Sunrise di Puncak Bromo, Sensasi Tiada Tara
Jumat, 20 Jan 2012 10:14 WIB
Dhiana Puspitasari
Jakarta - Dinginnya udara yang mengigit tulang dan perjalanan yang memicu adrenalin, seolah dibayar dengan impas oleh pemandangan matahari terbit di Puncak Bromo. Keindahan Tuhan yang satu ini, akan membuat setiap orang berdecak kagum oleh kecantikannya.Dingin dan beku, begitulah yang saya rasakan saat pertama kali keluar dari hardtop di Penanjakan. Suhu mencapai 10 derajat bahkan sampai 0 derajat Celsius saat menjelang pagi. Walau sudah mempersiapkan pakaian dingin, topi kupluk, sarung tangan, kaos kaki, dan syal untuk mengatasi rasa dingin. Namun, udaranya masih menggigit tulang.Untuk menuju kaki Gunung Pananjakan, saya harus melalui daerah yang menyerupai gurun yang dapat membuat siapa pun tersesat. Saat harus menaiki Gunung Pananjakan, dibutuhkan keterampilan menyetir yang tinggi, karena jalan yang sempit dan banyak tikungan tajam. Untuk itu, saya memilih menyewa mobil hardtop (sejenis mobil jeep) yang dikemudikan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar berasal dari Suku Tengger yang ramah dengan para pengunjung.Sampai di atas, ada banyak warung-warung yang menyediakan kopi atau teh hangat dan api unggun untuk menghangatkan tubuh sambil menunggu waktu tebitnya matahari. Ada pula toko yang menyewakan baju hangat, atau pun mantel-mantel yang tebal. Menyaksikan terbitnya matahari memang merupakan peristiwa yang menarik dan luar biasa bagi saya. Saya rela menunggu sejak pukul 5.00 WIB menghadap sebelah timur agar tidak kehilangan momen ini. Untung lah saat itu langit cerah, saya dapat melihat bulatan matahari yang pertama-tama hanya sekecil pentul korek api, perlahan-lahan membesar dan akhirnya membentuk bulatan utuh dan memberi penerangan. Sehingga kita dapat melihat pemandangan gunung-gunung yang ada di kawasan ini, antara lain, Gunung Bromo, Gunung Batok, atau Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa.Selesai menyaksikan matahari terbit, saya kembali menuruni Gunung Pananjakan dan menuju Gunung Bromo. Saya harus melewati lautan pasir yang luasnya mencapai 10 km persegi. Daerah yang gersang dan dipenuhi pasir, serta hanya ditumbuhi sedikit rumput-rumputan yang mengering. Tiupan angin, membuat pasir beterbangan dan dapat menyulitkan saya bernafas. Sopir jeep menyarankan saya untuk membasahi saputangan dan menutupkan di muka saya.Untuk mencapai kaki Gunung Bromo, saya tidak dapat menggunakan kendaraan. Sebaliknya, saya harus menyewa kuda dengan harga Rp 50.000 atau berjalan kaki. Melihat beratnya medan, akhirnya saya memutuskan untuk menyewa kuda saja.Setelah menyeberangi padang yang lumayan luas dan terjal, saya harus menaiki anak tangga yang jumlahnya mencapai 250 anak tangga untuk dapat melihat kawah Gunung Bromo. Sesampainya di puncak Bromo yang tingginya 2.392 mdpl, terlihatlah kawah Gunung Bromo yang mengeluarkan asap dan ketika melayangkan pandangan ke bawah maka terlihatlah lautan pasir dengan pura di tengah-tengahnya. Benar-benar pemandangan yang sangat langka dan luar biasa. Terima kasih Tuhan atas anugerah-Mu yang luar biasa untuk tanah air yang elok dan kesempatan bagiku untuk menikmatinya.
Komentar Terbanyak
Keunikan Kontol Kejepit, Jajanan Unik di Pasar Kangen Jogja
Banjir Bali, 1.000 Hektar Lahan Pertanian per Tahun Hilang Jadi Vila
Daftar Negara yang Menolak Israel, Tidak Mengakui Keberadaan dan Paspornya