Pendakian Sindoro dan Sumbing, Melihat Kebesaran Tuhan
Minggu, 15 Des 2013 14:58 WIB

Denzzanneti
Jakarta - Mendaki gunung merupakan salah satu cara bagi manusia untuk mengenal alam, dan bersyukur akan kebesaran Tuhan. Pendakian Gunung Sindoro dan Sumbing misalnya, mengajarkan kita akan berbagai nilai yang berharga.Kita ngobrol ngalor ngidul sambil ditemani pecel ayam dan es jeruk, dari obrolan sepulang kerja itulah,Β obrolan Sindoro dan Sumbing berawal. Di sepakati tanggal 8β12 Mei,Β kita berkunjung ke gunung dobel "s" itu.8 Mei 2013 jam dikantor sudah menunjukan pukul 11.30, ada waktu 30 menit lagi tapi kerjaan masih seabrek. Kerja lembur di hari senin tanggal 13 Mei sudah membayang.Jam 16.00 sudah sampai di Stasiun Senen. Bergegaslah menuju loket penukaran tiket online. Tidak sampai 5 menit urusan tiket beres, 4 lembar tiket kereta bisnis Sawunggalih utama udah di tangan. Kereta berangkat jam 20.30, sekarang masih jam 4 sore, jadi transit dan menunggu. waktu berlalu, adzan maghrib pun berkumandang. Setelah selesai shalat maghrib, tiba-tiba ada yang mengajak salaman, dua sejoli Danu dan Pipit muncul.Β Saya kenal 2 sejoli ini ketika mandaki gunung Cikuray.Setelah mereka selesai shalat maghrib, dimulailah sedikit obrolan. Tak lama, akhirnya kita berpisah, karena teman saya Farida, sudah sampai Stasiun Senen. Tal lama setelah itu, sms kembali berdering. Sari sudah ada di depan Dunkin Donuts, Tomy sebentar lagi sampai.Jam delapan malam lewat, saya, Sari, Farida, Tomy, Cora dan Bismi. Akhirnya kumpul dan bergegas menuju kereta yang sudah standby dari tadi. Setelah menemukan nomor kursi dan menyimpan tas masing-masing yang beratnyaΒ bikin mules, dimulailah perjalanan 7 jam di kereta.Jam 03.30 sesuai jadwal yang tertera di tiket kereta, sampai di Stasiun Kutoarjo. Bergegas kami turun, beristirahat sambil menunggu waktu subuh tiba. Setelah menunaikkan kewajiban shalat subuh, kami melanjutkan perjalanan dengan angkot menuju terminal Purworejo.Tidak lama setelah itu, kami turun di perempatan bis yang mengarah ke Wonosobo. karEna hari libur, kata bapaK yang ada di sana, bis yang ke Wonosobo datangnya nanti jam 6. Sambil menunggu bis datang, kebetulan disitu ada tukang bubur ayam. Semangkuk bubur ayam cukup untuk mengawali pagi di Purworejo.Beberapa menit kemudian, mini bis yang kami tunggu datang. Cora beraksi mempraktekkan akal bulusnya dalam hal tawar menawar. Logat Batak dan logat Jawa beradu kuat di sana, butuh beberapa menit untuk meluluhkan hati sang kernet bis. Deal, disepakatilah harga untuk kami ber 6. Tepuk tangan untuk Cora yang berhasil meluluhkan hati sang kernet bis.Setelah tas dan peralatan kami naik ke atap bis, maka duduk manis lah kami sampai ke perempatan pasar Wonosobo. Jalan yang kami lalui sedikit memutar, karena jalur utamanya sudah dua tahun longsor, dan sampai sekarang belum diperbaiki. Ya betul, saya tidak salah ketik, dua tahun!Jalan berkelok naik turun bukit kami lalui, dari jauh terlihat Sindoro Sumbing berdiri dengan gagahnya.Kurang lebih jam 8 pagi kami sampai diperempatan pasar Wonosobo. Setelah menurunkan tas, berpencar lah kami ber 6. Setelah semua hajat, sarapan dan kebutuhan logistik kami selama mendaki di rasa cukup, maka bergegas kami mencari mobil ke arah basecamp Sindoro, di Desa Kledung, Temanggung. sekali lagi Cora beraksi dengan akalnya, dan lagi lagi kernet bus terpedaya oleh dia.Jam 9 kami tiba di basecamp Sindoro yang berdampingan dengan balai desa Kledung. Kita memutuskan untuk pulang pergi dan kembali ke basecamp nanti malam. Maka barang - barang yang dibawa hanya makanan, air, jas hujan, headlamp dan beberapa peralatan emergency. Tas, sleeping