Jakarta - Menjelajahi kota dengan mayoritas penduduk yang tidak berbahasa Inggris menjadi suka duka tersendiri. Anda dituntut untuk kreatif dan pantang menyerah. Seperti halnya di Porto, Portugal, kota yang tidak berbahasa Inggris.Porto, pertama kali dengar kata itu yang terbayang hanya nama sebuah kota di Portugal. Portugal? Saya hanya tahu soal pemain bola Luis Figo dan Ronaldo. Perjalanan mencapai Porto tidak begitu susah. Saya dan teman-teman seperjalanan memilih naik pesawat Ryan Air dari Eindhoven sampai ke Porto.Sesampainya di Bandara Porto, kami langsung ke Tourism Information. Kami minta peta dan membeli tiket untuk naik Metro ke hostel. Tiket di Porto namanya Andante, ada yang sekali jalan ke Hostel harganya 2,5 Euro, sekitar Rp 37.500 ribu dan ada daily pass untuk sehari yang harganya 7 Euro, sekitar Rp 105.000 ribu.Berdasarkan petunjuk Hostel, kami hanya perlu naik metro sampai Trindade dan jalan Lurus dari Metro Station, tapi pegawai di Tourism Information bilang, "Kalian bisa turun di metro station sebelumnya karen itu lebih dekat dari hostel kalian," dalam bahasa Inggris dengan logat Portugisnya. Dengan Penuh kepercayaan diri, kami hanya mengikuti petunjuk dari si mas-mas pegawainya dengan berbekal peta yang mereka kasih.Begitu keluar stasiun metro dan lihat peta ternyata kami tidak menemukan jalan de Regras yang menjadi lokasi hostel kami. Katanya si mas-mas lebih dekat dari metro station itu, nyatanya? Kami tersasar! Seperti Dora The Explorer yang hanya bermodalkan peta dengan tas punggung dengan berat 10 kg kami mulai bertanya-tanya warga setempat.Akhirnya kami bertanya ke si bapak yg punya cafe, "Pak tahu jalan de Regras nggak?". Dia bilang dengan bahasa Inggris yang terbata, "There is a big house and then turn left." Keluar cafe, saya cuma bisa melongo. Karena semua gedung di pinggir jalan itu besar! Nah lho, rumah gede mana yang dimaksud si bapak? Akhirnya dengan mempercayai sang insting, saya dan kawan seperjalanan terus jalan lurus, berharap menemukan rumah gede.Akhirnya setelah menempuh perjalanan menanjak sekitar 300 meter, ada bangunan gede dan ternyata itu gereja. Mengikuti petunjuk si bapak kami belok kiri, tapi tetap saja jalan De Regras ini tidak kelihatan. Kami kembali melihat peta, dan rata2 jalan diawali dengan kata Ruo.Semakin bingung kami menemukan jalan Ruo De Regras. Akhirnya kami mulai berpencar dan saya bertemu dengan wanita dan anjingnya. Saya bertanya "Mbak tahu jalan De Regras?" Dia menjawabnya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata. "Hem, this way and then the second street, it's De Regras." Akhirnya saya buat asumsi sendiri, dan berhasil! Kita berdiri di depan palang yang bertuliskan Ruo De Regras!Tapi yang jadi masalah dimanakah nomor 96? Kita harus ke kiri atau ke kanan? Pada saat itu insting mengatakan belok kiri dan coba cari gedung berwarna kuning, karena nama hostelnya adalah Yellow House. Akhirnya Mbak Fully bilang, kita harus ke kanan. Lagi seru-serunya jalan mencari nomor, tiba-tiba Mbak Fully ngerem mendadak, sambil bilang ini hostelnya. Saya langsung berusaha mencari tulisan Yellow House.Tulisan Yellow House pun hanya ada di pinggir kaca jendela dan itu kecil banget. Tapi yang penting akhirnya kami menemukan hostel itu. Mengingat susahnya mencarinya di tengah kota dengan mayoritas penduduk tidak berbahasa Inggris dengan jalanan yang naik turun.Berhubung kami sudah bete dan kelaparan, kami kelihatan seperti tidak tertarik dengan Kota Porto ini. Kenapa? Jalannya kecil-kecil dan naik turun. Mike bilang kondisi kota ini seperti Puncak dan Mbak Fully bilang seperti Bandung. Saya bilang seperti Jalan Wonodri di Semarang. Oke, tujuan pertama adalah restoran chinese, karena biasanya porsinya banyak dan itu beneran makan dan bukan nyemil.Berhubung semua kelaparan dan sangat kehausan, kami jalan ogah-ogahan dan melihat peta pun sudah seperti garis-garis yang tidak berguna. Akhirnya restoran chinese pun tidak ditemukan. Yang terpikirkan adalah, bagaimana kalau kita ke McDonalds? ternyata, pada hari minggu, cafe jarang ada yang buka, termasuk McDonalds. Akhirnya ada cafe yang kelihatan ramai dan dia menjual makanan ringan. Harapan makan pun hilang dan pada akhirnya kami pun hanya bisa nyemil.Entah kenapa, awal kedatangan kami di Porto disambut dengan tidak enak oleh kotanya. Pertanyaan yang selalu muncul, apa yang bisa dilihat di kota ini? Harapan pun tak kunjung hilang. Berharap ada sesuatu hal menarik yang bisa dilihat. Akhirnya setelah nyemil, hati dan pikiran sedikit enakan. Kami jalan lurus ke arah Centro yang merupakan pusat kota. Akhirnya kami menemukan Historical Building. Ternyata inilah sisi menariknya Kota Porto. Porto ternyata mempunyai banyak gereja tua yang bentuknya menarik.Selain itu, di Porto terdapat kastil tua yang berdiri gagah. Tapi uniknya, di samping kastil itu ada rumah-rumah slum area dengan jemuran di beranda. Kalau ada jenis kelamin buat kota, Porto itu cowok banget. Kenapa? Karena bangunannya terlihat sangat gagah. Kegagahan ini semakin terlengkapi dengan adanya Jembatan Ponte de Luis, jembatan yang dibangun oleh arsitek yang sama dengan Menara Eiffel di Paris. Sering disebut sebagai adiknya Menara Eiffel. Kota Porto pokoknya ganteng deh.Kelebihan yang lain adalah murah. Lebih murah dari tempat lain di Eropa! Terlihat dari toko-toko yang menjual suvenir dan pakaian yang murah-murah. Saya pun membeli sweater seharga 2,5 Euro, sekitar Rp 37.500 ribu. Murah kan? Pasti yang baca ini menganggap kami sudah beli banyak barang dan shopping gila-gilaan di Porto. Anda salah besar. Walaupun semua barang di Porto murah, kami enggak bisa beli karena kami masih akan menggunakan maskapai Ryan Air untuk melanjutkan perjalanan ke Madrid.Berhubung tiket kami tidak termasuk bagasi, maka kami hanya dibolehkan membawa barang 1 tas dengan berat maksimal 10 kg. Mengingat itu, kami hanya bisa gigit jari. Bahkan Mbak fully Sudah stres dan galau karena tidak bisa beli sepatu boot seharga 5 Euro, Rp 75.000 ribu dan wine seharga 10 Euro, Rp 150.000 ribu sebotol gede.Sekianlah cerita pengalaman perjalanan kami di Kota Porto, Portugal.
Komentar Terbanyak
Didemo Pelaku Wisata, Gubernur Dedi: Jelas Sudah Study Tour Itu Piknik
Forum Orang Tua Siswa: Study Tour Ngabisin Duit!
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit