A Journey to Balai Karangan, Kalimantan Barat
Kamis, 10 Nov 2011 17:50 WIB

Jakarta - Hari Jum'at lalu menjadi hari yang sangat cepat, bahkan bisa dikatakan terlalu tergesa-gesa. Setelah dua minggu ini terkurung dalam permasalahan yang membekukan hati dan pikiran, percakapan pada Kamis malam membuat saya memutuskan untuk berangkat berlibur. Tujuan kali ini adalah sebuah daerah di bagian Utara Indonesia, yaitu Balai Karangan, Kaliantan Barat. Daerah ini menjadi salah satu akses untuk menuju perbatasan Indonesia – Malaysia. Bahkan daerah perbatasan dapat ditempuh kurang lebih setengah jam menggunakan kendaraan bermotor ataupun angkutan umum, owh begitu dekatnya.Hari Pertama, Sabtu, 19 Februari 2011Perjalanan dimulai menggunakan penerbangan Batavia Air (Y6-232) melalui Bandara International Adi Sucipto, dengan rute Yogyakarta – Pontianak pukul 09.15 WIB, kedatangan di Pontianak dijadwalkan pada pukul 10.55 WIB. Alhamdulillah, penerbangan kali ini tepat waktu, sejak keberangkatan hingga kedatangan di Pontianak. Kata pertama yang muncul ketika melangkahkan kaki menuju terminal kedatangan Bandara Supadio adalah "unbelievable".Saya tidak menyangka akhirnya saya kembali menginjak bumi Kalimantan. Walaupun sebelumnya bukanlah Kalimantan Barat, tapi Kalimantan Selatan. Dengan segala rasa syukur dan ketidaktahuan setelah ini harus menaiki angkutan apa, saya mencoba menunggu di salah satu kursi tunggu yang berdekatan dengan sebuah loket bertuliskan "Taxi Service". Menurut keterangan dari seseorang yang sangat saya kenal. Perjalanan ke Balai Karangan dapat ditempuh dengan tiga pilihan angkutan. Yang pertama; menggunakan Bus Umum dengan estimasi biaya Rp55.000,- hingga Rp60.000,-.Angkutan ini memiliki banyak kelemahan karena fasilitas yang begitu terbatas, dan sering ngetem untuk mencari penumpang. Yang Kedua; menggunakan Bus International yang memiliki rute Pontianak – Kuching – Bandar Seri Begawan, pilihan bus yang dapat dinaiki cukup beragam, mulai dari DAMRI, SJS, EVA dan lain-lain. Biaya menggunakan bus ini dan turun di Balai Karangan adalah Rp130.000,- sedangkan pilihan yang terakhir adalah menggunakan taksi. Berbeda dengan yang sering dilihat di Pulau Jawa, taksi di sini menggunakan mobil-mobil yang lebih elegan, seperti Kijang Innova, Kijang LGX, bahkan menurut keterangan salah satu supir yang saya tanya, Grand Livina dan Nissan Terrano pun terkadang menjadi pilihan para masyarakat dalam memilih taksi.Akhirnya saya memilih Taxi ini untuk membawa ke Balai Karangan dengan biaya Rp90.000,-, untungnya mobil yang disediakan adalah Kijang Innova, walaupun mendapat duduk dibagian belakang. Perasaan ingin tahu dan cepat sampai membuat saya harus menikmatinya.Kabar yang saya dengar, perjalanan ke Balai Karangan apabila menggunakan Taksi adalah melalui jalur Tayam karena jalur ini adalah salah satu jalur alternatif maka beberapa ruas jalan masih dalam pengerjaan, itu berarti bukan jalan aspal atau beton mulus yang sering kita rasakan.Perjalanan ke Balai Karangan dimulai pukul 11.30 WIB, dan diestimasikan sampai pada pukul 16.00 WIB. Setelah satu jam, kabar yang saya dengar terbukti, jalan yang dilewati terdiri dari lapisan batu dan tanah liat berwarna coklat kemerahan. Untungnya, ketika kami lewat cuaca begitu cerah, sehingga tidak ada titik jalan yang becek atau susah dilewati. Jalan ini dihimpit oleh daerah rawa ataupun hutan yang tidak terurus, bahkan perkampungan penduduk pun dapat dihitung jumlahnya karena terlalu sedikit, yang paling membuat saya heran adalah tidak adanya tiang listrik, ini berarti menjelaskan bahwa listrik disini menjadi sebuah harapan