bag, tenda, matras kami titip d basecamp.Jam 10 kami mulai trekking. Dari basecamp pendakian dimulai, melalui jalur berbatu yang disusun rapi melewati perkampungan warga dan hamparan kebun tembakau yang sangat luas. Perjalanan baru dimulai beberapa langkah, kami sudah disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah. Maha suci Allah dengan segala ciptaannya.Dipertengahan kebun tembakau dan teriknya matahari, Farida mulai terlihat kecapekan, dan sepertinya kondisi badan diaΒ sedang kurang sehat. Setelah bertemu dengan tempat yang agak teduh oleh rindangya pohon, kami memutuskan untuk beristirahat, melihat kondisi Farida. Beberapa obat dalam kotak P3K diberikan, sekedar untuk meringankan rasa mual yang dirasakan. beberapa menitΒ beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos 1. Dari basecamp ke pos 1 kurang lebih kami butuh waktu 1,5 jam. Di pos 1, kami beristirahat agak lama.Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2, jalur yang kami lalui masih terhitung landai dengan diselingi beberapa tanjakan yang tidak begitu terjal. Selama perjalanan dari pos 1 ke pos 2, Farida semakin terlihat kalau dia sedang tidak sehat. Dengan keuletan dan semangatnya walau kondisi badan sedang tidak sehat, Farida dan kami sampai di pos 2 pukul 14.00.Di pos 2 pula kami membuka bekal nasi yang di bungkus dari basecamp. Setelah makan, istirahat, dan shalat, kami berembuk untuk merubah rencana awal. Melihat kondisi Farida, cuaca dan waktu yang terlalu sore. Beberapa menit kami bertiga diskusi, diputuskan saya turun kembali ke basecamp untuk membawa tenda, logistik, sleeping bag, matras dll. Sedangkan yang lain lanjut ke pos 3.Jam 14:20 saya kembali turun ke basecamp, dengan hanya membawa bekalΒ seperempat air dalam botol minum ukuran 800ml. Dengan sedikit berlari dan kadang sprint kalau menemukan jalur yang landai. Yang adaΒ di pikiran waktu itu gimana caranya supaya secepat mungkin sampai d basecamp, dan kembali ke pos 3 sebelum gelap. Kurang lebih 30 menit saya sampai di pos 1. Celingak celinguk, siapa tau ada ojeg atau penduduk yang membawa motor dan ternyata tidak ada.Di pos 1 ternyata sudah banyak dengan pendaki yang baru sampai. Langsung saya sedikit berlari menuju jalur perkebunan tembakau. Beruntung setelah beberapa puluh meter, ketemu dengan ojeg. Tanpa pikir panjang dan tanpa negosiasi, langsung minta di antar ke basecamp. Sesampainya di basecamp, secepatnya lapor ke petugas kalau plan awal dirubah. Butuh waktu agak lama untuk packing dadakan sampe tas terisi penuh.Barang apapun yang masih bisa masuk saya masukan ke dakam tas, dua tenda, tiga sleping bag, tiga matras, logistik, beberapa botol air dll. Semuanya saya masukin sampai tidak sanggup lagi dimasukin barang apapun. Bergegas naik ojeg lagi yang sengaja standby, tidak butuh waktu lama sampai tiba di pos 1 kembali.Sesampainya di pos 2, beristirahat sebentar dan menunaikan dulu shalat azar. Perjalanan menuju pos 3 beberapa kali bertemu dengan pendaki lain. Lumayan ada teman selama perjalanan. Alhamdulillah, hari sudah agak gelap, saya sampai di pos 3. Ketika nongol di tanjakan terakhir sebelum pos 3, terlihat teman - teman lagi asik foto dengan latar belakang Gunung Sumbing. Syukurlah mereka semua sampai di pos 3, dan kondisi Farida sepertinya sudah agak membaik.Karena hari yang sudah semakin gelap dan udara yang mulai dingin, saya tidak bisa lama beristirahat, karena harus secepatnya mendirikan tenda sebelum pendaki lain sampai. Setelah tenda berdiri, koki dadakan dengan hasil seadanya pun beraksi. Tetap hasilnya sama kawan, makanan di gunung cuma ada dua, enak dan enak banget.Malam itu sindoro sangat bersahabat. Cuaca yang tiba - tiba berubah jadi cerah, bintang -bintang yang menghiasi indahnya langit malam Sindoro. diseberang sana samar-samar terlihat Gunung Sumbing. Walaupun udara agak dingin, tapi semua terasa hangat dengan kebersamaan.Malam di pos 3 Sindoro kami lewati dengan kebersamaan, walau pun dengan peralatan yang minim. Karena kondisi Farida yang sudah kedinginan, maka 1 sleping bag dan 1 hypotermia blanket sengaja di pakai Farida, untuk mencegah hal lebih buruk terjadi.Maka undian pun dilakukan untuk menentukan pilihan siapa yang tidur di tengah dengan tujuan untuk sedikit mengurangi rasa dingin. Malam ini kita tidur dengan sedikit menahan rasa dingin, mungkin karena kondisi tubuh yang kecapekan selama perjalanan, kami semua pun terlelap.Jam 03:00 alarm berdering, dan satu persatu mulai terjaga dari pelukan Sindoro. Sebagian memasak untuk bekal energi selama summit, dan sebagian lagi mempersiapkan barang dan peralatan apa saja yang akan di bawa. Tapi sayang, Farida tidak bisa melanjutkan perjalanan ke puncak karena kondisi tubuhnya yang tidak sehat.Dengan berat hati, kami meninggalkan Farida di tenda, dan beruntung pula teman yang bertemu di pos 1 yang tidak tahu namanya ternyata dekat dengan tenda kami. Jadi kita berlima tidak begitu khawatir meninggalkan Farida di tenda, karena ada teman yang menemani.Sebagai manusia yang merasa sangat lemah di antara kekuatan alam, sebelum berangkat kami berlima pun berdoa meminta perlindungan. Perjalanan ke puncak pun dimulai. Jalan terjal berbatu mulai kami lalui, berlima kami berjalan beriringan di tengah gelapnya malam dan udara yang menusuk kulit. Ditengah perjalanan, samar β samar kami dengar adzan subuh berkumandang. Kami putuskan untuk beristirahat dan menunaikan shalat subuh dahulu.Jalur yang kami lalui semakin terjal dan semakin terbuka. Angin malam yang dingin menerpa tubuh kami berlima. Tapi, tekad kami tetap bulat. Terus berjalan, dan terus berjalan. Puncak sindoro di atas sana.Ketika menoleh ke belakang, horizon mulai menguning di ufuk Timur. Mata berkaca β kaca dalam hati mangucap takbir. Engkau maha besar ya Allah. Ciptaanmu sungguh indah, terimakasih engkau telah menganugrahkan kami alam Indonesia yang indah ini, sunrise di Sindoro!Β 30 menit kemudian, kami sampai di Puncak Sindoro. Terimakasih ya Allah! Engkau telah memberi kami kesempatan berdiri di tempat seindah ini, hamparan awan berada dibawah kaki kita. Setelah puas menikmati keindahan puncak Sindoro, kami pun bergegas turun ke pos 3. Sesampainya di pos 3 nampak Farida yang sedang berbaring. Istirahat sebentar, makan apapun yang bisa jadi sumber energi untuk turun. Secepatnya kami packing karena kami harus segera menuju basecamp untuk melanjutkan perjalanan ke Gunung Sumbing.Perjalanan turun kami lalui dengan lancar dengan waktu yang lebih singkat dibanding saat kami naik. Jam 3 sore kami sampai di pos 1, pukul 15:30 kami sampai di basecamp Sindoro. Secepatnya saya laporan kepada petugas basecamp. Ternyata dari kerumunan pendaki yang berkumpul d basecamp ada teman kami dari Yogyakarta yang dulu kenal saat mendaki bareng di Gunung Papandayan, Dokter Adryan.Tak lama kami di basecamp. Setelah repacking, membeli logistik untuk bekal mendaki Gunung Sumbing, kami pun berpamitan dengan petugas basecamp dan beberapa pendaki yang baru sampai di basecamp. 1 jam kemudian kami sampai di basecamp Gunung Sumbing. Sebenarnya jarak antara kedua basecamp ini hanya 2 km, tapi karena lapar maka kami singgah dulu di rumah makan sebelum ke basecamp. Sebelum maghrib kita sampai di basecamp Sumbing.Setelah berkonsultasi sedikit dengan petugas basecamp, akhirnya kita memutuskan lewat jalur lama dan menggunakan jasa ojeg ke pos 1. Kalau di tempuh dengan jalan kaki, jarak antara basecamp ke pos 1 kiraβkira butuh waktu 2 jam berjalan kaki. Setelah shalat maghrib dan packing ulang, kita lalu melanjutkan perjalanan, Tapi karena kondisi kesehatan Farida yang belum pulih, terpaksa Farida tidak ikut kami melanjutkan perjalanan, dan memutuskan untuk beristirahat di basecamp.Tepat waktu isya kita sampai di pos 1. Sambil beristirahat sejenak kita menunaikan shalat isya. Setelah selesai dan berdoa, jam 19:30 perjalanan kami lanjutkan. Berlima kami berjalan beriringan menembus pekatnya malam di hutan Gunung Sumbing. Jalur yang kami lalui sedikit terjal dan licin, mungkin karena gelap. Kami tidak melihat tanah yang kami pijak berlumut, 30 menit perjalanan kami lalui tanpa masalah dan lancar. Tetapi beberapa jam kemudian, kami mulai merasakan ada yang aneh dengan jalan yang kami lewati.Berawal dari suara burung yang berputar β putar diatas kepala kami yang selalu mengikuti kemanapun kami melangkah. Semakin lama hutan yang kami lewati semakin lebat, ilalang yang tingginya melebihi tubuh kami. Hingga akhirnya kami sadar ketika kami menemukan jalan buntu, kami baru menyadari bahwa kami sudah keluar jalur dan tersesat jauh masuk kedalam hutan.Berlima kami berusaha untuk tenang dan coba menerapkan metode STOP (Stop Thinking Observe Planing), walaupun kami berlima tahu dan merasakan di lingkungan kami ada yang tidak beres. Tetapi untuk menjaga agar suasana tetap tenang, kami berusaha untuk tidak saling mengungkapkan. Seolah β olah kami berlima digiring untuk terus masuk ke dalam hutan. Disaat kami berdiskusi dan mengambil keputusan untuk berbalik arah, saya rasakan kami seperti diawasi oleh puluhan tatapan mata, suasana yang kami rasakan semakin tidak nyaman.Hingga pada akhirnya disaat kaki akan melangkah, mungkin bayangan pohon, halusinasi atau mata saya yang salah, dalam beberapa detik didepan jalan yang akan saya lalui, seperti ada bayangan hitam besar yang menghalangi jalan. Kaki tiba β tiba terasa berat, susah sekali untuk diajak melangkah. Tas gunung yang saya gendong tiba β tiba berubah menjadi sangat berat. Seperti ditimpakan beban puluhan kilo dan membuat tubuh saya sedikit sempoyongan. Sedangkan teman β teman sudah berjalan kurang lebih 10 atau 15 meter didepan. Terakhir yang saya lihat, raincover warna kuning milik Sari yang hampir hilang ditelan ilalang. Mau teriak tenggorokan terasa sangat sulit untuk mengeluarkan suara.Disaat seperti itu saya cuma bisa pasrah, pasrah pada kekuatan dan kebesaran Allah. Tiba β tiba semuanya terasa ringan, jalan trelihat sangat lapang. Sehingga buru β buru saya menyusul Sari yang sudah hilang ditelan rimbunnya ilalang. Cukup lama kami berjalan mencari β cari jalur yang benar.Setiap kali ada hutan yang tidak begitu rimbun, kami break dulu untuk memeriksa apakah ini jalur yang kami cari. Beberapa kali kami melakukan hal itu, hingga akhirnya disaat badan kami mulai lelah, tiba β tiba Tomy melihat pohon dengan tanda panah dan tulisan Puncak. Padahal tadi kami lewat sini tapi tidak melihat apapun. Jalur dan pohon dengan tulisan Puncak sama sekali tidak kami temukan.Istirahat sejenak, kami disana untuk memulihkan tenaga dan badan kami yang lelah. Peta saya buka, diperkirakan posisi kami masih antara pos 1 dan pos 2. Setelah dirasa cukup pulih, perjalanan kami lanjutkan. Tanjakan terjal sesekali kami temukan. Mungkin karena tubuh kami yang sudah semakin lelah, udara yang semakin dingin, dan malam yang semakin larut, Sari sudah mulai terlihat sedikit sempoyongan, dan sesekali terjatuh. Akhirnya kita break