Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)

Kata Waktu - detikTravel
Senin, 12 Des 2011 13:30 WIB
loading...
Kata Waktu
Wayang air
Gereja notre dame
Chinese temple
Balai kota
Kandidat Miss Vietnam 2011
Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)
Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)
Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)
Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)
Menikmati Keramahan Minggu Pagi di Saigon (Part 2)
Jakarta - Ho Chi Minh (27/11/2011), hari yang cerah di Kota Saigon padahal sebelumnya diguyur hujan. Agenda pertama, yaitu makan pagi di hotel. Saya harus mencicipiang Pho alias mie yang terbuat dari beras ala Vietnam yang menyegarkan. Tentu saja saya memilihnya tanpa daging babi dan rasanya sangat nikmat. Mie beras dengan daging sapi, kuah, dan daun ketumbar ini patut diacungi jempol. "Juara deh rasanya." Pukul 09.30 pagi, perjalanan dimulai dengan menyusuri pasar Ben Than. Pasar yang dibangun pada tahun 1912 ini oleh penjajah Perancis mengingatkan saya akan pasar Beringharjo di Yogya atau pasar Klewer di Solo. Desain pasarnya pun mirip dengan buatan arsitek Belanda yang terkenal, yaitu Thomas Karsten, salah satu arsitek favorit saya. Beliau membuat pasar yang sesuai dengan keadaan di Jawa yang beriklim tropis. Sama seperti pasar Ben Than, walau hanya satu lantai, tetapi memiliki atap yang cukup tinggi sehingga membuat sirkulasi udara cukup baik. Berada didalam pasr Ben Than, saya seperti di Yogyakarta, para pedagang saling berhimpitan di losnya dan terkadang mereka menarik tangan kita untuk menjajakan daganganya. Pagi ini dilalui tanpa berbelanja mengingat kami harus city tour.City Tour yang ditawarkan di hotel seharga 325.000 DNV atau setara Rp162.500,00 per orang dan tidak termasuk uang masuk serta minum selama perjalanan. Jadi cukup mahal bagi kami. Setelah melihat peta jalan di Saigon yang kami dapatkan di bandara, alhasil kami menyusuri jalanan di Saigon pagi hari.Dari pasar Ben Than kami hanya perlu jalan lurus menuju ke gedung Committe Hall alias Balai Kota, sepanjang jalan Kota Saigon dipenuhi pohon mahoni yang sudah berusia puluhan tahun dan sangat rindang. Senang rasanya melihat sebuah kota yang penuh dengan pohon-pohon besar menjulang tinggi dan memberikan keteduhan bagi pejalan kakinya. Saya iri dengan Kota Saigon, mengingatkan saya dengan kota Bandung sebelum ada jalan layang Pasteur. Jalan layang pasteur dulunya dipenuhi pohon-pohon besar yang rimbun. Kini hanyalah panas yang menerpa di siang hari. Pedestrian di Saigon pun bisa dinikmati oleh penyandang cacat, khususnya tuna netra. Ada semacam line khusus bagi tuna netra. Dan, ternyata ada jalan Pasteur di Kota Saigon. "Wah serasa di Kota Bandung tempo dulu rasanya."Kami berempat tiba di hotel De Ville De Saigon yang kini beralih fungsi menjadi Balai Kota Saigon. Bangunan antik khas Perancis ini sangat lah cantik. Taman luas di depannya menjadi tempat berfoto bagi para wisatawan dan tentunya sebuah patung Paman Ho Chi Minh yang disakralkan. Hingga kini masih ada karangan bunga dibawah patung beliau. Taman dikota Saigon sangatlah terawat dengan beberapa tanaman bonsai yang cantik "Arghh... seandainya Jakarta memiliki taman seperti ini."Tidak kalah terasa adalah nuansa kapitalis di negeri komunis ini. Patung Paman Ho Chi Minh dikelilingi bangunan