emas bagi para penduduk ataupun supir yang lewat pada malam hari. Setelah kurang lebih satu setengah jam melewati jalan yang saya sebut rusak parah. Walaupun memang belum jadi tapi saya katakan rusak, bahkan parah. Akhirnya kami memasuki jalan yang cukup nyaman, jalur dengan 2 ruas kanan kiri dan terbuat dari beton halus, seharusnya seluruh jalan memang seperti ini, apalagi katanya jalur ini adalah salah satu jalur Trans Kalimantan (jalur yang menghubungkan Kal-Bar dengan Kal-Teng).Memasuki daerah Sosok beberapa penumpang turun di tempat tujuannya, kapasitas mobil jadi lebih lengang, karena penumpang hanya tinggal saya dan seorang lagi dibagian depan. Ditemani sahutan Album Private Collection Glenn Fredly seperti Habis, Terserah, Belum Saatnya, dll, bahkan beberapa lagu dari Marcell dan penyanyi-penyanyi lainnya, membuat perjalanan kali ini cukup nyaman. Sambil melihat struktur geografis yang kurang lebih sama dengan apa yang pernah saya lihat di kawasan Kalimantan Selatan, khususnya jalur Banjarmasin ke Barabai, Amuntai, ataupun jalur dari Pelaihari menuju Pagatan sampai ke Kota Baru. Kebanyakan kawasan disini dihuni oleh pepohonan dan tanaman liar, perkebunan yang saya amati seperti Kelapa Sawit dan Karet cukup banyak. Sedangkan hewan yang banyak melintas ditengah jalan ataupun bermain dipinggiran adalah Anjing.Pukul 16.10 WIB akhirnya kami sampai di Balai Karangan. Tujuan kali ini adalah Hotel Balai Indah, walaupun tertulis Hotel, jangan harap mendapatkan tempat seperti hotel-hotel kelas melati di Yogyakarta yang cukup bersih dan nyaman. Di sini segalanya saya katakan bersifat apa adanya (tanpa mengurangi rasa hormat yang telah merekomendasikan hotel ini, hehe). Di Balai Karangan ini, saya sudah ditunggu oleh seseorang yang memang menjadi tujuan untuk saya temui. Baris senyumnya, sapaan lembutnya, bahkan semburat kebahagiaan membuat saya lupa dengan rasa capek telah duduk di kursi belakang Innova, dan melalui jalur "rusak parah" tadi.Akhirnya beberapa masalah yang memang muncul selama dua minggu terakhir ini kami perjelas, walaupun akhirnya saya katakan tidak mendapat titik temu, kami memutuskan untuk tetap fokus terhadap proses dan menyerahkan hasil akhirnya dengan usaha dan doa kepada Allah SWT.Hari Kedua, Minggu, 20 Februari 2011Hari ini saya sudah merencanakan untuk segera menuju Pontianak, agar tidak terlalu tergesa-gesa mengejar pesawat yang besok akan membawa kembali ke Pulau Jawa. Pagi harinya kami (saya dan Elvisyah) memutuskan untuk sarapan disalah satu warung makan yang cukup bersih dan sangat nyaman. Sebenarnya saya ingin mencoba salah satu menu kuliner khas di Kal-Bar yaitu Bubur Pedas, tapi setelah mendengar cerita dari seseorang, saya mengurungkan niat itu kembali dan memilih sepiring nasi putih dan semangkuk sup tulang. Setelah seluruh hidangan datang, saya bernafas lega telah memilih menu yang tepat untuk sarapan, karena melihat tampilan dan aroma dari bubur pedas, saya rasa butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan menu tersebut, khususnya melihat warna dan komposisi bahan bakunya.Sedangkan sup tulang yang disajikan cukup membuat saya sangat "comfort" dalam menikmatinya. Aroma sedap dari sepotong tulang yang masih di sisipi daging dan taburan bawang menjadi undangan yang tidak akan ditolak. Gabungan sesuap nasi panas dan sup tulang membuat saya lupa dengan porsi nasinya yang cukup banyak. Sebelum pulang, kami memilih "bingka" sebagai oleh-oleh, karena di Jawa belum pernah menemukannya, saya sangat “excited” sekali mendapatkan wadai (kue:bahasa Indonesia) khas Kalimantan ini.Setelah sarapan, saya bingung karena