lagi, membuat minuman hangat untuk sedikit menghangatkan badan yang sudah mulai kedinginan. Berlima ditengah malam yang pekat dan kabut yang mulai turun, kami berlima bergiliran meminum teh hangat. Perjalanan kami lanjutkan, baru beberapa puluh meter kami melangkah, Sari sudah terlihat sangat kecapekan, jalannya semakin gontai dan lebih sering terjatuh. Keputusan kembali kami ambil.Beruntung, tidak jauh kami menemukan tanah yang sedikit lapang untuk kami mendirikan dua tenda. Dewi fortuna sedang berpihak kepada kita, disitu juga tersedia tumpukan kayu bakar bekas pendaki lain. Sehingga malam itu kita bisa beristirahat dan menghangatkan badan.Setelah tenda berdiri dan masakan matang, bareng β bareng kita makan. Sayur hangat dari hasil kebun yang kami beli di angkot jurusan Purworejo terasa sangat nikmat, apapun yang kami masak semuanya kami makan dengan lahap. Tepat tengah malam kami sudah terlelap nyaman di dalam sleping bag masing β masing.Setelah hari agak terang kita, disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa. Diseberang sana Sindoro terlihat cantik dengan hamparan awannya. Pastinya kamera kita beraksi dan sedikit narsis di pagi hari. Sedang asyik memandang Sindoro, tiba - tiba seekor elang Jawa melintas dan berputar β putar disekitar tenda kami, seolah β olah dia menyambut kedatangan kami berlima. Pagi yang indah dilereng Gunung Sumbing.Setelah sarapan dan packing, kita melanjutkan perjalanan yang semalam tertunda. Sejenak saya buka peta, diperkirakan posisi kita masih disekitar pos 2, Itu artinya perjalanan kami ke pos pasar setan masih sangat jauh.Tanjakan terjal mulai kami temui, entah berapa kali kami istirahat.Sekitar jam 11:30, akhirnya kami sampai di pos 3. Setelah break sebentar, kita terus melajutkan perjalanan. Selepas pos 3 menuju pasar setan, kita serasa berjalan di tengah taman bunga. Hamparan bunga warna warni, punggungan bukit yangΒ hijau menyambut kedatangan kami. Berubahlah saya menjadi fotografer dadakan untuk mengabadikan berbagai pose. Setelah puas berfoto, kita bergegas menuju pos pasar setan yang jaraknya tidak begitu jauh dari taman bunga.Kurang lebih jam 12:00 kami sampai. Setelah beristirahat sebentar, bergegas kami membagi tugas. Ternyata persediaan stok air kita sudah kritis. Parahnya di Gunung Sumbing tidak ada sumber air, yang ada hanya di pos 2 jalur baru. Melihat keadaan dan lingkungan disekitar, kami pun berpikir untuk meminta air dari pendaki yang lewat. Dengan sedikit berlari dia mengangkat jerigen berisi air dari pendaki lain. Serempak kita semua ngakak.Jam 14:00 kita mulai berjalan ke puncak, setelah sebelumnya berpesan kepada pendaki yang mau turun untuk menyampaikan kabar ke Farida. Ya, waktu itu kita emang berencana untuk langsung turun kembali setelah dari puncak.Tidak berapa lama, kabut mulai turun, cuaca yang diawal lumayan cerah berubah jadi gelap. Tetapi kami tetap berjalan. Rintik hujan mulai turun, kabut semakin pekat. Tetapi kita tetap berjalan naik. Udara semakin dingin, kabut semakin pekat dan hujan tak kunjung reda, tetapi tekad kami tetap kuat untuk terus melanjutkan perjalanan ke puncak.Dibalik flayshet sambil menggigil menahan dingin, kami kembali mengambil keputusan dan merubah rencana awal untuk pulang pergi. Kami sepakat tim di bagi 2, saya, Sari dan Cora melanjutkan perjalanan ke pos watu kotak dan menunggu di sana. Sedangkan Tomy dan Bismi turun kembali ke pasar setan untuk membawa sleping bag, tenda, baju kering, logistik dll. Setelah cukup lama kami berlindung, berpisah lah kami di pos pasar watu sesuai dengan yang di sepakati tadi.Diatas dibalik tebing batu yang kami lewati, sebenarnya sudah terlihat pos watu kotak, tetapi tidak terlihat karena kabut yang sangat tebal. Dengan cahaya dari headlamp di tengah gelapnya kabut, kami tertatih melangkah menuju pos watu kotak. Tepat jam 17:00 kami tiba di pos watu kotak. Sesampainya disana kami cukup kebingungan harus berteduh dimana, hujan masih turun, tenda tidak ada dan tanah yang lapang tidak ada tempat untuk mengikat flysheet. Beruntung kami menemukan tebing yang bagian bawahnya ada celah, dan cukup untuk kami bertiga berlindung dari guyuran hujan.Dikeheningan watu kotak, di balik gelapnya malam dan kabut, ketika kami saling diam merasakan dingin, tiba β tiba dari arah atas samar β samar dari balik tebing terdengar seperti ada suara manusia. Bergegas saya menyalakan headlamp dan cek arah datangnya suara itu. Berharap semoga ada pendaki yang camp di watu kotak juga. Dengan cahaya headlamp yang kalah oleh tebalnya kabut, saya melangkah meniti batu mendatangi arah suara itu.Benar saja, tidak jauh dari tempat kami terlihat ada 1 tenda. Bergegas saya mendekatinya, dan coba mengetuk. Ternyata mereka mahasiswa dari Semarang yang tidak bisa turun karena kabut yang gelap, memaksa mereka untuk camp di watu kotak. Dengan penuh kehangatan dan keakraban mereka menyambut saya. Saya dapat segelas teh hangat dan matras untuk kami bertiga.Semakin malam suasana semakin mencekam, perasaan tidak nyaman semakin jelas saja kurasakan. Sama seperti waktu tersesat, kami bertiga seperti ada yang mengawasi, bedanya kali ini tidak sebanyak saat itu. Lagi β lagi mata ini melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ingin saya lihat. Diatas batu beberapa meter di samping kami terlihat sesuatu yang "halus."Hampir jam 8Β malam Tomy dan Bismi belum datang juga, sepertinya ada yang tidak beres dengan mereka berdua. Situasi terburuk mulai terlintas dibenak saya. Dengan melihat keadaan kami yang kedinginan tanpa tenda, baju yang basah, makanan yang tersisa hanya sedikit biscuit, mencoba bertahan dan survival mulai saya lakukan.Udara semakin dingin, badan semakin menggigil. Dalam dinginΒ dan sepinya suasana di watu kotak, samar β samar jauh di bawah sana terdengar suara teriakan. cepat saya berlari dan naik keatas batu yang paling tinggi untuk melihat, siapa tahu ada cahaya headlamp di bawah sana dan berharap itu Tomy dan Bismi, dan benar saja. Jauh dibawah sana, ditengah gelapnya malam dan tebalnya kabut terlihat ada 2 cahaya headlamp. Syukur Alhamdulillah, memang benar 2 cahaya headlamp itu adalah Tomy dan Bismi. 30 Menit kemudian mereka tiba ditempat kami.Cuaca yang dari tadi sore tidak bersahabat dengan kabut tebal, hujan dan anginnya, selepas jam 21:00 tiba β tiba berubah drastis. Jutaan bintang terlihat terlihat jelas di atas langit. Tiba β tiba cerah, dibawah tampak kerlip lampu kota yang berkilauan membentuk titik -titik cahaya. Dengan kerlap β kerlip lampunya, suasana Kota Wonosobo di saat malam sangat indah jika di lihat dari ketinggian 2.763 meter diatas permukaan laut.Diseberang sana, di kegelapan malam dengan cahaya bintang β bintang, tampak cukup jelas berdiri Gunung Sindoro. Ada cahaya headlamp yang terlihat dari tempat saya berdiri. Sepertinya pendaki di sekitar pos 3. Iseng saya coba sandi morse dengan cahaya headlamp yang saya dapat ketika jadi pramuka dulu. Sepertinya di seberang sana juga menangkap dan mengerti signal yang saya kirim dengan kedipan cahaya dari headlamp.Tepat jam 03:00 alarm berbunyi, satu persatu kami pun bangun. Persiapan untuk summit kami lakukan. Peralatan emergency, makanan, air, P3K dll, semuanya masuk ke dalam 3 daypack yang kami bawa. Setelah makan, perjalanan ke puncak gunung Sumbing kami