Mengenang 'Penak Jamanku' di Museum Soeharto

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Mengenang 'Penak Jamanku' di Museum Soeharto

Darwance Law - detikTravel
Kamis, 14 Nov 2013 18:28 WIB
loading...
Darwance Law
Area Memorial Jendral Besar TNI H.M. Soeharto
Patung Pak Harto yang berdiri dengan gagah.
Cerita tentang peristiwa G 30 S
Sejarah kepemimpinan Pak Harto di RI
Sumur tempat Pak Harto pertama kali dimandikan.
Mengenang Penak Jamanku di Museum Soeharto
Mengenang Penak Jamanku di Museum Soeharto
Mengenang Penak Jamanku di Museum Soeharto
Mengenang Penak Jamanku di Museum Soeharto
Mengenang Penak Jamanku di Museum Soeharto
Jakarta - T-shirt dan stiker 'Isih Penak Jamanku' yang beredar belakangan ini, membuat orang teringat lagi dengan mendiang Presiden Soeharto. Di Bantul, DI Yogyakarta ada Museum Soeharto yang bisa menjadi agenda libur akhir pekan.Sebetulnya sudah lama saya ingin datang dan menyaksikan secara langsung wujud Memorial Jenderal Besar HM Soeharto atau yang lebih dikenal dengan sebutan Museum Pak Harto. Keinginan tersebut akhirnya terwujud bertepatan dengan peringatan 38 tahun Gerakan 30 September 1965 (G30S).Nah, ada hal unik di sini. Saya datang ke museum ini bertepatan dengan peringatan G30S tidak direncanakan, tapi karena kebetulan semata!Ceritanya begini, sejak mendengar berita diresmikannya Museum Pak Harto oleh anak-anak beliau, saudara, dan juga beberapa menteri pada 8 Juni 2013, saat itu pula saya ingin menyambangi Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta.Desa Argomulyo merupakan tempat kelahiran Presiden ke-2 RI itu sekaligus tempat di mana museum itu sekarang berdiri dengan gagahnya. Namun rencana itu selalu gagal dengan berbagai alasan, hingga keinginan ini akhirnya terwujud. Bersama salah seorang yang sangat dekat sekali dengan saya, Anisa Rahardini, dan berbekal insting melihat peta lokasi museum dari situs internet, meluncurlah kami ke lokasi dengan sepeda motor dari Kampus FH UGM di Bulaksumur, Sleman.Berdasarkan informasi yang saya dapat, museum itu berlokasi di Jalan Wates km 10, lalu berbelok ke arah utara perempatan sebelum kampus Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Selain itu lokasi ini juga bisa ditempuh melalui Jalan Godean, Sleman.Untuk mempermudah, akhirnya saya memutuskan melewati Jalan Wates, lagipula jalan ini lebih dekat daripada melalui Jalan Godean. Dari kampus FH UGM, kami melewati Jalan Malioboro, lalu belok ke arah barat hingga kawasan 0 km Yogyakarta.Nah, saat melewati Jalan Malioboro inilah kami bertanya-tanya, kenapa di sepanjang Jalan Malioboro bendera merah putih berkibar setengah tiang. Siapa yang meninggal dunia? Kami saling bertanya, memikirkan jawaban ada apa gerangan.Saya malah berpikir karena kemarin ada ahli forensik terkemuka di negeri ini yang meninggal dunia. Anisa juga berpikir, dia tambah bingung karena sepengetahuannya tak ada yang meninggal dunia, di media sosial pun tak ramai dibicarakan.Namun akhirnya dia pun menemukan jawaban, "Oh! Hari ini kan tanggal 30 September, peringatan G30S!"Maka, pergilah kami meneruskan perjalanan ke Museum Pak Harto tepat pada peringatan peristiwa yang mengangkat nama beliau itu. Ternyata tak sulit menemukan lokasi museum.Dari arah timur Kota Yogyakarta, beloklah ke utara perempatan sebelum Universitas Mercu Buana, lurus melewati rel kereta api, ada pertigaan, beloklah ke arah barat atau kanan. Beberapa meter dari pertigaan itu sudah tampak megahnya kompleks Museum Pak Harto sebelah utara.Pagar dan gerbangnya didominasi cat warna putih, berdiri tinggi, menambah kesan gagahnya seorang Jendral Besar HM Soeharto. Sebelum masuk ke diorama museum ini, pengunjung wajib mengisi buku daftar. Satu rombongan cukup satu orang yang absen sebagai perwakilan, karena dalam buku itu ditulis jumlah rombongan yang datang bersama.Saat memasuki area museum, maka kita akan disambut oleh patung besar Pak Harto, tepat di depan gerbang masuk. Lalu ada patung-patung Pak Harto lain, seperti patung yang menghadap masjid di komplek museum, patung Pak Harto di pendopo, serta patung Pak Harto yang sedang salat di sisi utara gedung deodrama.Museum ini di desain dengan sentuhan modern. Pintu masuk terbuka secara otomatis, menyajikan rekaman masa kepemimpinan Pak Harto selama 32 tahun di Indonesia. Semakin dalam dan berkelok memasuki museum, nuansa kepemimpinan Pak Harto kian kental terasa.Foto-foto Pak Harto maupun rekaman sejarah beliau disajikan secara digital di setiap sudut ruangan dan ikut membawa kita pada zaman beliau. Di bagian tengah gedung diorama, kita akan disajikan dengan cerita seputar Gerakan 30 September yang menewaskan beberapa orang jenderal di Indonesia tahun 1965.Para korban ini termasuk pula Ade Irma Suryani Nasution, anak seorang jenderal yang ikut terbunuh, meski sang ayah selamat dari peristiwa itu. Inilah sensasi yang kami rasakan di Museum Pak Harto, sensasi memperingati G 30 S.Sensasi tak lekas sampai di sini. Semakin kita menelusuri museum, maka semakin terbawa pula kita pada kharisma seorang Pak Harto. Pengunjung seolah kembali dibawa pada masa dimana saat-saat beliau masih menjabat sebagai presiden, program-program pembanguan yang beliau laksanakan sampai saat beliau mengundurkan diri hingga wafat dan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.Suara instrumen lagu Gugur Bunga yang diputar kala itu menambah kesan akan sosok Pak Harto. Sebetulnya masih banyak sensasi lain yang dapat Anda rasakan bila berkunjung ke sini, termasuk melihat sumur tempat Pak Harto pertama kali mandi saat dilahirkan.Nah, bila Anda berlibur di Yogyakarta, jangan lupa datang ke museum ini. Selamat membangun kembali, Indonesia!
Hide Ads