Gunung Lawu yang Berliku
Rabu, 31 Okt 2012 14:53 WIB

Jakarta - Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini menyimpan kecantikan dan pesona yang tiada batas. Mendaki gunung ini memang menguras tenaga, namun keindahannya akan membuat hati Anda terpaku.Waktu pendakian saya di Kota Solo, tepatnya di Gunung Lawu, saya berangkat dengan 7 orang rekan. Waktu kami melakukan registrasi di Pos Cemoro Kandang, ketika itu sedang berlangsung reuni akbar salah satu pecinta alam di Gunung Lawu. Sambil menunggu proses registrasi selesai, kami menyempatkan diri untuk bercengkrama dan menikmati alunan lagu dari acara tersebut.Registrasi selesai, kami pun siap untuk berangkat. Kami memulai pendakian pada sore hari, dalam perjalanan kami terlihat sosok Argo Dumilah (puncak Gunung Lawu) berdiri tegak di hadapan kami. Lelah yang dirasakan pun seakan hilang dengan memandang keindahan alam puncak Gunung Lawu.Sudah berjam-jam berlalu dan malam pun tiba. Karena faktor cuaca, fisik, dan lainya, kami memutuskan untuk mendirikan camp di pos 3 yang diberi nama Pos Penggek. Saat pagi datang, kami dikagetkan dengan sosok Gunung Merapi yang terasa sangat dekat. Waktunya mengisi tenaga, masak, dan packing untuk melanjutkan pendakian.Kami berangkat kira kira pukul 10.00 WIB. Dengan tenaga baru, kami memulai pendakian dengan sangat semangat. Dalam perjalanan, kami melewati pertigaan jalan yang arahnya entah ke mana. Kami pun sepakat untuk melewati salah satu jalan tersebut, dan tanjakannya sangat terjal. Kami hanya duduk saja, tidak perlu menekuk lutut, dan cukup bersandar saja di sepanjang trek itu, karena memang jalurnya yang sangat terjal.Setelah beristirahat kami melanjutkan pendakian yang sepertinya sudah mulai dekat dengan Argo Dumilah. Jelas saja terasa dekat, sebab seharusnya jalurnya memutar tapi kami potong tengahnya.Setelah terengah-engah dengan tajamnya trek yang kami lewati, akhirnya terlihat tugu di Puncak Lawu yang disponsori oleh kopassus dan kyky. Raga yang terasa lelah dan super capek perlahan pulih, semua keluh kesah selama perjalanan seperti terbayar sudah. Kami menikmati keindahan alam yang tak lepas dari kuasa Tuhan. Puas di puncak, kini saatnya menunggu sunrise.Setelah itu, sekarang kita balik lagi ke kehidupan kota. Perjalanan turun kami hanya memakan waktu yang singkat, tapi ada hal yang tidak diinginkan bagi pendaki manapun terjadi sama kita. Karena saat nmenuju puncak dengan cara memotong jalur dan lewat jalur tengah, pulangnya kami lewat jalur yang sama tersebut.Dengan formasi 4-4, 4 orang di depan, yang sudah ingin pulang ke kota sampe kota, jadi jalannya ngacir alias terburu-buru (termasuk saya) dengan carrier berisi peralatan, tanpa air tanpa makanan. Nah, 4 di belakang itu yang santai santai jalannya, air dan makanan semua ada di belakang.Kita yang berempat sudah yakin, ini adalah perjalanan turun yang tidak akan lama. Jadi, kita terus saja jalan tanpa perbekalan air dan mkanan. Seperti kemarin, kita memotong jalur tengah, ketemu pertigaan ada jalur memutar kita ambil tengah, ketemu pertigaan lagi ada jalur memutar kami ambil tengah lagi. Wah! sudah dekat sepertinya karena sudah sampai pos 3.Tanpa disadari, kami kemarin memotong jalur dari pos 3 menuju puncak. Nah, di sini kami bablas dari pos 3 mau ke pos 2, kami masih memotong jalur tengah. Alhasil,Β berjam-jam jalan kami tidak menemukan pos 2. Rasanya, jarak pos 2 ke pos 3 kemarin tidak sejauh ini.Pikiran pikiran negatif dan emosi pun menghampiri karena rasa lelah, haus, dan lapar yang sangat. 'Kita nyasar nih!' Teriak salah satu rekan saya. Kita cuma diam, dan tidak tahu harus apa. sampai salah satu dari kami melanjutkan perjalanannya sambil bilang, "Terus saja bantai, tidak ada kata mundur disini!". Kami bertiga masih terdiam, dan akhirnya mengikuti. 2 Jam kami terus berjalan melewati antah berantah entah dimana itu. Jalur pendakian pun perlahan semakin mengecil dengan kiri kanan pohon duri. Langkah yang gemetar, suara jatuh dari rekan yang lelah, haus dan lapar. Wah! tidak banget deh pendakian macem seperti itu lagi.Akhirnya dalam perjalanan, kami bertemu seorang ibu yang terlihat seperti petani. Kami pun ngobrol-ngobrol dengannya, padahal mau minta minum. Tapi sang ibu juga tidak bawa minum tuh!Hasil ngobrol dengan sang ibu tadi, katanya kita salah masuk jalur dan kita sudah ada di bukit yang berbeda dengan pos pendakian. "Tapi di bawah sih ada desa," ujarnya. Ya sudah, kami pun melanjutkan perjalanan ke desa terdekat.Setelah sekian lama berjalan, akhirnya kami mulai melihat pesawahan dan rumah-rumah warga. Wahh! lega banget rasanya. Tanpa pikir panjang, kami pun menghampiri salah satu pemukiman warga untuk meminta minum. Bapak-bapak pemilik rumah mengambilkan kami minuman. Saat itu pula, kami melihat kolam ikan yang airnya sangat bening.Saking hausnya, langsung saja kami minum air kolam tersebut langsung dari kolam ikannya. Tidak peduli air tersebut bersih atau tidak. Si bapak pun terheran-heran dan menanyakan kenapa kami bisa sampai sini. Padahal, pos pendakian jaraknya hanya 4 km dari desa ini.Desa ini adalah Desa Gondosuli yang berada di kaki Gunung Lawu. Alhasil, kami pun menyewa angkot untuk sampai pos pendakian, di sana keempat teman kami yang di belakang sedang heboh karena saya bertiga belum juga kembali. Mereka ternyata sudah sampai dari tadi. Sekian pengalaman saya mendaki Gunung Lawu.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Potret Sri Mulyani Healing di Kota Lama Usai Tak Jadi Menkeu
Daftar Negara Walk Out Saat Netanyahu Pidato di Sidang Umum PBB
Perjuangan Palestina Merdeka: 157 Negara Mendukung, 10 Menolak, 12 Abstain