Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Serunya Kampung Halamanmu

Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan

Ich2014 - detikTravel
Kamis, 07 Agu 2014 18:52 WIB
perkebunan, siap panen. Hehe
Air Tejun Ie Digen
Pantai Bidadari, bersih dan terjaga
Bersama sahabat
Pemandangan dari Gunung Lhok Krit
Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan
Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan
Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan
Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan
Jatuh Cinta Pada Gampong Simpang Tiga di Aceh Selatan
Jakarta - Panas iya, dingin juga iya. Itu kata yang diucapkan ketika berada di Gampong Simpang Tiga, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan. Malam harinya dingin, siang harinya panas, tapi alamnya indah dan bikin kangen.Pada saat bangun tidur pukul 06.00 WIB pagi, di kampung halaman saya terasa sangat dingin. Itu dikarenakan suhu yang relatif rendah akibat berada di posisi yang tinggi dari permukaan laut, dan juga karena lokasinya yang sangat strategis yaitu diapit oleh 2 gunung dan laut yang menjorok ke arah barat daya.Di Aceh Selatan, pegunungan di sini sangat indah sekali. Banyak pohon asli berumur ratusan tahun yang belum ditebang serta dihiasi dengan kemegahan pantai pasir putih yang disebut Pantai Bidadari, berirama mata saat memandang, indah dan takjub.Contoh lainnya adalah pengunungan di Gampong saya yaitu Gunung Lhok Krit yang sampai saat ini masih menjadi primadona bagi warga setempat. Ini membuat daerah Kabupaten Aceh Selatan menjadi sebuah tempat yang eksotis.Di saat pukul 11.OO WIB, siang hari cuaca bertambah panas terasa seperti di negara Arab. Sangat gersang, membuat udara jadi sangat berdebu. Oleh sebab itu, sebagian orang memutuskan untuk berdiam diri di rumah ataupun mengerjakan aktivitas-aktivitas yang tidak menyengat tubuh.Sekali lagi, gampongku tepatnya di daerah pinggiran pantai yang eksotis, sebelah timur dibatasi oleh gunung dan sebelah barat dibatasi oleh bukit barisan yang menjulang tinggi. Rata-rata masyarakat di sini bermata pencarian sebagai petani, pedagang, dan nelayan.Itu terbukti dengan sebelah utara dan selatan Gampong ini berbatasan dengan hamparan sawah yang begitu luas, bila hasil panennya digabungkan mungkin kebutuhan akan beras di Provinsi Aceh ini akan tercukupi. Belum lagi, banyaknya ladang-ladang aktif masyarakat yang sangat terurus dan ladang ini menyediakan buah-buahan yang bernilai jual tinggi seperti pala, durian, duku, nanas, jambu, langsat, rambutan, salak, dll.Kehidupan di gampong ini terasa sangat damai, selalu terdengar riuh tawa anak-anak yang sedang bermain, bercanda gurau sepulang sekolah dan suara kicauan burung yang beragam dan hidup liar di gampong ini. Gampong Simpang Tiga ini memiliki hukum adat yang tegas dan jelas, sistem pemerintahan di sini diatur adalah Syariat Islam.Di dalam Gampong, mempunyai jabatan (perangkat desa) masing-masing seperti Lembaga eksekutif dan Badan Perwakilan Gampong yang terdiri dari Pak Keucik atau Kepala Gampong, kemudian Teungku Imeum atau Imam Masjid, dan terakhir Tuha Peut yaitu unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat, dan cerdik pandai yang ada di desa yang bersangkutan.Gampong Simpang Tiga ini memiliki panorama yang sangat bagus, pada dasarnya sangat cocok untuk dijadikan tempat wisata. Gampong Simpang Tiga memiliki air terjun, yaitu Air Terjun Dingin atau Ie Diegen. Air terjun ini memiliki keindahan yang luar biasa karena posisinya yang tinggi dan di puncaknya terdapat batu besar berwajah manusia.Selain itu yang juga layak dijadikan tempat wisata adalah ladangnya, alangkah baiknya jika dijadikan wisata pertanian dengan menyuguhkan keadaan ladang pertanian. Wisata lainnya adalah pengunungan Lhok Krit, letaknya yang dekat dengan gampong Simpang Tiga, sangat aman untuk didaki bagi pemula.Bagi sebagian besar orang, tentu sangat menyenangkan untuk bisa pulang ke gampong (desa) halaman untuk dapat merayakan hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru bersama keluarga besar. Ya, hal itulah yang saya alami beberapa bulan yang lalu. Pulang ke kampung halaman menggunakan mobil tentu memberi kisah tersendiri dibandingkan dengan menggunakan pesawat terbang.Nah, untuk perjalanan yang jauh sebaiknya dilakukan pada malam hari. Tentunya hal ini dilakukan karena banyak alasan, pertama alasan untuk menghindari macet dan yang terpenting menurut saya supaya perasaannya lebih dapat. Perasaan saat pulang ke kampung halaman tentu yang terlintas di pikiran yaitu bahwa semangat saat pulang akan menurun mengingat lelahnya perjalanan untuk sampai ke kampung halaman.Memiliki kampung halaman adalah hal yang menyenangkan, karena tidak semua merasa memilikinya. Apalagi kampung halaman yang benar-benar berupa gampong. Liburan panjang atau Lebaran, pasti ada saja alasan untuk rindu dengan rumah dan suasananya. Saya bersyukur kerana selama lebih kurang 24 tahun saya hidup di desa, dimana akses untuk ke kota lebih susah daripada akses ke sawah.Gampong yang sepi, sangat sepi jika di malam hari. Masyarakat pada pukul 21.00 WIB malam semuanya sudah tidur, tidak ada kendaraan bermotor yang lewat, paling cuma satu atau dua saja, mendengarkan nyanyian kodok, jangkrik, belalang dan burung hantu, ataupun gesekan antara daun daun kelapa di sekeliling rumah yang diterpa angin malam. Gampong saya, meski sepi, tetap saja menentramkan.Pulang kemarin, rupanya sedang musim panen, alhasil sawah milik tetangga saya juga panen. Alhamdulillah hasilnya lumayan, dan mau tidak mau, saya harus membantu menjemur padi, mengangkat satu karung gabah hasil panen ke pelataran untuk dijemur agar kering.Selalu saja, kalau di kampung itu, jika saya hendak berangkat ke merantau, pasti disuruh bawa banyak sekali, entah makanan atau bahan makanan, seolah-olah kalau bisa, semua makanan di rumah itu harus dibawa semua. Padahal, sebagai anak muda, saya paling enggan untuk membawa barang sebanyak itu dalam perjalanan.Pengennya sih simpel aja, satu tas samping, dengan isi HP, dan dompet, serta sedikit makanan dan minuman, sudah cukup. Tetapi, menolak keinginan dan permintaan ibu itu jauh lebih berat daripada membawa barang-barang tadi. Alhasil, kemarin berangkat ke Banda Aceh saya membawa 1 tas besar, 1 tas samping kecil, dan 1 tas yang dibawa di tangan, berisi beras, kurang lebih 3 kg, sepertinya lebih.Sementara itu, saya juga disuruh bawa makanan berupa keripik pisang dua bungkus besar, karena namanya juga keripik, sampe ke Banda Aceh, keripiknya hancur karena masuk tas, dan masih banyak lagi makanan lain.Seperti itulah, memiliki kampung halaman itu menyenangkan. Saya sudah merasakan hidup di desa yang sangat jauh dari kota, dan hidup di kota besar, semuanya memiliki kesan tersendiri.Saya pernah merasakan dunia tanpa listrik ketika saya masih kecil, dimana setiap sore saya ditugaskan untuk menyalakan lampu minyak. Saya pernah merasakan ke kota hanya sekian kali setahun, dan hanya pada saat tertentu semisal mau Lebaran. Saya pernah merasakan menjadi petani bersama ayah, pergi ke sawah dengan membawa pacul dan sabit.Oh iya, pernah kalian merasakan makan di sawah? Itu jauh lebih nikmat daripada kalian makan di restoran termahal di Aceh. Saya ingat dulu ketika saya di sawah, bersama ayah dan tetangga sebelah yang ikut bantu, dikirim makanan oleh ibu berupa nasi dengan sayur telur dan sedikit lauk. Itu nikmatnya... Masya Allah!Dengan keadaan masih penuh lumpur, saya hanya cuci tangan dan muka di kali kecil yang mengalir di sawah, kemudian makan bersama. Saya rindu masa masa seperti itu. Sangat rindu. Seperti itulah kampungku, meskipun tak ada apa-apa, seperti di kota, akan tetap dirindukan. I love Gampongku. Nah, itu dia sepenggal kisah cerita saat pulang ke kampung halaman.Sebenarnya masih banyak kisah-kisah yang belum diceritakan, mungkin bisa di lain kesempatan. Bila ada waktu kunjungi gampong saya yang ramah dan rasakan sendiri keindahannya.
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads