Legenda dan Tradisi di Balik Indahnya Danau Sentani

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Legenda dan Tradisi di Balik Indahnya Danau Sentani

Sri Anindiati Nursastri - detikTravel
Kamis, 21 Jun 2012 16:55 WIB
Jakarta - Danau Sentani yang terletak di Kabupaten Jayapura, Papua, tak hanya cantik secara fisik. Di balik jernihnya danau berlatar hijaunya Pegunungan Cyclops, danau ini punya sejuta cerita tentang legenda dan tradisi.Rabu (20/6/2012) kemarin adalah hari kedua diselenggarakannya Festival Danau Sentani (FDS) 2012. Cuaca hari itu lebih bersahabat dibanding hari kemarin, sehingga beragam aktivitas semakin banyak ditemukan di pinggir danau ini.Bersama beberapa wartawan lain, saya berkesempatan ikut dalam Sentani Lake Tour menggunakan Jetfoil yang mirip kapal pesiar. Ikut pula dalam rombongan, finalis Putra-Putri Papua yang sangat cantik. Dipandu oleh dua orang guide, kami berkeliling selama 1,5 jam."Danau Sentani terletak di ketinggian 75 mdpl. Panjang danaunya 30 kilometer," tutur Samuel, nama salah satu guide yang mulai berbagi informasi kepada para penumpang kapal.Ada 22 pulau kecil yang tersebar di seluruh danau, terbagi jadi tiga wilayah yaitu timur, tengah, dan barat. 24 Kampung adat yang masuk ke tiga wilayah ini dibedakan berdasarkan dialek bahasa. Ya, semuanya berbicara bahasa Papua.Kapal pun melaju, cukup pelan untuk saya menikmati panorama cantik Danau Sentani. Danaunya seakan tak berujung. Hijaunya Pegunungan Cyclops membuat tempat ini seperti di Norwegia sana. Pulau-pulau kecil mulai terlihat, pun rumah-rumah penduduk yang dibangun di pinggir danau.Salah satu rumah terapung itu berada di Pulau Hosena. Tepatnya, satu-satunya rumah terapung di pulau itu. Kami mendekat ke pulau yang dimaksud, sebuah daratan mungil dengan jajaran pohon kelapa yang daunnya melambai tertiup angin."Dulu waktu masih banyak orang Belanda, Hosena jadi tempat mereka istirahat setelah berburu dan memancing ikan," tambah Samuel.Kata Samuel, gubuk itu sama sekali tidak berubah sejak terakhir dipakai berpuluh tahun lalu. Namun kayunya masih kuat, pun gubuknya masih kokoh saat dipijak.Bicara tentang kegemaran orang Belanda memancing, Danau Sentani punya beberapa hewan unik. Salah satunya adalah Hiu Sentani (Pristis microdon) yang punya gigi bak gergaji. Selain itu ada pula ikan barakuda dan buaya.Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana hewan-hewan laut dan rawa bisa bersatu di Danau Sentani? "Hiu dan barakuda datang dari hilir (laut-red). Konon mereka beradaptasi mulai air payau hingga air tawar," jawab Samuel.Apakah ikan-ikan itu masih ada? Samuel mengiyakan. Sayangnya, Hiu Sentani terakhir ditemukan tahun 1990-an. Keberadaannya hilang sampai sekarang.Terlepas dari eksis atau tidaknya hewan endemik Danau Sentani, tempat ini rupanya juga berselimut legenda. Masyarakat Sentani percaya leluhur mereka adalah orang Papua Nugini."Ceritanya, orang Papua Nugini sedang menunggang seekor naga. Namun mereka tiba-tiba terdampar di wilayah ini. Naga itu mati, namun penunggangnya berhasil selamat dan membuat peradaban. Konon, kepala naga ada di sebelah timur danau, sementara buntutnya ada di sebelah barat," tutur Samuel.Sementara pertanyaan-pertanyaan masih terlintas di pikiran, kapal terus melaju membelah danau. Kami melewati Kampung Hayabo yang tiap rumahnya terhubung oleh jembatan, juga hinggap sebentar di Pulau Asei yang jadi sentra kerajinan lukisan kulit kayu khas Papua.Di perjalanan pulang saya melihat sebuah kapal melaju tepat di sebelah kiri. Pengemudinya wanita, hanya satu orang."Kaum perempuan di Sentani sangat ulet. Semakin tua, mereka semakin perkasa. Mereka melakukan segala hal mulai dari mencuci sampai menangkap ikan," tutur Samuel, menjelaskan.Lanjut Samuel, perahu Ibu lebih besar dari perahu Ayah. Ini adalah bawaan masa lampau, ketika para pria berperang di danau ini. Perahu para Ayah lebih kecil karena mereka harus membawa perahu untuk berperang. Tentunya tak efektif kalau tiap pria membawa perahu ukuran besar.Kebalikannya, perahu Ibu lebih besar karena digunakan untuk keperluan sehari-hari. Menampung hasil berburu, memancing ikan, hingga menampung air jernih yang diambil dari tengah danau. Ya, setiap hari para Ibu berperahu ke tengah danau untuk mendapatkan air bersih. Penting untuk keperluan rumah tangga seperti memasak dan mencuci.Tak terasa 1,5 jam berlalu, kapal pun siap bersandar di dermaga Kalkhote tempat kami berangkat. Samuel masih bicara banyak hal tentang Danau Sentani, termasuk mengajarkan kami beberapa kosakata Papua."Jangan lupa, masyarakat Sentani itu ramah sekali. Tiap rumah di sini bisa jadi homestay, mereka punya tempat sendiri untuk para tamu. Makanya, wisatawan luar negeri juga tak pernah sungkan untuk berlama-lama di sini," kata Samuel, menutup tur danau kali itu. (travel/travel)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads