Donny Alamsyah & Hanief Ride to Lampung
Membelah Selat Sunda di Tengah Malam
Senin, 23 Jul 2012 17:20 WIB

kepoyuk
Jakarta - Petualangan motor Donny Alamsyah dan Hanief berlanjut menuju Lampung. Menyeberangi Selat Sunda menuju Bakauheni di malam hari melelahkan namun berkesan.Sudah lewat jam 21.00 WIB saat Donny Alamsyah memotret bangunan kuno di alun-alun Serang. Sepotong bulan lepas purnama yang berpendar keperakan di latarnya terlanjur menggoda kami untuk berhenti sejenak. Sementara saya berusaha cukup puas merekamnya dalam otak karena terlalu ribet untuk mengeluarkan kamera.Sekitar 1,5 kilometer dari situ kami berhenti mengisi bensin motor kami, sambil berpikir bagaimana supaya cepat sampai Pelabuhan Merak, naik kapal, istirahat, dan syukur-syukur bisa tidur barang sejenak. Menara masjid ataupun kawasan industri di Cilegon yang gemerlap dengan lampu kekuningan dan asap bergulung-gulung yang seharusnya bisa jadi objek foto yang menarik pun tidak cukup kuat menggoda kami untuk berhenti. Akhirnya kami pun sampai di Pelabuhan Merak. Kami hanya mengikuti arah dari papan petunjuk dan isyarat tangan dari petugas untuk menemukan kapal menuju Bakauheuni.Kami melewati loket berportal dan diminta membayar sebesar Rp 32.500 per motor plus seorang pengendara. Dua lembar tiket cetak plus satu satu tiket plastik mirip kartu ATM diserahkan kepada kami. Menjelang masuk kapal, tiket kartu plastik tadi diminta petugas.Pukul 23.00 WIB telah lewat ketika roda-roda motor kami mulai menaiki jalur logam bertekstur kasar menanjak memasuki kapal. Belum banyak kendaraan terparkir di ruang yang disediakan. Tidak sulit bagi kami menemukan tempat untuk motor kami. Setelah memarkir kendaraan dan menurunkan tas dan beberapa bawaan, kami segera naik ke ruang penumpang lewat tangga tak jauh dari motor kami.Hingar-bingar musik disko dangdut menyambut kami di ruang penumpang. Kursi-kursi plastik kelas ekonomi baru sekitar sepertiga terisi. Kami hanya melewatinya dan memilih nongkrong di ruangan terbuka yang dibatasi pagar besi dengan lautan.Seorang laki-laki remaja tanggung menawarkan tikar untuk kami sewa. Dengan ongkos Rp 5.000, saya mengambil selembar dan segera menghamparkannya di tempat yang kosong.Barang-barang kami letakkan dan tata rapi. Kami segera duduk selonjor melepaskan penat, sambil menikmati biskuit asin yang kebetulan saya bawa. Di ruang dalam, beberapa pria mengasongkan dagangan, mulai buku, pelampung sampai minuman dan makanan ringan.Beberapa pria dengan nampan kayu berisi gelas-gelas teh, kopi, susu dll, berkepul-kepul berseliweran sambil mendenting-dentingkan gelas dengan sendoknya. Salah satunya lewat di dekat kami. Donny membeli segelas teh hangat untuk kami berdua.Kami bergantian menjaga barang dan mengambil gambar suasana di kapal. Di buritan kami melihat kendaraan-kendaran berderet berjalan pelan memasuki lambung kapal yang kami tumpangi. Beberapa pria berteriak-teriak memberi aba-aba.Sebagian penumpang sudah terlelap di tempatnya masing-masing. Di kursi penumpang, di lorong-lorong beralas tikar maupun di bilik-bilik yang disewakan. Kapal mulai bergerak membelah Selat Sunda.Baru beberapa menit memasuki hari Sabtu, 7 Juli 2012 ketika ketika di salah satu sudut haluan saya menemukan sebuah musala berkeramik kuning kemerahan yang cukup luas dan bersih. Saya salat menjamak Maghrib-Isya, dan segera balik ke "markas" kami untuk bergantian dengan Donny.Angka digital di jam saya menunjukkan pukul 00.30 WIB lewat ketika Donny kembali dari musala dan ia segera merebahkan badan di samping tempat duduk saya. Tak lama napasnya mulai teratur berirama. Saya pun segera menyusulnya tidur. Lelap. Tanpa mimpi.Perjalanan kami masih panjang. Akan ada apa lagi yang seru? Tunggu saja di detikTravel!
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!