modern serta butik mewah kelas dunia mulai dari Bally hingga Louis Vuitton yang tentu saja tidak sejalan dengan ajaran komunisme dimasanya tapi kata alm. Deng Xioping di China, "Tidaklah salah untuk menjadi kaya." Dan, kini raksasa komunis seperti Cina dan Russia sudah dilanda kapitalisme dan konsumerisme oleh warganya. Semangat boleh komunis tetapi kebutuhan tetaplah tinggi akan barang-barang mewah.Perjalanan diteruskan menuju ke sebuah taman yang dikelilingi oleh wanita-wanita cantik, ah ternyata pagi itu sedang ada kandidat miss vietnam 2011 sedang temu warga ditaman pada hari minggu. Saya pun buru-buru ingin berfoto dengan wanita vietnam yang cantik. Akhirnya saya tahu, mengapa Amerika suka Vietnam, wanita Vietnam cantik-cantik, berkulit putih bersih khas asia serta berbadan ramping. Sampai teman wanita saya bergumam, kenapa tidak ada wanita gemuk ya dikota ini. Rata-rata wanita vietnam berbadan ramping sesuai baju khas vietnam seperti cheongsam dan tentu tidaklah dilupakan senyuman wanita Vietnam membuat hati pria dag...dig...dug....Gedung Opera, salah satu gedung tua di ujung taman untuk konser musik atau drama yang dibangun oleh penjajah Perancis, tepat disampingnya berdiri Hotel Intercontinenal Saigon sebuah hotel tua tempat tetirah para kompeni Perancis yang sangat megandrungi seni bernilai tinggi dan segala sesuatunya yang mewah. Bangunan hotelnya pun gabungan antara art deco serta renaisance. Di sepanjang jalan banyak terdapat galeri seni, dan lukisannya bagus dan tentu dengan harga yang mahal sampe dipatok dengan USD-untuk harga turis. Sehingga saya sendiri tidak berani menawarnya, takut ngggak cukup uangnya.Cathedral Notre Dame adalah tujuan kami, gereja ini dibangun pada 1887 oleh pemerintah kolonial Perancis dan memakai batu bata merah, Sekilas sangat mirip dengan katedral notre dame di Paris dan katedral di Jakarta. Cukup luas tetapi berada dipersimpangan jalan dikota Saigon. Pukul 11.00 pagi, umat Katolik baru saja selesai beribadah dan beberapa anak muda sedang asyik sketching dipelataran gereja. Nuansa yang sanget menyenangkan dan terasa begitu rileks dikota ini. Beberapa pasang pengantin sedang melakukan pose pre wedding didepan atau disamping gereja yang sangat artistik ini. Teman saya segera menuju kedalam gereja untuk berdoa dan saya mengabadikan gereja ini dari beberapa angle.Tepat di sebelah kanan gereja terdapat Kantor Pos Pusat Saigon, gedung tua bernuansa renaisance ini dibangun pada abad ke-19 untuk memenuhi kebutuhan warga Perancis dan Saigon berkirim surat atau melalui kawat telegraf. Lantainya yang klasik mengingatkan saya pada bangunan tua di Kota Semarang. Di dalam kantor pos ini, saya bisa menghubungi mama di Jakarta melalui layanan wartel. Biayanya cukup murah, hanya 6.000 DNV untuk sekali telpon ke HP mama di Jakarta. Karena saya tidak membeli sim card Vietnam seperti di Bangkok waktu itu. Maklum dibandara tidak ada informasi penjualan sim card HP untuk blackberry seperti di Bangkok cukup dengan 299 Baht bisa berlangganan BB selama 3 hari. Dikantor pos ini, kita bisa membeli kartu pos Vietnam,dan souvenir lainnya. Kami bahkan membeli tiket pertunjukkan Water Puppet Show alias wayang air Vietnam seharga 150,000 DNV/orang atau sekitar Rp 75,000/pax. Selepas dari kantor pos, kami menuju sebuah mall kecil berlantai 4 untuk mendinginkan badan sejenak. Maklum matahari cukup terik diminggu pagi.Didepan mall tersebut terdapat sebuah taman yang cukup luas dengan pohon mahoni yang tinggai dan besar. Cukup bersih untuk kota Saigon dan banyak warga yang sedang beristirahat siang itu ditaman-taman kota. Reunification Palace adalah tempat kami selanjutnya, tetapi sayang karena kami tiba pukul 12.00 ternyata istana sedang tutup dan baru akan buka kembali pukul 13.00. Terpaksa kami kembali kedalam mall dan meencari food court yang berada dilantai 4 mal tersebut. Ada KFC dan Pizz Hut sehingga membuat saya merasa nyaman dan tidak khawatir makanan non halal. Harga satu paket KFC dan minum=50,000 DNV setara dengan Rp25.000,00.Pul k13.00 waktu Saigon, kami meneruskan perjalanan ke Istana reunifikasi yang berhalaman luas. Tiket masuknya seharga 30,000 DNV atau setara Rp15.000,00 per pax dan pengunjung tidak harus memakai busana formal seperti ketika memasuki istana di Indonesia atau negara lain. Di sini turis asing dengan celana pendek atau kaos tank top pun bebas memasuki istana ini. Puluhan pengunjung lokal dan beberapa turis asing mengikuti penjelasan dari tour guide yang sangat informatif. Setiap sisi ruangan istana dijabarkan fungsi dan sejarahnya. istana dengan 4 tingkat ini berdesain art deco dan bahkan hampir mirip dengan bangunan Aldiron plaza, ex bangunan mabes TNI AU di Pancoran. Tidak secantik istana di Indonesia. Dari tingkat atas istana, kita bisa melihat Kota Saigon yang dipenuhi dengan gedung-gedung tinggi dan taman kota yang hijau. Saya jadi teringat salah satu bangunan di kota, yaitu gedung BNI 46.Selesai berwisata ke istana, dilanjutkan perjalanan menuju ke museum perang. Ketika dijalan kami hendak membeli kelapa muda dan dikenakan harga 50,000 DNV perkelapa alias kami ditipu. Ah, tak apalah, bagi-bagi rezeki sama si Abang pembawa kelapa muda. Jarak dari istana ke museum tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar 10-15 menit perjalanan saja. War Remnants Museum adalah sebuah monumen perang yang menyimpan berbagai cerita perang vietnam yang memilukan. Harga tiket masuknya hanya 15,000 DNV alias Rp7.500,00 per pax saja, cukup murah. Bangunan berlantai 3 ini dipenuhi turis asing.Lantai 1 diisini mengenai propaganda perang antara vietnam utara yang komunis dan vietnam selatan yang republiken dan didukung oleh US. Lantai 2 berisikan dokumen fotografi dari 134 wartawan dari 11 negara yang terbunuh selama perang 10.000 hari di Vietnam. Kisah sedih pembunuhan dan lain sebagainya bisa ditemukan di bagian fotografer dari Jepang.Lantai 3 berisikan mereka yang dipenjara dan ada 3 juta rakyat Vietnam yang meninggal selama perang 10.000 hari. Keganasan,kesadisan selama perang ditunjukan disini dan air mata hanyalah penyesalan akibat perang. Perang hanya membuat rakyat kecil menderita. Banyak dari pengunjung yang menitikan airmata ketika melihat kekejaman perang dari balik kamera. Dan bahkan para penderita cacat akibat bom orange amerika yang mengandung bahan kimia berbahaya juga dipamerkan disini. Miris melihat anak-anak muda tanpa tangan, buta, kaki yang mengecil, bentuk badan yang tidak normal, sangatlah menyedihkan. Dua jam hampir kami habiskan di museum ini, di lantai satu kita bisa membeli barang-barang hasil kerajinan para penderita cacat akibat perang. Dari museum ini kami kembali ke hotel dengan naik taxi seharga 35,000 DNV.
Hide Ads