Belajar Kearifan Suku Baduy di Desa Kanekes

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Belajar Kearifan Suku Baduy di Desa Kanekes

Nuning Widyastuty - detikTravel
Senin, 19 Des 2011 11:07 WIB
Jakarta - Sebuah bentuk hidup kearifan dan kebersahajaan terpapar saat saya mendatangi satu suku yang tak jauh dari hiruk pikuknya Jakarta. Mereka adalah Suku Baduy di Desa Kanekes, yang setia menjaga adat istiadatnya.Cerita trip saya kali ini tentang Suku Baduy bareng teman-teman sesama backpacker ^_^. Sudah pasti harganya jauh lebih lebih murah :-),dan yang pasti ala backpack habis!!Kami start kumpul di Stasiun Kota pukul 07.00 WIB pagi, karena kereta yang ke Rangkasbitung jalan sekitar pukul 07.45 WIB pagi. Tiket kereta ekonomi Rangkasbitung hanya Rp 4.000,Β  Akhirnya pukul 10.30 WIB sampai juga di Stasiun Rangkasbitung, setelah 3 jam perjalanan. Oh ya, pemberitahuan saja, kalau kereta ini finish sampai stasiun Merak Pelabuhan loh :). Untuk ke Ciboleger, dari Rangkasbitung, kita naik mobil elf dengan ongkos Rp 15.000/orang. Perjalanan kira-kira 1 jam kalau supirnya ngebut :-D, yah maklum kemaren supirnya ngebut abis, jadi bikin kita teriak abis juga :-D.Patung keluarga (ibu-bapak-anak) ini menandakan kita sudah sampai di Ciboleger. Di sini banyak anak-anak kecil menajajakan tongkatΒ  untuk trekking ke Baduy Dalam. Satu tongkat dengan harga Rp 1000 murah banget yak :). Kami ngaso makan siang dan sholat dzuhur di rumah makan dekat patung Ciboleger. Bagi yang mau beli-beli persediaan makanan, di sini juga tersedia Indomaret, jadi bisa lebih prepare sebelum trekking.Satu jam istirahat, sebelum berangkat kita patungan lagi Rp 50.000 (untuk bayar elf berangkat, guide dan sewa rumah di Baduy Dalam), tepat pukul 13.45 WIB siap-siap berangkat untuk trekking. Karena kami pengen banget ke Jembatan Akar yang terkenal itu, jadi nambah ongkos mobil elf yang kita tumpangi untuk diantar ke tempat terdekat trekking ke Jembatan Akar.Butuh setengah jam mendekati pemukiman warga Baduy LuarΒ  lalu kemudian trekking menuju Jembatan Akar. Baru sampai saja sudah kelihatan jalannya yang berbatu dan berliuk-liuk. Trekking ke Jembatan Akar ataupun ke Baduy Dalam cukup panjang. Ke Baduy Dalam saja bisa memakan waktu 4 jam, jalurnya yang curam, mendaki bukit, menanjak, turun bukit dan berliuk, kadang melewati hutan tandus, kadang juga melewati hutan lindung yang basah, sesekali melewati rumah penduduk Baduy Luar, tapi tetap saja terlihat sepi warganya. Butuh fisik yang kuat dan pastinya bekal minuman yang lebih. Nah, kalau bawaan mulai terasa berat dan badan udah pegel, pakailah jasa porter/pengangkut barang dari orang Baduy Luarnya.Β Hanya cukup membayar 1 tasΒ  Rp 20.000 dijamin nggak bakalan rugi sampai ditempat. Karena trekkingnya ke Baduy Dalam benar-benar melelahkan. Kalau saya memang nggak pake jasa potter, lagi belajar hiking lagi :-D dan memang butuh tenaga yang extra kalau kamu mau trekking dengan membawa tas.Sekitar pukul 19.00 malam, kami sudah tiba di Baduy Dalam. Mendekati area Baduy Dalam, semua alat elektronik harus dimatikan. Satu hal yang membuat saya takjub juga. Bayangkan, ketika kami masih berjalan di hutan lindung menjelang malam, ketemu papasan dengan orang Baduy Dalam. Mereka jalan ngga pake penerangan, dan ngga pake alas kaki, padahal lagi gerimis dan jalan agak licin. Kita saja sudah pakai senter dan tongkat masih aja tersandung, tapi mereka berjalan layaknya di jalan yang rata. Keren banget dah, salut buat orang-orang Baduy Dalam, walaupun kita pahami mereka hidup di dalam hutan, tapi terbayang kan orang awam aja, malam-malam di dalam hutan bisa tersasar, tapi mereka nggak sama sekali. Two thumbs for Baduy :-)Tak sembarang orang bisa bertandang di tengah orang Baduy Dalam. Hidup di tengah harmonisasi alam dan kebijakan tentang nilai luhur yang terus dijaga, seakan menjalar dalam nadi. Sebuah jembatan bambu dengan bentuknya yang unik, menyambut kedatangan setiap tamu yang mengunjungi Baduy Dalam. Inilah perbatasan yang memisahkan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam. Setelah melewati bagian ini, semua larangan yang diberlakukan di daerah ini harus ditaati setiap pendatang, termasuk saya tentunya. Ada beberapa aturan adat yang harus dipatuhi antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan barang-barang elektronik, tidak mengotori sungai dengan sabun atau odol, berkata dan berbuat tak senonoh, serta sederet pantangan lainnya. Selain itu, wilayah yang dihuni oleh orang Kanekes ini juga terlarang bagi orang asing (non-WNI). Konon beberapa wartawan asing sampai sekarang belum berhasil masuk ke wilayah ini. Kalaupun ada yang mengaku sampai Baduy, nyaris dipastikan sesungguhnya mereka berada di lingkungan Baduy Luar, yang lebih terbuka terhadap orang luar dan sudah "terkontaminasi" modernisasi.Di Baduy Dalam memang jauh dari namanya elektronik bahkan tidak ada sama sekali, kecuali senter yang digunakan oleh para wisatawan. Jadi suasananya sangat gelap sekali, sunyi dan dingin.Β  Setelah sampai dirumah tempat kami tinggal. Istirahat sejenak. Bingung!!!! Ke mana nih kita mau bersih-bersih dan ganti baju. Secara, rumah di Baduy Dalam hanya berbahan kayu dan bilik bambu, seperti rumah panggung. Ternyata, untuk bersih-bersih kita harus ke sungai yang letaknya di depan jembatan masuk Baduy Dalam, berjarak sekitar 50 meter. Di sungai ini tidak ada penutup antara laki-laki dan perempuan, hanya dibagi saja, untuk sebelah kanan laki-laki, dan kiri perempuan. Untuk laki-laki mungkin nggak masalah, mereka bisa mandi walau hanya dengan celana dalam saja :-D, tapi buat wanita, paling kami cuma basuh muka, cuci kaki tangan, sikat gigi, buang air kecil. Dan kalau mau BAB, hmmmm lebih baik diundur niatnya deh, karena bakalan susah banget cari tempat yang cocok :-D. Jadi kalau lagi ke sungai, cukup sekali aja, ya jangan minum banyak-banyak, siapa juga yang mau nganterin ke sungai malem-malem, dan jalan di batu-batu, paling ngga kudu 3/4 orang barengan :).Sudah umum, untuk makan malam kita bawa bahan mentah sendiri dan nanti dimasakin sama si Tuan Rumah. Cukup membawa beras 2 liter, ikan asin, sarden 2 kaleng, mie instant 3 bungkus. Dan sebagai ucapan terima kasih untuk si Tuan Rumah bisa seperti gula, kopi, ataupun bahan makanan lainnya.Yap, makan malam sudah siap pukul 20.00 WIB malam, padahal waktu terasa lama di sini :( . Rasanya nikmat banget makan, padahal hanya pake sarden dan mie instans serta nasi. Tapi rasanya luar biasa kaya udah lama nggak makan aja (lebay.com :D). Di sini guide dan Tuan Rumah juga ikut makan bareng dengan ransum yang kita bawa. Uniknya peralatan makan mereka banyak berasal dari bambu, tempat minumnya aja seperti botol besar bentuk jadul warna coklat tua hitam, gelasnya dari bambu jadi memberi rasa yang agak beda di lidah, seger gimana gitu :-D.Β Setelah makan malam dilanjutkan dengan perkenalan sesama backpackers. Untuk tidur, kita dipisah menjadi 2 rumah untuk laki-laki dan perempuna. Sayangnya kita tidak bisa melewatkan waktu bersama sampai larut malam. Contohnya waktu teman-teman yang laki-laki masih ingin mengobrol ria, tapi kemudian diingatkan oleh si Tuan Rumah sambil mematikan pencahayaan, padahal baru pukul 23.00 WIB malam :-), ya sudah tanpa banyak tanya lagi, mereka ke tempat masing-masing.Bangun Subuh di tempat ini sungguh luar biasa segar. Udaranya dingin tapi tidak menusuk tulang. Air sungainya jernih dan segar membasahi setiap kulit. Seperti biasa, kita para wanita tidak ada yang mandi, paling hanya sikat gigi dan basuh-basuh aja, beda sama kaum laki yang kayanya enak bangeeett mandi gulungan di air sungai -__-" hufffΒ  jadi iri!! Oya untuk sholat, karena suku Baduy bukanlah beragama Islam, jadi seadanya sekali untuk sholat. Nah, pagi hari jangan lupa luangkan waktu untuk sekedar berjalan-jalan sekitar desa. Orang-orang Baduy Dalam sangat ramah, meskipun mereka tidak terlalu paham berbahasa Indonesia, tapi mereka murah senyum loh :-). Kecuali untuk para wanitanya, memang sangat jarang ditemui ataupun sekedar berbicara dengan kita,Β  mereka seperti terbiasa menjaga pandangan :).Pagi hari, kami sempatkan untuk ke tempat Jaro atau biasa disebut wakil dari pemimpin adat. Kami tidak bisa menemui Puun atau pemimpin adat jika berkelompok. Puun hanya bisa ditemui oleh perorangan. Jadi segala pertanyaan dari kami, Jaro-lah yang menajawabnya. Banyak hal yang saya ketahui dari kearifan suku Baduy. Keseharian kaum lelaki Baduy menggunakan ikat kepala putih. Kecuali Puun atau pemimpin adat, para lelaki menggunakan baju hitam dan sarung selutut berwarna biru tua bercorak kotak-kotak. Kaum perempuan menggunakan sarung batik biru, kemben biru, baju luar putih berlengan panjang. Gadis-gadis menggunakan gelang dan kalung dari manik. Untuk Baduy Dalam mengenakan baju berwarna putih, sedangkan Baduy Luar mengenakan baju berwarna hitam. Saya pernah tanya ke guide kami yang berasal dari Baduy Luar, bagaimana mereka dengan baju mereka, apakah harus beli atau membuat sendiri. Guide kami AA Emen namanya bilang, bahwa suku Baduy untuk pakaian, mereka harus berasal dari jahitan tangan, meskipun membayar atau membeli, yang pasti harus dari jahitan tangan.Suku Baduy Dalam, mereka setia berjalan kaki dalam melakukan perjalanan, mengedepankan kejujuran, menolak mencemari lingkungan (tanah dan air), dan tidak merokok. Baduy Dalam menerapkan adat lebih ketat dibandingkan dengan Baduy Luar. Salah satu perbedaannya, warga Baduy Luar diperbolehkan berkendaraan. Baduy Dalam hidup dengan aturan adat yang ketat. Maka jangan heran jika kita memberikan alamat ke salah satu warga Baduy Dalam, mereka akan mengunjungi alamat tersebut dan percayalah mereka berjalan kaki menuju alamat yang dituju. Karena apa, karena mereka dilarang untuk berkendaraan. Sungguh luar biasa!!!Selain itu, perhatikan rumah di Baduy Dalam. Semua memiliki tekstur, luas dan arah yang sama. Memang benar adanya, rumah warga Baduy Dalam harus menghadap barat-timur, kecuali Puun yang yang menghadap Timur-Selatan (red-kalau ngga salah inget ya :-D, apa kebalik, pokoknya begitu dah). Jadi kelihatan sekali mana yang rumah Puun, dan mana rumah warganya. Salah seorang pedagang souvenir juga mengatakan, meskipun ada orang Baduy yang banyak uang, tapi mereka tidak boleh melebih adat. Rumah harus tetap sama, tidak boleh lebih. Bahwa lebih atau kurang, harus sama-sama. Selain itu, binatang peliharaan di sini tidak ada yang berkaki empat seperti kambing atau sapi, hanya ada ayam dan sejenisnya.Ada pertanyaan dari teman-teman tentang bolehkan mereka menikah dengan orang dari luar Baduy?