Rumah Betang, Penjaga Tradisi Suku Dayak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Rumah Betang, Penjaga Tradisi Suku Dayak

Stanislaus Riyanta - detikTravel
Kamis, 28 Nov 2013 17:50 WIB
Jakarta - Suku Dayak adalah masyarakat yang hidup selaras dengan alam di Pulau Kalimantan. Lambang budaya suku Dayak yang sangat terkenal adalah rumah adatnya yang bernama Rumah Betang. Apa saja isi bagian dalam dan kehidupan di sana?Apa yang terlintas di benak kita jika mendengar tentang Suku Dayak? Bagi saya suku Dayak adalah suatu lambang dari masyarakat dalam satu kekerabatan yang hidup selaras dengan hukum alam di Pulau Kalimantan. Salah satu lambang dari budaya suku Dayak adalah Rumah Betang, sebuah bangunan rumah yang panjang dan dihuni oleh beberapa keluarga sekaligus.Rumah Betang berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu Kalimantan yang terkenal cukup kuat. Dalam rumah yang besar itu, selain terdapat ruang-ruang untuk tinggal, tiap keluarga biasanya ada selasar yang memanjang untuk pusat kegiatan penghuninya.Bentuk Rumah Betang dengan satu bangunan untuk banyak keluarga, dengan ciri fisik panjang dan berbentuk panggung tentu ada maksudnya . Rumah betang dibuat demikian pertama-tama karena untuk fungsi pertahanan. Dahulu, saat masih ada tradisi mengayau (memotong kepala manusia), orang dayak membuat perlindungan dengan rumah betang. Bangunan rumah dibuat tinggi sekitar 4 meter dari permukaan tanah untuk menghindari serangan dengan menggunakan tombak.Selain itu, bangunan yang tinggi juga menghindari serangan dari binatang buas. Saat malam hari tangga-tangga di Rumah Betang biasanya diamankan ditarik kedalam rumah supaya tidak ada musuh atau binatang buas yang bisa masuk ke dalam rumah.Sekarang kondisi di pedalaman sudah damai, tetapi banyak Rumah Betang yang masih tetap dilestarikan untuk menjaga identitas budaya suku Dayak. Bagi suku Dayak, Rumah Betang tidak hanya tempat tinggal komunal, tetapi juga lambang budaya dan media untuk tetap meneruskan tradisi turun temurun dari nenek moyang seperti acara adat perkawinan, kematian, tiwah/wara dan acara lain sesuai tradisi yang sudah diwariskanSalah satu suku dayak yang masih menggunakan Rumah Betang untuk beraktivitas adalah suku Dayak yang bermukim di Desa Nihan Hilir, Kecamatan Lahei Barat, Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah.Untuk menuju ke lokasi Rumah Betang Nihan, bisa dijangkau dari Banjarmasin dengan menggunakan pesawat perintis sekitar satu jam menuju Muara Teweh. Atau menggunakan kendaraan darat, dengan jalan yang lumayan baik dengan waktu tempuh sekitar 10 jam.Alternatif lain menuju Muara Teweh adalah dari Palangkaraya dengan pesawat perintis, sekitar 1 jam atau perjalanan darat (aspal dan offroad) dengan waktu tempuh 8 jam. Dari Muara Teweh dapat dilanjutkan dengan perjalanan darat, sekitar 1 jam menuju Desa Nihan Hilir, lalu menyeberangi Sungai Barito untuk menuju Rumah Betang Nihan.Penyeberangan ini dapat dilakukan menggunakan perahu mesin (klotok) sekitar 10 menit. Moda transportasi lain yang bisa digunakan dari Muara Teweh adalah dengan menggunakan speedboat menyusuri Sungai Barito langsung menuju lokasi Rumah Betang Nihan sekitar 1 jam.Masyarakat suku Dayak di Desa Nihan ini sebagian besar menganut agama Hindu Kaharingan. Mereka masih mempertahankan tradisi turun temurun, walaupun tidak semua warga tinggal di Rumah Betang. Masyarakat yang tinggal di luar Rumah Betang biasanya karena memang ingin tinggal di rumah modern, atau karena memang kapasitas Rumah Betang yang terbatas hanya untuk 8 keluarga.Bangunan Rumah Betang yang sekarang adalah bangunan baru, karena bangunan lama habis terbakar. Tetapi ciri khas Rumah Betang tetap melekat. Kayu yang dipakai adalah kayu ulin, dan atapnya terbuat dari sirap/kayu. Pernah ada usulan dari pihak tertentu untuk mengganti atap kayu dengan atap multiroof, tetapi warga penghuni menolak usulan tersebut.Bangunan Rumah Betang tersebut aslinya terdiri dari 10 pintu untuk 10 keluarga, tetapi karena 2 keluarga ingin tinggal di rumah yang terpisah, maka 2 keluarga tersebut memisahkan diri, dan bangunan tersebut menjadi 8 pintu. Keluarga yang memisahkan diri tersebut membuat rumah modern  yang berdampingan tepat dengan Rumah Betang. Fungsi Rumah Betang sebagai pusat kehidupan, sosial dan budaya tetap dijalankan sesuai dengan aturan yang ada.Hartemanius, Ketua Majelis Kelompok Hindu Kaharingan, selaku yang dituakan oleh penghuni Rumah Betang mengatakan, Rumah Betang ini perlu dana perawatan yang cukup besar. Selain itu, mereka juga butuh listrik serta transportasi untuk antar-jemput pengunjung.Hartemanius menegaskan lagi, perlu juga dibuat lanting (dermaga) untuk lepas tambat perahu, supaya pengunjung aman dan nyaman. Ditambahkan oleh Hartemanius, bahwa tidak ada bantuan dari pemerintah untuk perawatan Rumah Betang ini.Di kesempatan yang berbeda saat menemui H Aprian Noor, Ketua DPRD Barito Utara, mengatakan bahwa DPRD Barito Utara sudah menganggarkan dana untuk perawatan rumah betang di Nihan, jika ada pelaksanaan yang belum tepat, akan dilihat lagi.Rumah Betang sebagai salah satu lambang budaya masayarakat suku Dayak perlu dilestarikan. Tentu saja pelestarian Rumah Betang tersebut butuh bantuan pemerintah. (travel/travel)

Hide Ads