburan menjelang Idul Fitri ini dengan memabntu orangtua kami memanen lada. Sesampai di kebun, kami biasanya langsung bergegas memasuki area perkebunan dan langsung meraih buah lada tangkai demi tangkai dan memasukkanya ke dalam bundong, wadah untuk mengumpulkan buah lada dari batangnya, sebelum akhirnya mengisi ke dalam sebuah karung untuk selanjutnya direndam dalam sebuah sungai.Matahari kian tinggi. Cuaca mulai panas menjelang tengah hari. Setelah berhasil mengumpulkan buah lada beberapa bundong, beristirahat pada sebuah pondok kebun yang sengaja dibangun oleh ayah untuk berteduh, kami pun kembali ke perkampungan. Ya, kondisi badan yanbg sedang berpuasa memang tidak bisa dipaksakan untuk mendapatkan buah lada yang jauh lebih banyak macam hari biasa. Semoga semua membawa berkah. Mau merasakan sensasi penen lada bersama para petani? Datanglah ke Pulau Bangka sekarang!
Komentar Terbanyak
Mengenal Kereta Lambat yang Dinaiki Kim Jong Un ke China
10 Negara yang Mengeluarkan Travel Warning ke Indonesia karena Demo
10 Hotel Terbaik Dunia 2025 Ada Resor Mewah di NTT, Indonesia