tidak menemukan ATM Bank Mandiri, menurut salah satu sumber yang sangat terpercaya, ada satu ATM Bank Mandiri di daerah Entikong, setengah jam dari Balai Karangan. Karena tidak ada pilihan lain lagi, kami langsung memutuskan untuk menuju kesana, jalanan masih lengang, hanya beberapa kali berpapasan dengan bus jalur international dan taxi yang menuju ke Pontianak atau sebaliknya. Hanya cuaca yang sedikit kurang bersahabat, dengan hembusan angin yang kencang, ditambah pula dengan rintik air hujan yang kadang menemani dan kadang meninggalkan kami ditengah jalan. Sepanjang jalan kami lebih banyak bertemu anjing, entah yang sedang diam ataupun melintas ditengah jalan dengan tiba-tiba.Setelah mengambil uang di ATM kami memutuskan untuk menuju ke perbatasan. Perbatasan Indonesia – Malaysia ditandai dengan sebuah tugu yang menjulang di pinggiran dataran tinggi. Di sini banyak dijumpai kendaraan bermotor yang keluar masuk kawasan perbatasan, khususnya mobil yang tidak menggunakan plat mobil Indonesia. Salah satu aturan bagi mobil yang masuk kawasan Malaysia, tidak boleh menggunakan kaca film berwarna gelap, selama berada di kawasan Malaysia mereka wajib untuk membuka seluruh kacanya, tetapi bagi mobil yang tidak menggunakan kaca film sama sekali (kaca bening), kaca mobil boleh saja ditutup. Bahkan khusus untuk masyarakat Kabupaten Sanggau, mereka memiliki kebebasan pergi ke kawasan Malaysia hanya dengan berbekal KTP saja, dengan KTP tersebut mereka akan mendapatkan Pasport sementara yang dapat digunakan selama 1 hari. Sedangkan bagi masyarakat luar Kab. Sanggau, kebijaksanaan ini tidak berlaku, artinya tetap harus menggunakan Pasport dan Visa resmi dari Pemerintah.Setelah pulang dari perbatasan pada pukul 11.00 WIB, kami memilih Sate Ayam yang dihidangkan dengan gaya Balai Karangan sebagai menu santap siang, modifikasi menu ini cukup indah dirasakan dilidah. Lima tusuk sate ayam, ditemani beberapa potong kecil lontong, ditambahkan beberapa iris ketimun dan bihun putih, kemudian disiram dengan bumbu kacang yang tidak terlalu kental, hal ini menjadikan sate cukup segar apalagi ketika diberi beberapa tetesan jeruk purut. Saran kami, bagi yang ingin lebih kenyang, lebih baik menambahkan nasi sebagai teman potongan lontong kecil, karena porsi lontong tersebut tidak terlalu banyak.Jam tiga sore, taxi datang untuk menjemput dan membawa kami ke Pontianak. Tetapi sore ini Kijang LGX yang akan mengantarkan, bukannya Innova. Menurut keterangan supir, Kijang LGX ini lebih nyaman suspensinya daripada Kijang Innova, buat saya tidak terlalu penting, karena memang kondisi jalan yang “rusak parah” lah yang membuat suspensi mobil apapun tidak terlalu terasa perbedaannya. Perjalanan kali ini cukup seru, melihat indikator bahan bakar yang terus menyala, ini menandakan mobil harus diisi Premium secepat mungkin, sebelum berhenti ditengah jalan karena kehabisan bahan bakar. Kondisi SPBU di jalur Balai Karangan – Sosok sangat sedikit, apalagi ditambah kenyataan bahwa disini harga Premium eceran mencapai angka Rp. 10.000,-/liter. Supir harus benar-benar memperhitungkan sejauh mana sisa bahan bakar dapat mencapai tempat pengisian bahan bakar selanjutnya. Di beberapa SPBU tertulis “Tutup” atau “Premium Habis”, saya tidak habis pikir, sesulit apa pengusaha SPBU mendapatkan pasokan bahan bakar dari PERTAMINA, atau bagaimana keperdulian dari Pemerintah menyikapi masalah seperti ini. Dari beberapa informasi, kejadian seperti ini adalah kejadian yang biasa terjadi, itu artinya masalah sudah sedemikian lama dan tidak ada tindakan terkait untuk menyelesaikannya, hemm.Jam menunjukkan pukul 19:50 WIB ketika kami sampai di Pontianak, kami memilih sebuah rumah makan Cina untuk makan malam, sepiring nasi goreng ala masakan cina dan segelas tea hangat menutup hari yang penuh dengan keceriaan.Hari Ketiga, Senin, 21 Februari 2011 (Terakhir) Sarapan pagi kali ini dengan porsi XXXL, kami menuju warung Masakan Padang terdekat yang terlihat cukup ramai, saya pesan satu porsi nasi padang dengan lauk ayam goreng, untuk lauk dan rekannya seperti daun singkong dan sambal hijau masih dalam porsi normal, sedangkan nasinya yang bagi saya XXXL, si abang penjual menaruh nasi hingga tiga sendok besar, alhasil bungkusan nasi padang menjadi cukup berat untuk satu porsi, karena melihat porsinya seharusnya ini dapat dihabiskan dua orang. Atau semua itu asumsi saya sendiri yang terlalu sering makan nasi padang dengan porsi nasi normal, hehe tidak tahulah, yang penting rasanya sendiri menurut saya tetap maknyuss.Siang harinya sebelum ke Bandara, sebenarnya kami ingin mampir ke Jln. Pattimura, menurut keterangan disana adalah sentral oleh-oleh khas Pontianak, dari makanan hingga hasil tenun seperti kain pun dijual disana. Tetapi karena beberapa hal, taxi yang dipesan langsung mengarah ke bandara. Setelah sholat Dhuhur, sebuah café di ujung jalan masuk ke Bandara Supadio menjadi pilihan kami untuk makan siang, sepiring nasi goreng seafood dan pisang srikaya sebagai hidangan penutup menjadi pilihan untuk memanjakan lidah pada siang hari ini. Nasi goreng yang dicampur dengan beberapa potongan bakso ikan dan udang membuat saya mengacungkan jempol, campuran bumbunya dengan saus tomat membuat tampilannya berwarna kemerahan, tetapi hal ini tidak mengganggu bumbu utama sebagai penentu rasa nasi goreng. Sebagai garnish, diberikan tambahan potongan ketimun dan kerupuk. Sedangkan pisang srikaya sebagai dessert adalah pilihan yang tepat, pisang Pontianak yang digoreng kemudian disiram saus kental, rasa yang beradu antara pisang yang manis, gurihnya tepung berpadu padan dengan saus manis yang legit, hemm saya katakan “delicious”.Suasana di Bandara cukup ramai walaupun hari Senin, terlihat beberapa bus dengan jalur internasional beberapa kali menurunkan penumpang, penglihatan kami beberapa warga Negara dari Brunei Darussalam dan Malaysia memilih terbang ke Jakarta melalui Pontianak.Pukul 15.30 WIB tepat, pesawat Lion Air (JT-715) telah siap untuk menerbangkan saya kembali ke Jakarta, sambil melangkah ke tangga pesawat bagian belakang saya ucapkan Good bye Kalimantan, saya berjanji untuk datang kembali menjejakkan kaki disini, merengkuh harapan dan tujuan yang sementara ini tertunda. Di pesawat saya duduk bersama dua orang Bapak dan Ibu, atau saya sebut kakek dan nenek saja, karena mereka sudah memiliki 6 orang cucu. Penerbangan ini ditempuh selama kurang lebih 1 jam 15 menit, sambil ditemani LIONMAG perjalanan kali ini tergolong “nice journey”. Tiba di Bandara International Soekarno Hatta (CGK) pada pukul 17.55 WIB, saya transit sebentar di Jakarta untuk menunggu penerbangan selanjutnya pada pukul 19.00 WIB, menggunakan pesawat Lion Air (JT-510). Pukul 20:00 WIB akhirnya saya mendarat di Bandara International Ahmad Yani Semarang, sebagai tujuan akhir dari perjalanan selama 48 jam. "Welcome to Semarang again brother", ucapan pertama yang saya dapat dari Adik tersayang ketika melangkahkan kaki keluar dari terminal kedatangan.
(travel/travel)
Komentar Terbanyak
Study Tour Dilarang, Bus Pariwisata Tak Ada yang Sewa, Karyawan Merana
Penumpang Pria yang Bawa Koper saat Evakuasi Pesawat Dirujak Netizen
Koper Penumpangnya Ditempeli Stiker Kata Tidak Senonoh, Transnusa Buka Suara