Jakarta - Pantai Slopeng dan Lombang, sama-sama menjadi tujuan wisata traveler di Kabupaten Sumenep, Madura. Kedua pantai ini seperti pinang dibelah dua, karena sama-sama punya kecantikan yang mirip. Pantainya Landai dan berpasir putih.Jarak mereka sekitar 21 km dari pusat Kota Sumenep untuk Slopeng dan 25 km dari pusat kota untuk Lombang. Kira-kira bisa ditempuh perjalanan, selama 4 jam dari Surabaya.Keduanya sama-sama merupakan pantai berpasir putih. Perbedaannya terletak pada warna pasirnya. Untuk Slopeng, meski berpasir putih, namun di dalamnya terdapat pasir hitam.Sedangkan Pantai Lombang asli berpasir putih hingga ke dasar dan keduanya sama-sama memiliki cemara udang. Eits! Cemara udang? Ya, cemara udang adalah endemi tumbuhan khas dari pantai ini. Konon menurut sebagian besar masyarakat setempat, tumbuhan ini hanya tumbuh di Pantai Lombang dan beberapa pantai di perairan Laut Tiongkok.Sejarah penyebaran pohon cemara udang di wilayah perairan Sumenep erat kaitannya dengan ekspedisi besar kekaisaran negeri Tiongkok, dalam mengarungi Perairan Nusantara pada abad ke 15, yang dipimpin oleh Jenderal The Ho atau Sampo Thai Kam.Jenderal Ma'huan dan Jenderal Ong Keng Hong, ketiganya juga dikenal dengan sebutan Sam Po Toa Lang, yang artinya Tiga Pendekar Besar dan dalam logat Jawa kuno dikenal dengan nama Dempo Awang.Misi tersebut membawa kapal sebanyak 62 armada, dengan pasukan perang 27.800 orang. Konon misi besar ini merupakan suatu pelayaran terbesar kala itu. Bila berlayar seakan pasukan ini menutup luas lautan yang dilewatinya, banyak para negara tetangga yang merasa takjub dan khawatir.Kelihatannya memang seolah Kaisar Daratan China memamerkan kekuatannya kepada negeri-negeri tetangga dan menunjukkan bahwa dirinya sebagai negara super power, adigang adigung adiguno, seolah tidak ada negara lain yang bisa melindunginya.Tapi sesampainya di Laut Jawa, salah satu kapal induk membentur batu karang sampai hancur. Akibat kejadian tersebut, Jenderal Ong Keng Hong selaku jurumudi utama meninggal dunia.Kemudian semua armada dirapatkan ke pantai. Lalu tempat merapatnya kapal-kapal armada tersebut diabadikan dengan nama Mangkang, yang artinya wangkangnya kapal, letaknya sekitar 10 km di sebelah barat Kota Semarang.Karena Ong Keng Hong pemeluk agama Islam, maka dia dikubur secara Islam di daerah Gedongwatu. Setelah selesai upacara penguburan, lalu pelayaran misi besar dilanjutkan menuju ke pusat Kerajaan Majapahit.Namun rupanya kemalangan masih tetap mengikuti mereka. Kapal-kapal terbawa arus ke arah timur dan dilanda angin topan di sekitar Perairan Masalembu. Akibatnya sebagian besar kapal tenggelam, dan juga banyak yang hancur serta perlengkapannya terdampar di pantai sekitar Pulau Jawa dan Madura.Di antara barang-barangnya ditemukan jangkar di Pati, piring kapal ditemukan di Pantai Kamal yang kemudian diabadikan dengan nama Ujung Piring. Tiangnya ditemukan di perairan Kabupaten Sumenep. Itiknya banyak beterbangan di Selat Kamal, maka bila kita naik perahu layar akan terdengar sayup-sayup suara itik mengalun.Dari kisah di atas bisa dipastikan, bahwa beberapa tumbuhan Cemara Udang yang ada di perairan utara Kabupaten Sumenep, merupakan hasil dari sisa barang bawaan prajurit yang terdampar di perairan Sumenep, ketika dalam perjalanan ekspedisi tersebut.Nah inilah cerita singkat cemara udang, khas sekali dan hanya terdapat di kedua pantai ini. Tak ada salahnya membawa souvenir bonsai cemara udang. Harganya bervariasi dari Rp 50.000-500.000 tergantung keunikan bonsai dan besarnya bonsai tersebut.Kemudian yang terakhir, fasilitas kedua pantai ini pun hampir sama. Baik di Pantai Slopeng dan Lombang terdapat kuda-kuda, yang bisa dinaiki untuk menyusuri pantai.Di sini terdapat pula tempat makan, mushala dan kamar mandi ala kadarnya, yang dikelola penduduk desa setempat. Namun dari segi kebersihan, Pantai Lombang jauh lebih bersih dibandingkan Pantai Slopeng.Yuk berwisata ke Madura!
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!