Melihat Kekayaan Budaya Batak di Desa Tomok
Rabu, 11 Jun 2014 13:26 WIB

Jakarta - Desa Tomok menjadi salah satu tujuan utama para pelancong ke Pulau Samosir di Danau Toba. Di Tomok akan kita temui perkampungan khas rumah Batak, lengkap dengan patung sigale-gale, kuburan raja-raja, dan museum Batak.Desa Tomok di Pulau Samosir merupakan salah satu pintu masuk ke Pulau Samosir dari Pelabuhan Wisata Parapat di Sumatera Utara. Kita bisa menuju ke sana dengan feri yang berangkat setiap 2 jam, serta kapal motor setiap 1 jam.Feri dan kapal motor dari Pelabuhan Wisata Parapat tersedia hingga jam 5 sore, dan paling lambat jam 7 kembali dari Tomok ke Parapat. Jika Anda ingin lebih privat, bisa menikmati keliling beberapa tujuan wisata yang ada di Danau Toba sebelum merapat ke Tomok.Anda bisa menyewa kapal motor secara khusus dengan harga sekitar Rp 500 ribuan, sampai Anda diantarkan kembali ke Pelabuhan Parapat seperti yang saya lakukan dalam perjalanan kali ini.Di Pelabuhan Tomok, kita akan disambut riuhnya para penumpang yang turun naik di dermaga, serta orang-orang yang menawarkan berbagai jasa. Keluar dari pelabuhan, kita langsung disambut dengan pedagang-pedagang berbagai suvenir Batak di kiosnya. Namun hati-hati, karena harga yang mereka tawarkan di luar kios jauh berbeda saat kita masuk ke dalam kios mereka.Tujuan utama yang menarik di Desa Tomok adalah Kawasan Kampung Batak dengan rumah adat yang khas, lengkap dengan boneka sigale-gale. Di kawasan kampung ini, jika beruntung kita bisa disambut oleh tarian tor-tor dari penduduk setempat dan tarian sigale-gale.Sigale-gale adalah boneka yang dapat bergerak-bergerak dan menari sendiri, sejenis wayang orang di Jawa. Jika tidak beruntung, jangan khawatir, kita bisa memesan pertunjukan tarian-tarian tadi dengan biaya sekitar Rp 200.000 per pertunjukan kepada para penari.Jika mau yang murah, kita bisa juga mencari panggung tarian sigale-gale di luar kawasan kampung tersebut. Tempatnya sedikit jauh dari lokasi rumah adat yang asli ini, cukup membayar beberapa sepuluh ribu per orang.Hanya saja, karena bukan asli dan resmi alias KW, kita hanya akan disuguhi anak-anak penari yang masih kecil tanpa aksesori tari sedikit pun.Dalam bahasa batak, sigale-gale berarti lemah gemulai. Menurut ceritanya, dahulu kala, sigale-gale adalah anak seorang raja. Putra tunggal dari raja Rahat yang memiliki wajah tampan dan satu satunya penerus keturunan.Anak raja tersebut, Manggale, meninggal di medan perang. Kematian sigale-gale menyebabkan raja Rahat mengalami ganguan kejiwaan. Penasihat kerajaan lalu mencari tabib di seluruh negeri.Seorang tabib mengatakan bahwa raja sakit rindu. Dan untuk mengobatinya, sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan untuk dibuat suatu upacara di kerajaan itu, dan memahat sebuah kayu menyerupai wajah anaknya sigale-gale.Dalam upacara itu sang tabib memanggil roh sigale-gale, dan rohnya dimasukkan ke dalam kayu yang dipahat menyerupai wajahnya. Kemudian boneka Si Gale-gale itu manortor dengan iringan khas musik Batak Toba, yaitu gondang Mula-mula, gondang Somba dan gondang Mangaliat.Setelah puas di kawasan Kmpung Batak dengan sigale-gale, mari lanjutkan perjalanan tempat pemakaman raja raja kuno Batak.Begitu kita memasuki kompleks makam, langsung terlihat beberapa peti batu berukir kepala manusia. Peti batu itu tidak tertanam di dalam tanah, tetapi berada di atas permukaan tanah.Di dalam peti itulah raja-raja keturunan Sidabutar dimakamkan. AdaΒ 3 Raja beserta beberapa kerabatnya yang dimakamkan di kompleks ini. Jenazahnya tidak dikubur dalam tanah, tetapi hanya dimasukkan dalam peti yang terbuat dari batu alam. Raja pertama dan kedua masih belum memeluk agama, tetapi menganut aliran kepercayaan yang dikenal dengan Parmalin. Makam raja pertama yang terbuat dari batu dimana dibagian kepala digambar sang raja memanggul anak.Makam Raja kedua yang masih menganut kepercayaan Parmalin di gambarkan memiliki kepala berambut gimbal. Ini disimbolkan bahwa sang Raja memiliki kesaktian sangat tinggi dan tidak boleh memotong rambutnya.Dibelakang bagian kepala, tepatnya bagian tengah peti batu ada tiga tungku. Tiga tungku ini disimbolkan bahwa orang Batak harus saling menghormati, saling menasehati, dan saling menghargai.Di bawah kepala raja ada patung seorang ulama Islam dari Takengon Aceh yang bernama Syech Said. Syech Said said dikisahkan berguru kepada raja yang kedua, juga menjadi panglima perangnya.Raja ketiga bernama Solompoan Sidabutar, sudah beragama kristen setelah kedatangan seorangan misionaris dari Eropa yang bernama Nomensen. Di depan kompleks pemakaman berdiri gapura besar yang kaya dengan ornamen yang diukir dengan warna merah, hitam, dan putih. Ketiga warna itu menjadi simbol spiritual orang Batak.Di gapura terukir cicak menghadap ke empat payudara atau lambang Cicak dan empat payudara ibu. Menurut pemandu wisata Desa Tomok, cicak menjadi lambang bahwa orang Batak harus bisa hidup seperti cicak, mudah beradaptasi dengan menempel di mana-mana. Sementara payudara merupakan simbol bahwa orang batak harus memiliki banyak anak.Setelah mengunjungi kawasan kampung Batak dan kompleks makam raja, jangan lupa kunjungi pula Museum Batak. Museum Batak itu dibangun seperti rumah adat Batak.Di dalamnya terdapat beberapa peninggalan seperti senjata, pakaian adat, dan alat rumah tangga orang Batak kuno. Pengunjung diperkenankan memakai pakai adat Batak sebagai kenang-kenangan untuk diambil gambar.Sebelum kembali ke pelabuhan, kita bisa berbelanja berbagai suvenir Batak yang berderet di Tomok. Namun sekali lagi harus hati-hati, karena para pedagang seringkali mempermainkan harga kepada para pengunjung.Jika anda menumpang kapal feri atau kapal motor reguler, jangan terlena di Desa Tomok. Jika hari sudah mulai gelap, segera beranjak ke pelabuhan, karena setelah jam 7 (magrib), sudah tidak ada lagi kapal yang akan membawa Anda kembali ke Parapat.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara