Bertualang ke Ujung Barat Indonesia

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bertualang ke Ujung Barat Indonesia

rachied - detikTravel
Rabu, 19 Sep 2012 11:10 WIB
Pelabuhan Ulee Lhe
Biodata Ferry KMP BRR
Dermaga Iboihh Inn
Lobi Iboihh Inn
Suite Room Iboihh Inn
Bertualang ke Ujung Barat Indonesia
Bertualang ke Ujung Barat Indonesia
Bertualang ke Ujung Barat Indonesia
Bertualang ke Ujung Barat Indonesia
Bertualang ke Ujung Barat Indonesia
Jakarta -  Pulau Weh ternyata adalah surga kecil yang ada di negeri kita. Menikmati panorama pantai atau menyelam menikmati taman lautnya, sangat memanjakan hasrat bertualang di ujung barat Indonesia.Selat Benggala yang memisahkan Pulau Weh dari Pulau Sumatera, terlihat tampak tenang dan berwarna biru siang itu. Langit juga tak banyak berawan. Meski begitu goyangan gelombang di kapal ferry KMP BRR cukup terasa, sehingga sempat membuat wajah anak saya, Genduk, terlihat cemas. Namun akhirnya, Genduk kembali ceria dan menikmati perjalanan laut itu.Saat itu kami sedang menyeberangi selat di antara Pelabuhan Ulee Lheue di Kota Banda Aceh dan Pelabuhan Balohan Kota Sabang di Pulau Weh. Pulau ini disebut sebagai pulau paling ujung negeri Indonesia. Padahal, dalam kenyataannya di sebelah barat Pulau Weh masih ada Pulau Breueh.Penyeberangan menggunakan ferry menempuh jarak 16 mil laut atau sekitar 30 km dengan jarak tempuh 1 jam 45 menit. Jadi, rata-rata kecepatan kapal sekitar 14 km per jam, alias seperti naik sepeda di daratan.Kapal ferry KMP BRR ini berbobot mati sekitar 1.100 ton dengan panjang 50 meter. Bisa memuat 375 penumpang dan 22 unit kendaraan. Hebatnya kapal ini buatan Palembang, lho.Kapal ini masih terlihat baik dan bersih, dibandingkan dengan kapal ferry Merak-Bakauheni. Tak ada pedagang hilir mudik, hanya ada kantin di kabin ekonomi. Harga makanan di kantinnya pun tidaklah 'mencekik' kantong penumpang.Sebelum kapal berangkat kami sempat melihat-lihat suasana pelabuhan dari kapal. Pelabuhan Ulee Lheue tidak menampakkan 'keseraman' seperti pelabuhan-pelabuhan pada umumnya.Ya, tak tampak orang yang berpenampilan atau berperilaku seperti preman atau calo. Pembelian tiket pun berjalan tertib di loket dengan harga yang resmi. Begitu pula dengan pembelian tiket mobil. Petugas mendatangi tiap kendaraan dan melakukan pembelian langsung di situ dengan harga resmi.Di Pelabuhan Ulee Lheue tak banyak kapal bersandar. Hanya ada sebuah kapal cepat (jet foil) saja. Saat kami tiba di pelabuhan, sebelumnya sudah ada sebuah kapal cepat yang berangkat ke Pulau Weh juga.Alternatif lain untuk menyeberang ke Pulau Weh, wisatawan bisa naik kapal cepat. Terutama bagi yang tidak membawa kendaraan bermotor. Tetapi ingat! Hanya ada satu kali perjalanan setiap harinya, yaitu pagi dari Balohan dan siang dari Ulee Lheue.Untuk urusan tarif, sekitar Rp 80.000, dengan lama perjalanan 45 menit. Laut di pelabuhan ini juga masih jernih sekali, dan tentu saja bersih. Kedalaman laut masih terlihat sampai sekitar 5 meter, sehingga masih bisa melihat ikan yang berenang-renang ke sana kemari. Di sekitar pelabuhan juga nampak kampung-kampung nelayan dan kapal-kapal nelayan bersandar. Kebetulan pintu anjungan di depan kabin terbuka dan ada beberapa penumpang keluar. Kami pun ikutan keluar dan ternyata itu adalah anjungan yang menghadap ke depan kapal sehingga kami bisa menikmati pemandangan.Wajah Pulau Weh sudah mulai terlihat, tetapi pelabuhannya belum. Tiba-tiba dari arah kiri kapal meloncat-loncat seekor ikan berukuran cukup besar dan bercucut mengikuti arah kapal. Katanya, kalau sore hari bila beruntung Anda dapat melihat lumba-lumba berlompatan mengiringi kapal.Tak lama, kapalpun berbelok ke sebuah teluk dan baru lah terlihat Pelabuhan Balohan. Toooot! Peluit kapal pun berbunyi dan ada pengumuman dari kapten kapal bahwa kapal segera tiba di Pelabuhan Balohan.Oke! Kami pun bersiap. Kali ini semuanya masuk ke dalam mobil. Setelah pintu kapal terbuka, satu-persatu penumpang dan kendaraan turun dengan tertib. Untuk pertama kali kami menjejakan ban mobil, ke pulau paling ujung Indonesia ini.Di tepi pelabuhan terdapat papan bertuliskan "SELAMAT DATANG DI PELABUHAN BEBAS SABANG". Ya, Karena memang Sabang akan ditetapkan sebagai kawasan berikat.Pelabuhan Balohan sangat sepi. Tempat ini hanya sebuah pelabuhan kecil dan kampung kecil saja. Beberapa mobil berplat kuning terparkir di dekat pelabuhan. Mungkin ini mobil-mobil yang bisa disewa selama berlibur di pulau ini. Untuk menyewa mobil, wisatawan harus merogoh kocek seharga Rp 500 ribu per harinya.Menjelang masuk Sabang, jalan kami melewati muka Bandara Perintis Sabang. Kotanya cantik juga karena letaknya di tepi laut berlatar belakang daerah berbukit. Di Sabang hanya ada ATM BRI dan BPD Aceh, kami membeli logistik di sini.Kami pun berangkat menuju lokasi penginapan, di Gampong, Iboih. Iboih berada 20 km dari Sabang menyusuri sisi Teluk Sabang. Jalan ke Iboih juga ada lintasan menuju Tugu KM 0 Indonesia, tempat yang akan kami kunjungi esok harinya.Jalan menuju Iboih juga beraspal mulus dengan marka dan tanda lalu lintas yang jelas. Meski berpemandangan tepi laut, keadaan jalan tetap mendaki dan menurun di beberapa titik dengan belokan-belokan yang menggoda. Malah ada titik yang memiliki belokan tajam dan mendaki seperti tikungan mendaki di Pathuk Gunung Kidul.Kami melewati kelompok pemukiman, resort tepi laut dan hutan lindung. Di hutan lindung ini kami akan disambut para 'leluhur', kalau kata Charles Darwin. Ya, monyet-monyet itu sepertinya sudah punya insting berperilaku seperti pengemis. Jika mobil dipelankan mereka akan segera berlarian menyusul karena berharap penumpang mobil itu akan melemparkan makanan.Setelah seperempat jam dari Sabang, kami pun tiba di pertigaan Teupin Layeu dan berbelok ke kiri. 100 Meter dari pertigaan menurun tadi kami tiba di pantai Teupin Layeu yang berpasir putih dan berombak sedang.Di seberang pantai tampak Pulau Rubiah. Indah sekali! Beberapa bangunan pertokoan yang menyediakan penyewaan peralatan snorkeling dan diving. Ada juga toko suvenir dan penginapan. Setelah memarkir mobil persis di tepi pantai, sesorang mendatangi kami dan mengatakan tiket masuk totalnya adalah Rp. 10.000 termasuk jika mobilnya menginap.Setelah menelpon Ibu Saliza, pengelola Iboih Inn, kami menunggu jemputan di dermaga yang ada di pantai itu. Tak lama kemudian datang boat putih yang dibawa oleh suami Bu Liza. Kami dibantu menaiki boat itu melewati beberapa perahu yang dipakai wisatawan melihat pemandangan terumbu karang dari lantai kaca. Tak sampai 5 menit boat pun merapat ke sebuah dermaga kecil. Itulah Penginapan Iboih Inn.Iboih Inn adalah penginapan dengan konsep alami. Kamarnya berupa cottage-cottage, terpisah satu sama lain dan berdiri di lereng tepian pantai yang berbatu terjal. Semua kamar menghadap ke arah laut, hanya ada yang tepat di bibir laut, ada yang agak menjauh.Dari dermaga, kami langsung ke lobi yang juga terdapat restoran dan meja resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Kami disambut Bu Liza, sang resepsionis, yang merangkap manajer, koki, dan kasir.Dari cara penyambutannya dan penampilannya, terlihat seperti ibu rumah tangga biasa. Suasana bersahabat dan kekeluargaan pun terasa di penginapan ini.Dua kamar kami terletak bersebelahan. Yang kamar AC, persis berada di bibir laut, di bawahnya terdapat batu karang yang beradu dengan ombak.Jangan membayangkan kamar yang interiornya berkelas. Dinding dan lantai kamar di penginapan ini terbuat dari kayu-kayu, hanya konstruksi utamanya saja dari besi baja.Kamarnya berukuran 3 x 3 meter dengan satu tempat tidur springbed king size di tengahnya. Tidak ada lemari dan televisi di dalam kamarnya. Interkom apalagi telepon juga tak tersedia. Jadi komunikasi dengan lobi bisa dengan SMS atau telepon seluler.Sebuah balkon di depan kamar berbatas kayu usuk berukuran 1,5 x 3 meter. Ada sebuah 'hammock' atau ranjang gantung di teras dan kursi santai. Uniknya lagi, kamar mandi di penginapan ini tidak ada pintunya. Penutupnya hanya gorden plastik saja. Tapi melihat laut di depan penginapan dan tampak beberapa orang sedang asyik bersnorkeling ria di sana, rasanya rugi kalo melewatkannya. Maka kami putuskan untuk segera kembali ke lobi untuk menyewa peralatan snorkeling. Harga sewa alat snorkeling yaitu Rp 15.000 per alat. Untuk sore ini karena baru pertama kali snorkeling, saya hanya menyewa masknya saja untuk saya dan Si Sulung. Sedangkan sang istri dan dua adik-adiknya hanya bermain air di tepian saja, karena belum bisa berenang.Setelah siap, kami pun berjalan menuruni batu-batu karang nan besar. Kami seperti tercemplung ke dalam akuarium ikan hias raksasa. Beragam ikan laut yang cantik dan berwarna-warni baik yang berkelompok banyak maupun yang sendiri-sendiri yang besar maupun yang kecil-kecil, sungguh menggoda. Jangankan menangkap, menyentuh saja tak pernah bisa karena begitu cepat gerakan mereka. Senja itu kami habiskan menikmati pemandangan laut yang terhalang oleh Pulau Rubiah, di depan teras kamar. Tuhan sungguh Maha Besar Engkau, begitu indah lukisan bumi yang engkau ciptakan.
Hide Ads