mulai. Diawali dengan berdoa yang khusyuk, memohon perlindungan kepada Allah supaya di jauhkan dari hal β hal yang tidak kami inginkan.Jam 03:30 kami mulai melangkah. Jalan semakin terjal mulai kami temui di tengah dinginnya udara pagi itu. Di ufuk Timur horizon terlihat mulai menguning, tapi puncak belum kami gapai. Bergegas kami mempercepat langkah, beberapa kali pula kami terpeleset karena kerikil. Tidak berapa lama sebelum matahari terbit, kami pun sampai di puncak gunung Sumbing, 3371 Mdpl.Puncak Sumbing penuh dengan batuan besar yang menghiasi. Tepat dibawahnya menganga kaldera kawah yang masih mengepulkan asap sulfatara dan bau belerang. Tapi sayang, teman kita Farida tidak hadir. Tapi, walau pun kau tidak ada di puncak, tapi kita berlima tetap menganggap kau ikut dengan kita dan ada bersama kita.Setelah merasa puas dan teringat akan Farida, juga jadwal kereta jam 7 kita, bergegas turun. Sumbing aku pasti kembali, sejenak sebelum melangkah turun.kurang lebih jam 11:30 kami sampai di pos pasar setan yang tampak ramai dengan pendaki lain. Sampai juga di peradaban setelah 2 malam berkutat dengan hutan rimba dan segala cerita di dalamnya. Hanya cukup 1,5 jam kita untuk sampai di pos 1, perbedaan yang sangat jauh di banding saat kita naik.Alhamdulillah, jam 2 kurang kita semua sampai di basecamp, tampak Farida menyambut kedatangan kami. Secepatnya saya lapor ke petugas basecamp, bersih β bersih sebentar tanpa mandi, lalu kami berpamitan dengan semua yang ada di sana.Dengan sedikit berlari kami bergegas menuju perempatan jalan untuk menunggu mobil yang mengarah ke Wonosobo. Sampai di pasar Wonosobo, kami turun untuk berpindah ke mobil jurusan Purworejo. Waktu semakin sore, jadwal kereta semakin dekat, alternatif kendaraan lain tidak ada, tetapi posisi kita masih jauh dari Stasiun Kutoarjo.Karena tidak mau ketinggalan kereta, kita coba negosiasi lagi dengan kondektur dan sopir bis. Beruntung, setelah bernegosiasi alot, sang sopir akhirnya mau, tetapi konsekwensinya kita harus membayar 2 kali lipat dari tarif biasa. Ya sudah, berangkat!elepas lampu merah terakhir sebelum Stasiun Kutoarjo, sang sopir tiba - tiba berubah jadi sebastian vettel dan mengambil alih kemudi. Sertinya sang sopir merasakan kegelisahan kita, sehingga dia terus menginjak pedal gasnya dan memacu kencang mobil di jalanan.ketika bis berhenti di depan stasiun, bergegas kita turun dan mengambil tas masing - masing. Walau pun diawal sempat dibuat kesal, tapi sang sopir sangat membantu karena bersedia mengantar langsung ke stasiun, terima kasih pak sopir.Setelah berhasil melewati pemeriksaan tiket, ternyata kereta sudah standby dari tadi, tetapi waktu berangkat beberapa menit lagi. Tanpa pikir panjang ,setelah menyimpan tas, saya dan Tomy bergegas mencari toilet dan mandi setelah 3 hari tidak mandi. Sedangkan yang lain bergegas mencari makan.Pukul 18.30 lewat sedikit, kami berenam berkumpul di gerbong 3 kereta bisnis Sawunggalih Utama. 5 menit kemudian kereta mulai bergerak meninggalkan Stasiun Kutoarjo. Dan pecahlah suasana ketika masing - masing menceritakan kejadian yang selama ini disimpan. Di pojokan gerbong, berenam kita berbagi cerita.Waktu merambat cepat, dingin dari AC semakin terasa. Malam sudah membungkus kami. Kereta berlari cepat diatas rel melewati kota - kota di Jawa Tengah yang damai dan sepi. Lengangnya jalanan dan temaramnya lampu - lampu rumah penduduk membuat kami tersentuh, ketika teringat hiruk pikuk ibu kota.Satu - satu kejadian selama perjalanan terlintas dan satu persatu mata kami pun terpejam.
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Suhu Bromo Kian Menggigit di Puncak Kemarau