Β  Jawabannya adalah bahwa para wanitanya sudah dijodohkan oleh lelaki dari suku mereka sendiri. Kalau mereka berpacaran dengan orang di luar dari suku Baduy, maka mereka akan diasingkan. Tapi ini jarang sekali terjadi, karena umumnya para wanitanya menurut saja kalau dijodohkan. Sayang sekali, padahal wanita Baduy cantik-cantik dan sederhana sekali :). Masalah anak, hmmmm mereka nggak KB ataupun cukup dua anak seperti slogan pemerintah :). Sebaliknya, tidak ada batasan bagi mereka untuk mempunyai anak lebih dari 2 orang.Soal pendidikan, sangat disayangkan di sini tidak ada sekolah atau semacam tempat belajar bagi anak-anak Baduy. Tapi memang itulah keadaannya. Seperti yang dikatakan Jaro, bahwa mereka tidak memperbolehkan lembaga/perorangan untuk mengajar di Baduy Dalam. Jadi keinginan belajar itu biar muncul sendiri dari warganya, bukan ajakan dari luar. Tapi memang ada dari warga Baduy yang kemudian berhasil menempuh pendidikan, namun tetap tidak melupakan adat ketika kembali lagi ke desa.Agama yang dianut mereka adalah kepercayaan. Menurut kepercayaan orang Kanekes mereka keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia. Mereka juga menjalankan puasa, dan tidak ada ketentuan hari sepanjang mereka kuat untuk menjalankannya. Salah satu contoh menerapkan hukum adat seperti mengenai hukum mencuri. Jika warganya ketahuan mencuri, yang pertama dilakukan adalah ditegur, kemudian diasingkan, tapi kalau belum berubah, diserahkan sama yang Di Atas (red-maksudnya Tuhan kali ya). Tapi sekali lagi, kejadian ini jarang juga ditemui. Warganya sangat patuh kepada adat yang berlaku.Setelah makan pagi dengan menu yang sama seperti semalam :) siap-siap pulang, mungkin sekitar pukul 10.00 pagi. Kali ini trekking kami jauh lebih mudah ditempuh dibanding hari sebelumnya. Jalannya juga banyak melalui hutan lindung, jadi tidak terlalu panas. Jarak tempuh kalau cepat bisa 3 jam. Kami molor waktu jadi 4 jam, karena pakai ada acara mampir ke rumah guide kami di Baduy Luar. Sajian pisang tandan dan air putih serasa menghapus sedikit lapar dan dahaga kami :).Β  Sebelum keluar dari area Baduy Luar, ada sederetan tempat menjajakan souvenir seperti gantungan kunci, gelang, kaos, kain tenun. Untuk harga relatif sama berkisar antara Rp 20-35 ribu, gantungan kunci-gelang rata-rata bisa dapet Rp 10 ribu (3 macam) malah bisa nego lagi :-D, kalau kain tenun seperti syal harganya sekitar Rp 50 ribu. Kalau beli banyak, pastinya dikasih lebih muuuuraaah lagi!!!Sampai di peristirahatan tempat makan, sekitar pukul 13.00 WIB siang. Selesai Ishoma (istirahat, sholat, makan) sekitar pukul 14.15 siang. Kali ini patungan lagi Rp 15 ribu/orang untuk bayar mobil Elf ke Stasiun Rangkas Bitung. Perjalanan langsung kebut pake mobil Elf ke Stasiun Rangkasbitung, karena kereta dari Rangkasbitung ke Stasiun Kota berakhir pukul 16.00 WIB sore. Alhamdulillahnya, kami tepat semua...sampai pas tepat waktu cuma kurang 5 menit, tepat keretanya mau siap-siap berangkat. Pak masinisnya sudah manggil-manggil, tepat lari-larinya kalau nggak cepat bisa ketinggalan kereta, tepat dapat duduknya di bagian gudangnya kereta alias kumpul bareng sama kambing juga dan duduk nglosor di lantai yang setiap kali kuping harus siap-siap denger toooottttΒ  toooootttt suara sirinenya kereta :-DTapi itulah nikmatnya berbackpacker ria :), susah-sedih-senang-sendu-sepi yang dialami sama-sama. Yang tadinya nggak kenal, dalam 1 hari bisa jadi akrab, yang tadinya nggak punya barengan pulang, eh dapat teman yang ternyata dekat rumah juga paling nggak satu arah pulang, yang bawa pacarnya, jadi tambah lengket karena saling menjaga pas trekking, alah :-D. Selain itu, jadi semakin banyak bersyukur betapa indahnya lukisan dari Yang Maha Pencipta, hamparan alam yang indah dipandang mata. See u soon on next trip ^_^Salam Ransel (travel/travel)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads