Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta

Riana Arifin - detikTravel
Senin, 18 Agu 2014 14:50 WIB
loading...
Riana Arifin
Daerah Corongan, Maguwoharjo. Daerah favorit saya.
Suasana pagi 0 KM kota Jogja
Komunitas Jogja Inline Skate.
Museum Seni & Budaya Jawa Ullen Sentalu.
Dewi (baju putih) & Saya (Uni, baju abu2) Pantai Indrayanti.
Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta
Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta
Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta
Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta
Yogyakarta, Selalu Bikin Jatuh Cinta
Jakarta - Dalam bait lagu 'Yogyakarta' yang dinyanyikan KLA Project, diceritakan kota tersebut selalu membuat rindu dan jatuh cinta. Suasana ramah, damai, serta keindahan pantai di Yogyakarta selalu memikat hati. Rasanya ingin selalu kembali.Bulan April 2014 lalu saya berlibur ke Yogyakarta setelah wisuda. Saya benar-benar melepas kepenatan dan libur tanpa beban di sana. Saya berangkat dari Jakarta menuju Yogyakarta sendirian. Sebetulnya saya janjian dengan teman kuliah, tapi kita bertemu langsung di Yogyakarta.Saya sampai di Yogyakarta 3 hari lebih cepat dari waktu janjian dengan teman kuliah. Jadi saya menikmati 'me time' di Yogyakarta dengan berkeliling naik motor sambil menyusuri setiap sudut kedai kopi yang ada. Saya sendiri termasuk penikmat kopi.Hari pertama tiba, saya dijemput Tante. Kebetulan saya mempunyai keluarga yang tinggal di sana, jadi tidak pusing untuk memikirkan akan menginap di mana.Β Setelah sampai rumah nenek di daerah Lempuyangan, saya memilih untuk beristirahat kemudian berkeliling di sore harinya. Sore hari saya hanya berkeliling di kawasan Malioboro saja. Menikmati suasana malam Malioboro yang tidak pernah sepi pengunjung walaupun bukan di akhir pekan.Di hari kedua, saya bangun pagi untuk menikmati udara pagi Yogyakarta sembari mencari sarapan. Saya berkeliling ke daerah Corongan, Maguwoharjo, yang menjadi salah satu daerah favorit saya.Β Daerah ini walaupun masih terletak di kawasan Yogyakarta, tapi suasananya masih pedesaan. Dengan pemandangan hamparan sawah di kanan kiri jalan, lalu saya bisa lihat anak yang bercengkerama dengan temannya sambil mengayuh sepedanya menuju sekolah, lalu melihat bapak atau ibu yang mengayuh sepeda sambil membawa kayu bakar. Udaranya masih sangat sejuk dan dingin.Setelah menghirup udara sejuk di daerah Corongan, saya melanjutkan perjalanan ke KM 0 Kota Yogyakarta. Saya ingin tahu kehidupan pagi kota Yogyakarta seperti apa. Apakah se-hectic seperti di Jakarta atau malah sebaliknya?Β Ternyata perkiraan saya salah. Kehidupan pagi di sekitaran KM 0 kota Yogyakarta jauh dari apa yang saya bayangkan. Suasananya masih terasa sejuk, padahal saat saya berada di sana waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Situasi lalu lintas juga tidak sepadat ibukota Jakarta.Di saat yang bersamaan, saya juga melihat beberapa laki-laki muda sedang main inline skate di KM 0 Yogyakarta. Namun saya melihat ada yang berbeda dari cara bermain mereka.Β Karena saya penasaran, akhirnya saya mencoba berkenalan dan bertanya apa yang sedang mereka lakukan. Ternyata mereka adalah komunitas dari Slalom Inline Skate. Komunitas ini berfokus pada inline skate dengan berbagai macam style (free style).Β Saya temukan saat itu mereka sedang bermain dengan gelas plastik yang disusun, lalu mereka meliuk-liuk dengan gaya bebas yang mereka punya. Biasanya mereka berlatih tiap hari Sabtu atau Minggu.Β Ternyata Komunitas Inline Skate sudah sering mengikuti beberapa perlombaan di luar kota, bahkan ada salah satu anggotanya yang berangkat ke luar negeri untuk melatih Slalom Inline Skate tersebut. Salut!Setelah beberapa hari saya berpetualang sendiri, akhirnya teman saya tiba juga di Yogyakarta. Jauh hari sebelum kami memutuskan untuk berlibur ke Yogyakarta, kami sudah membuat itinerary tempat wisata mana saja yang akan dikunjungi.Β Tempat wisata yang kami kunjungi adalah Museum Seni dan Budaya Jawa Ullen Sentalu. Museum ini dikelola oleh pihak swasta, yakni oleh keluarga Haryono yang merupakan seorang bangsawan Yogyakarta dan dikenal dekat dengan keraton Surakarta dan Yogyakarta. Museum ini berada di daerah Kaliurang.Β Museum ini mempunyai konsep menyatu dengan alam. Suasana yang di tawarkan di dominasi oleh batu-batu dan gemericik suara air yang membuat suasana menjadi terasa semakin sejuk.Β Harga tiket masuknya Rp 30.000, sebelum masuk kami harus mengisi data terlebih dahulu. Setiap pengunjung di pandu dengan satu orang guide untuk menjelaskan tentang sejarah kehidupan para bangsawan Dinasti Mataram.Seperti Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Mangkualaman. Selain itu museum ini juga menceritakan sejarah budaya Jawa kuno dengan segala peraturannya.Begitu masuk ke dalam, kita tidak diperkenankan untuk mengambil gambar apa pun. Ada waktu dan tempat tersendiri untuk pengambilan gambar.Β Setelah melihat dan mendengarkan penjelasan dari guide, kami diberi waktu istirahat untuk berfoto, serta disediakan minuman jahe hangat dan beberapa biskuit sebagai camilan.Β Setelah istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju lorong waktu, bagaimana Yogyakarta bisa sampai seperti sekarang ini. Namun sayang, karena ada beberapa tempat yang direnovasi, jadi kami tidak bisa mengelilingi seluruh museumnya. Tapi saya senang bisa tahu sejarah dari kota yang selalu saya cintai ini.Di hari yang sama setelah mengunjungi museum, kami ingin menikmati matahari tenggelam dengan langit jingga yang cantik di pantai kawasan Gunung Kidul, Wonosari.Β Perjalanan ke sana cukup memakan waktu yang lama, kurang lebih selama 2 jam. Tapi setelah perjalanan yang cukup jauh dan berliku-liku, semua itu terbayar dengan keindahan Pantai Indrayanti yang membuat saya tidak ingin pulang.Β Pasir pantainya yang putih, serta suara debur ombak yang membuat semua rasa letih saya selama mengerjakan skripsi kemarin seakan ikut sirna terbawa ombak. Sayang, sore itu matahari hilang timbul dan membuat sunset menjadi kurang sempurna, tapi tidak mengubah keindahan yang ada di sana.Sebetulnya saya masih ingin mengeksplore pantai di kawasan Gunung Kidul, Wonosari, namun cuaca kurang mendukung keinginan saya. Akhirnya setelah adzan Maghrib, kami memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta. Sebabnya karena teman saya akan pulang ke Tasikmalaya malam itu juga.
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads